"Saya ingat, saya pernah suatu malam hampir mati di tengah laut karena ganasnya ombak." Kenang ustadz Sarafudin, dai Dewan Dakwah lulusan STID Moh Natsir Angkatan 2019 itu dalam wawancaranya.
"Waktu itu saya baru selesai tugas imam tarawih di suatu pulau dan perlu pindah ke pulau yang lain untuk tugas dakwah besok Subuhnya. Tapi begitulah, di malam itu ombak menyerang kapal saya dari berbagai arah. Saya hanya bisa berdoa sambil terus menjalankan kapal dengan pelan. Saya berdoa terus dan berharap kepada Allah supaya mesin kapal tidak mati dan kami tidak tenggelam. Hingga akhirnya Allah selamatkan dan kami dapat melanjutkan agenda dakwah pagi itu." Demikian beliau menutup salah satu potongan kenangan 5 tahun dakwah beliau di Pulau Banyak, Kab. Singkil, Aceh.
Dari Lombok, Jakarta, lalu Pulau Banyak
Sarafudin, begitulah nama beliau dikenal baik oleh masyarakat sebagai salah dai yang diutus berdakwah oleh Laznas Dewan Dakwah pada tahun 2019 pasca beliau menyelesaikan studi di STID Moh Natsir. Saat beliau lulus, ustadz asal Lombok, NTB tersebut dengan penuh percaya diri meminta agar ditugaskan berdakwah di daerah pedalaman. Walau
Awalnya Sarafudin sudah ditugaskan dakwah di salah satu kota di provinsi Aceh. Namun, merasa dakwahnya yang dilakukannya kurang menantang, ia mengajukan agar ditugaskan ke daerah pedalaman. Selain itu, banyak juga tawaran untuk melanjutkan dakwah yang sempat ia bangun di kota saat masa studinya, namun Sarafudin tetap kokoh dengan tekadnya tersebut, keluar dari zona nyamannya untuk menyebarkan Islam kepada masyarakat pedalaman.
Pulau Banyak dan Tantangan Dakwahnya
Laznas Dewan Dakwah pun mengutusnya ke Pulau Banyak, Kab. Aceh Singkil, Aceh. Sesuai namanya, Pulau Banyak adalah sebuah nama kecamatan yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil yang berjumlah kurang lebih 60 pulau. Bahkan sebelum Tsunami Aceh datang, jumlah pulaunya lebih banyak lagi. Untuk menjangkau ke sana, tidak kurang dari 20 jam, melalui kombinasi perjalanan darat dan laut.
Selain kawasan dakwah yang berupa pulau-pulau, yang harus dijangkau dengan menggunakan kapal berjam-jam, selama masa dakwahnya Sarafudin menemukan tantangan dakwah yang begitu banyak. Dari penduduk yang sangat erat sekali memeluk ajaran-ajaran adat yang menyimpang, kurangnya minat belajar agama, hingga kekhawatiran akan diracun dan disihir oleh masyarakat yang tidak menyukai dakwahnya. Selain itu, tidak seluruh penduduk pulau adalah muslim. Walau begitu, ia tetap teguh dengan tujuan dakwahnya, berpegang pada niat luhur dan selalu bersandar dan mengharap kemudahan dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pernah suatu ketika, Sarafudin berkunjung ke salah satu warga dan menawarkan program mengaji. Namun mereka menjawan,"ustadz ajarkan saja anak-anak kami. Kami sudah sibuk di kebun tak ada waktu untuk belajar mengaji." Walalu sedih mendengar jawaban tersebut, Sarafudin sadar bahwa jalan dakwahnya tidak akan mudah, namun juga ia tidak menyerah untuk menyebarkan dakwah tempat tugasnya tersebut.
Strategi Dakwah Sarafudin