Banyak warganet yang mengomentari berita tersebut, khususnya pada platform twitter
"Kok Bandung makin mirip gotham city ya?" tulis @negatvisime
Tak jauh dari lokasi saya mewawancarai Pak Suhendar dan Pak Jaya, saya bertemu dengan Pak Sabari (55 tahun) seorang juru parkir di kawasan braga. Beliau adalah seorang pendatang dari Cilacap yang merantau ke Kota Bandung pada tahun 2000-an. Beliau berpendapat bahwa krimininalitas yang terjadi di Kota Bandung tak ada bedanya ketika Ia pertama datang kesini. Biang masalahnya masih sama yaitu remaja tanggung yang sok jago.
"Itu biasanya yang begitu-begitu (kriminalitas), tuh, anak-anak remaja yang ngerasa jagoan, terus ikut-ikutan geng motor, jadi nama geng motornya ikut rusak juga. Padahal yang kriminal itu, menurut saya pasti bukan anggota resmi, cuma mengaku anggota aja." ujarnya.
Selain, itu beliau juga pernah menyaksikan langsung pengroyokan yang terjadi di depan matanya.
"Iya waktu itu udah malem sekitar jam dua belas, awalnya ada segerombolan motor lagi konvoi, terus gatau tiba-tiba mereka nyerang pemotor yang lewat." ujarnya.
Kejadian tersebut kerap kali terjadi, sekelompok geng menyerang orang tidak bersalah, dan tidak pandang bulu. Seakan mereka seperti gerombolan hewan yang sedang kelaparan mencari mangsanya. Kemudian, ketika para pelaku tertangkap, alibinya pun klise, selalu beralasan dengan argumen salah sasaran atau salah orang.
Bahkan menurut Pak Didin, yang saya temui di jalan Asia Afrika, hari Sabtu (4/2), solusi untuk menurunkan angka kriminal ini adalah dengan melahirkannya kembali petrus atau penembak misterius.
"Mustinya petrus diadain lagi tuh, biar orang-orang kriminal dibredel kayak jaman orba dulu." ujarnya