Mohon tunggu...
Rizky Rachmat
Rizky Rachmat Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Seorang digital marketer sambil kegiatan sosial kemanusiaan, baca fiksi dan foto-foto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stunting dan Kenapa Bisa Jadi Awal Kemiskinan

21 Oktober 2024   15:59 Diperbarui: 22 Oktober 2024   16:23 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah kamu bahwa lebih dari 24% anak-anak di Indonesia mengalami stunting? Data ini bukan hanya sekadar angka; itu adalah sinyal darurat untuk masa depan generasi kita. Stunting, yang sering kali diabaikan, memiliki dampak jangka panjang yang bisa mengubah wajah bangsa. Mari kita telusuri lebih dalam tentang stunting, penyebabnya, dampaknya, serta langkah-langkah yang bisa kita ambil untuk mengatasi masalah ini.

Apa Itu Stunting?

Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami kekurangan gizi kronis yang mengakibatkan pertumbuhan fisik yang terhambat. Menurut World Health Organization (WHO), stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah standar untuk usianya, biasanya diukur dengan menggunakan grafik pertumbuhan (WHO, 2021). Dampak dari stunting tidak hanya terlihat dari tinggi badan, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan otak dan kemampuan belajar anak. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan dan kognitif di kemudian hari.

Dampak stunting tidak dapat dianggap sepele. Anak-anak yang mengalami stunting tidak hanya tumbuh dengan fisik yang lebih kecil, tetapi juga memiliki kemampuan kognitif yang terganggu. Penelitian menunjukkan bahwa mereka lebih mungkin memiliki kesulitan belajar, mengingat informasi, dan berinteraksi secara sosial. Ini dapat berpengaruh pada prestasi akademis mereka di sekolah, yang pada gilirannya bisa mempengaruhi peluang kerja dan kualitas hidup mereka di masa depan (UNICEF, 2020). Dengan demikian, stunting bukan hanya masalah kesehatan; ini adalah isu yang berhubungan langsung dengan potensi sumber daya manusia di Indonesia.

Mengapa Stunting Terjadi?

Penyebab stunting sangat kompleks dan sering kali terkait dengan beberapa faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, mulai dari kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Pada periode ini, kebutuhan nutrisi anak sangat tinggi. Jika ibu tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup, maka pertumbuhan janin dan anak setelah lahir bisa terganggu (UNICEF, 2020).

Selain itu, infeksi berulang, seperti diare, juga menjadi faktor penyebab stunting. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, anak-anak yang mengalami infeksi ini lebih rentan terhadap gangguan pertumbuhan (Kemenkes, 2022). Sanitasi yang buruk dan akses terbatas terhadap layanan kesehatan juga merupakan masalah yang memperburuk situasi ini.

Indikasi dan Tanda-tanda Stunting

Bagaimana kita bisa mengenali stunting? Salah satu ciri paling mencolok adalah tinggi badan anak yang lebih pendek dibandingkan standar usia mereka. Namun, stunting tidak hanya memengaruhi aspek fisik. Anak-anak yang mengalami stunting juga berisiko mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan stunting memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah, yang bisa berdampak pada prestasi mereka di sekolah (UNICEF, 2020).

Lebih jauh lagi, dampak jangka panjang dari stunting dapat terlihat hingga masa dewasa. Orang dewasa yang mengalami stunting di masa kecilnya cenderung memiliki produktivitas yang lebih rendah dan memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyakit kronis, seperti diabetes dan hipertensi (WHO, 2021). Dengan kata lain, stunting tidak hanya memengaruhi satu generasi, tetapi dapat menciptakan siklus kemiskinan dan kesehatan yang sulit dipecahkan.

Fakta dan Data Stunting di Indonesia

Data terbaru menunjukkan bahwa angka stunting di Indonesia masih mengkhawatirkan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka stunting mencapai 24,4% pada tahun 2023, dengan beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat angka di atas 37% (BPS, 2023). Daerah-daerah tersebut sering kali mengalami tantangan ekonomi yang signifikan, yang berkontribusi pada kurangnya akses terhadap makanan bergizi dan layanan kesehatan.

Kondisi ini juga diperburuk oleh kurangnya edukasi tentang gizi. Banyak orang tua yang tidak memahami pentingnya nutrisi yang tepat untuk perkembangan anak, sehingga pilihan makanan yang diberikan sering kali tidak memadai. Menurut hasil survei Kesehatan Anak, kurang dari 30% orang tua yang memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi seimbang (Kemenkes, 2022). Tanpa pemahaman ini, upaya untuk mencegah stunting akan sangat terbatas.

