Cetak lebih banyak uang untuk menyelesaikan masalah ekonomi.
 Asumsinya, jika uang berlimpah, semua orang akan kaya.
 Sekilas, "logika" ini tampak menarik, seolah-olah merupakan jalan pintas menuju kesejahteraan.
 Namun jika dikaji lebih dekat, akan terlihat bahwa solusi cepat ini mempunyai potensi bahaya yang dapat melumpuhkan perekonomian.
 Realitas perekonomian jauh lebih kompleks.
 Mencetak terlalu banyak uang ibarat membangun istana di atas pasir: kelihatannya bagus, namun rapuh.
 Bukannya mendatangkan kesejahteraan, langkah ini malah berujung pada inflasi, sebuah momok yang mengikis daya beli masyarakat.
 Uang yang tadinya cukup untuk membeli kebutuhan pokok tiba-tiba kehilangan nilainya.
 Seperti kata pepatah, "Semakin banyak uang yang beredar, semakin sedikit nilainya.
" Bukan hanya itu saja bahaya inflasi.
 Ketidakstabilan nilai mata uang menciptakan situasi perekonomian yang tidak menentu.
 Investor menjadi lebih berhati-hati dalam penanaman modal, pertumbuhan ekonomi terhambat, sulitnya penciptaan lapangan kerja, dan kesenjangan ekonomi yang semakin melebar.
 Pada akhirnya, yang paling menderita adalah masyarakat kecil yang daya belinya terus menurun dan sulit memenuhi kebutuhan hidup.
 Lalu apa solusinya?
 Solusi berkelanjutan terletak pada mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.
 Investasi yang tepat sasaran, pengembangan produktif sektor riil, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi kunci terciptanya roda perekonomian yang berputar dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
 Mencetak lebih banyak uang bukanlah jalan pintas menuju kemakmuran, namun jebakan kesenangan sementara yang berujung pada kemerosotan ekonomi.
 Mencapai kesejahteraan ekonomi yang adil dan merata bagi semua memerlukan kebijakan ekonomi yang cerdas, terukur, dan berjangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H