Assalamu'alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahi rabbil 'alamin, was sholatu wassalamu 'ala, asyrofil ambiyaa iwal mursalin, wa a'laa alihi wa sahbihi ajmain amma ba'du.
Artinya: "Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Rahmat dan keselamatan semoga terlimpah atas paling mulianya nabi dan rasul, juga atas keluarga dan para sahabat, serta kepada yang mengikuti mereka dalam kebenaran sampai hari kiamat. Adapun setelahnya."
Pertama-tama, marilah kita semua panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Kita bersyukur dapat berkumpul di pagi yang cerah ini, dengan nikmat kesehatan yang masih diberikan-Nya.
Berkumpul di tempat yang indah, majelis ilmu, yang dimana Rasulullah SAW bersabda tempat majelis-majelis ilmu yang di hadiri di tempat ini seperti halnya taman-taman di surga.Â
Tak lupa pula salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, serta kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya yang mulia.
Marilah kita bersama-sama menjelajahi petunjuk hidup yang agung ini, dengan tema yang hendak kita bahas pada kesempatan yang berbahagia ini, yaitu tentang Bentuk Ketaatan kepada Ulil Amri, Merupakan Sebab Masuk Surga
Sebelum ke materi inti, Apa sih maksud dari kata ulil amri ??
Dalam Al-Qur'an ada dua ayat yang menyebutkan kata ulil amri, yaitu surat Al- Nis' [004] ayat 59 dan 83.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (an-Nisa: 59)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ulil amri,
- - .
"(Kesimpulannya), yang tampak---wallahu a'lam---bahwa ayat tersebut mencakup setiap pihak yang menjadi ulil amri, baik pemerintah maupun ulama." (Tafsir al-Qur`an al-'Azhim, 2/345)
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Menaati pemerintah dalam perkara makruf adalah prinsip utama di dalam ajaran Islam. Oleh karena itu, ketika seorang muslim menaati pemerintah, hendaklah dia meniatkannya sebagai ibadah, ikhlas untuk Allah semata.Â
Apabila kita memperhatikan dan mencermati surah an-Nisa ayat 59, kita akan mendapati bahwa ketika Allah memerintah orang-orang yang beriman untuk menaati-Nya dan Rasul-Nya; Allah menggunakan fi'il amr (kata perintah) Â ("Taatilah!"). Namun, ketika Allah memerintahkan untuk menaati Ulil Amri, tidak ada kata perintah tersebut. Mengapa demikian?
Syaikh Abdurrahman as-Sa'di rahimahullah menjelaskan,
"Bisa jadi, dihapusnya fi'il amr (kata perintah) ketika Allah memerintahkan menaati Ulil Amri, sedangkan ketika Allah memerintahkan untuk menaati Rasul, Allah menggunakan fi'il amr (kata perintah); sebabnya adalah tidaklah Rasul memerintahkan sesuatu, kecuali untuk ketaatan kepada Allah. Barang siapa menaati Rasul, berarti dia menaati Allah. Adapun Ulil Amri, mereka wajib diaati dengan syarat bukan dalam perkara kemaksiatan." (Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan 1/183)
Jadi Apabila kita diperintah untuk bermaksiat, tentu kita tidak boleh menaatinya. Namun, bukan berarti kita boleh memberontak dan menentang pemerintah. Al-Mutahhar menjelaskan,
hukum mendengar dan menaati perintah penguasa adalah wajib atas setiap muslim, baik diperintah dengan sesuatu yang mencocoki kesenangannya maupun yang bertentangan dengan apa yang disukainya. Syaratnya adalah bukan perintah dalam kemaksiatan. Apabila penguasa memerintahkan suatu perkara maksiat, dia tidak boleh menaatinya. Akan tetapi, dia tetap tidak boleh menentang dan memberontak terhadap penguasa." (Tuhfatul Ahwadzi, 4/393)
Lalu jika tidak boleh menentang dan memberontak terhadap penguasa, apa yang harus kita lakukan ?
Bersabar dan terus mendoakan penguasa atau pemerintah agar tidak mendurhakai Allah. Adapun perbuatan penguasa yang demikian, itu adalah urusan penguasa dan mereka akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak pada hari akhir.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sama sekali tidak membimbing umatnya untuk menentang dan memberontak terhadap pemerintahnya, apalagi mengangkat senjata. Beliau juga tidak mengarahkan kita untuk berdemonstrasi dan yang sejenisnya, seperti menjelek-jelekkan pemerintah di depan umum, mengkritik pemerintah di mimbar-mimbar, dsb.; yang semua itu akan mengantarkan pada sekian banyak kerusakan dan mudarat. Sungguh, demonstrasi terlarang dalam agama Islam.
Masuk ke materi inti, Ketaatan kepada Pemerintah, menjadi Sebab Masuk Surga
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Sungguh, tidak ada nabi sepeninggalku dan tidak ada umat lagi sepeninggal kalian (umat Muhammad). Oleh karena itu, sembahlah Allah (semata), shalatlah lima waktu, puasalah pada bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dari harta kalian dengan hati yang lapang, dan taatilah penguasa kalian; niscaya kalian akan masuk ke dalam jannah (surga) Rabb kalian." (Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Takhrij Kitab as-Sunnah no. 1061, dari sahabat Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu)
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa menaati pemerintah dalam hal makruf adalah wajib dan melaksanakannya adalah ibadah (menjadi sebab masuk surga), selama tidak mengandung maksiat. Suatu perkara yang hukumnya mustahab (sunnah) atau mubah (boleh) pun, akan menjadi wajib hukumnya tatkala penguasa telah memerintahkannya.
Demikian pula kita memahami bahwa ketidaktaatan kita terhadap perintah penguasa merupakan kemaksiatan dan dosa. Segala kekurangan yang ada pada pemerintah bukanlah faktor yang bisa menggugurkan kewajiban kita untuk tetap menaati pemerintah.
Terakhir contoh mengimplementasikan ketaatan kepada Allah, Rasul dan Pemerintah (Ulil Amri) secara sederhana ada di persimpangan lampu lalu lintas. Tentu kita semua saat menghadapi lampu merah, kendaraan yang kita gunakan akan berhenti. Namun pernahkah kita melihat ada seseorang yang menerobos lampu merah, apalagi saat  tengah malam dimana jalanan raya sepi. Maka seorang muslim yang taat akan perintah Allah, Rasul, dan Pemerintah (Ulil Amri) meskipun tidak ada seorangpun yang melihat pelanggaran menerobos lalu lintas, sungguh Allah pasti melihat kita. Sungguh, kita wajib senantiasa menaati pemerintah (pada hal yang makruf), baik dalam keadaan suka maupun tidak.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua, jika ada yang baik itu datang dari Allah dan jika ada yang buruk itu datang dari diri saya pribadi. Mohon maaf atas kekhilafan tutur kata dan perbuatan. Semoga Allah membimbing kita semua ke jalan yang benar.
'Subhanaka allahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik.
(Mahasuci Engkau ya Allah. Dan segala pujian terhatur untuk-Mu. Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku memohon ampun kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu.)
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H