Cara Pencegahan Stunting

Pencegahan stunting seharusnya dimulai dari kehamilan. Nutrisi ibu hamil sangat penting untuk memastikan janin mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkan. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan juga merupakan langkah penting. Menurut Kementerian Kesehatan, ASI mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan bayi dan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2022).

Setelah enam bulan, pemberian makanan pendamping ASI yang kaya nutrisi sangat dianjurkan. Makanan yang kaya akan protein, zat besi, dan vitamin sangat penting untuk pertumbuhan anak. Edukasi tentang gizi kepada orang tua juga menjadi kunci dalam pencegahan stunting. Dengan memahami pilihan makanan yang sehat, orang tua dapat memberikan makanan yang lebih bergizi untuk anak-anak mereka.

Cara Penanggulangan Stunting

Setelah stunting terjadi, penanggulangannya juga sangat penting. Salah satu cara penanggulangan yang efektif adalah dengan memberikan intervensi gizi, seperti suplementasi vitamin dan mineral, terutama zat besi dan vitamin A. Ini bisa membantu meningkatkan kesehatan anak dan mendorong pertumbuhan yang lebih baik (WHO, 2021).

Penting juga untuk meningkatkan akses layanan kesehatan bagi anak-anak dan ibu hamil. Pemeriksaan kesehatan rutin dan pemantauan pertumbuhan anak dapat membantu mendeteksi stunting sejak dini. Keterlibatan komunitas dalam memberikan edukasi tentang kesehatan dan gizi juga sangat berpengaruh. Masyarakat bisa berperan aktif dalam mencegah dan menanggulangi stunting di lingkungan mereka.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Laznas Dewan Dakwah yang turut aktif berperan dan turun tangan melakukan pencegahan stunting. Laznas Dewan Dakwah percaya bahwa dengan gizi dan nutrisi yang baik dan cukup akan membantu mencegah stunting pada anak. Maka dari itu Laznas Dewan Dakwah melakukan aksi borong sayur petani yang kemudian hasilnya disalurkan kepada masyarakat atau pondok pesantren yang mengelola Pendidikan anak-anak. Dengan program ini bukan hanya anak-anak jadi terpenuhi nutrisinya tapi juga memakmurkan para petani dengan hasil panennya dibeli dengan harga yang layak.

Source: laznasdewandakwah.or.id
Source: laznasdewandakwah.or.id

Program borong sayur tersebut hadir berkat dukungan orang-orang baik yang bersedekah subuh melalui Laznas Dewan Dakwah. Selain program borong sayur, dari sedekah subuh itu juga lahir program-program pemberdayaan dan santunan masyarakat lainnya seperti program borong UMKM, santunan dhuafa dan muallaf dan program makan jumat berkah gratis. Semoga makin banyak masyarakat ikut ambil peran dan kontribusi Bersama Laznas Dewan Dakwah demi mewujudkan negeri yang Makmur dan Sejahtera melalui sedekah, infaq dan zakat yang disalurkan melalui Laznas Dewan Dakwah.

source: laznasdewandakwah.or.id
source: laznasdewandakwah.or.id

Program Pemerintah Indonesia dalam Penanganan Stunting

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program untuk menangani stunting. Salah satu program utama adalah Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang menargetkan penurunan angka stunting menjadi di bawah 14% pada tahun 2024 (Kemenkes, 2022). Program ini melibatkan berbagai sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga pemberdayaan masyarakat.

Program-program lokal di berbagai daerah juga telah berhasil menurunkan angka stunting. Misalnya, di beberapa wilayah Nusa Tenggara Timur, intervensi komunitas yang melibatkan pendidikan gizi dan akses ke layanan kesehatan telah menunjukkan hasil yang positif. Di samping itu, dukungan dari berbagai organisasi non-pemerintah juga berperan penting dalam mendukung inisiatif ini.

Kesimpulan: Masa Depan Tanpa Stunting

Stunting adalah masalah serius yang memengaruhi masa depan anak-anak kita. Dampaknya yang luas dan jangka panjang membuat masalah ini tidak bisa dianggap sepele. Dengan kesadaran dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan individu, kita bisa menekan angka stunting dan memastikan anak-anak kita tumbuh sehat dan cerdas. Mari kita ambil bagian dalam pencegahan stunting, dimulai dari diri kita sendiri dan lingkungan sekitar.

Dengan memahami pentingnya gizi dan kesehatan, kita dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih baik. Setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini bisa berdampak besar bagi generasi mendatang. Jadi, mari kita peduli dan beraksi untuk menanggulangi stunting di Indonesia. Masa depan yang lebih baik dimulai dari kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun