Mohon tunggu...
Rizky Pratama
Rizky Pratama Mohon Tunggu... Penulis - The Calm Man

Knowledge is Everything

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menggugat Presiden Terkait Penjabat Daerah

5 Agustus 2023   07:30 Diperbarui: 5 Agustus 2023   07:36 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengangkatan dan pelantikan 88 Penjabat (Pj) kepala daerah digugat Cucu Wakil Presiden Pertama RI Mohammad Hatta, Gustika Fardani Jusuf. Bersama beberapa rekannya, Gustika melayangkan gugatan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan dengan nomor register perkara: 422/G/TF/2022/PTUN.JKT itu disampaikan Gustika dengan pihak tergugat yaitu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.[1]

 Mengenai hal tersebut, diketahui sekitar bulan Mei sampai dengan November 2022, Joko Widodo melantik beberapa Penjabat Daerah untuk mengisi kekosongan jabatan bupati atau walikota dan gubernur. Mengenai pengangkatan dan pelantikan tersebut, didasari oleh ketentuan dalam Pasal 201 Ayat (10) dan Ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) yang mengisyaratkan bahwa apabila terjadi kekosongan jabatan gubernur dapat diisi Penjabat yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sementara untuk kekosongan jabatan bupati atau walikota, dapat diisi Penjabat dari jabatan pimpinan tertinggi madya.

 Namun, ketentuan Pasal 201 tersebut telah dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dan telah terdapat putusan nomor Nomor: 15/PUU-XX/2022. 

Dalam pertimbangan putusan MK tersebut, ketentuan Pasal 201 UU Pilkada perlu dibuat peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut ketentuan tersebut, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah.[2]

 Dalam gugatan yang diajukan oleh cucu Bung Hatta yakni Gustika meminta PTUN Jakarta menyatakan tindakan pemerintahan berupa perbuatan tidak bertindak (omission) oleh Jokowi yang tidak menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) UU Pilkada sebagaimana dimandatkan ketentuan Pasal 205 C UU 10/2016 jo Putusan MK Nomor: 67/PUU-XIX/2021 jo Putusan MK Nomor: 15/PUU-XX/2022 merupakan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad).

 Dalam hal pengangkatan Penjabat dalam mengisi kekosongan Kepala Daerah, hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah yang akan mengisi kekosongan posisi gubernur/bupati/walikota adalah tidak boleh mengangkat penjabat yang tidak memiliki pemahaman utuh terhadap ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemahaman terhadap politik nasional yang baik. 

Selain itu, yang bersangkutan juga harus memiliki kompetensi manajerial pemerintahan yang baik, sehingga dalam melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan daerah sementara dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat di daerahnya masing-masing sehingga masyarakat dapat mengapresiasi kepemimpinan penjabat tersebut meskipun kepemimpinannya hanya sementara.

 Sebenarnya dalam ketentuan Pasal 201 Ayat (10) dan (11) UU Pilkada tersebut, tidak menjelaskan secara rinci pengangkatan kepala daerah dilakukan dengan mekanisme seperti apa melainkan hanya mengisyaratkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 

Namun, di lain sisi hal ini dapat menimbulkan permasalahan konstitusional sebab diketahui tidak terdapat peraturan pelaksana yang mengisyaratkan pengangkatan Penjabat untuk mengisi kekosongan tersebut. Selain itu, pemerintah seharusnya terlebih dahulu harus membuat pemetaan kondisi riil masing-masing daerah dan kebutuhan penjabat kepala daerah yang memenuhi syarat sebagai penjabat kepala daerah dan memerhatikan kepentingan daerah dan dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala oleh pejabat yang berwenang.

 Dengan demikian, gugatan yang diajukan oleh cucu Bung Hatta dan kawan-kawannya, dapat menunjukkan bahwa dasar hukum dalam pelantikan Penjabat Kepala Daerah untuk mengisi kekosongan akibat telah selesainya masa jabatan Kepala Daerah sebelumnya dan ketentuan perundang-undangan yang dalam hal ini tidak terdapat peraturan pelaksana Pasal 201 Ayat (10) dan (11) UU Pilkada dapat diduga adanya tindakan yang tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku dalam proses jalannya pemerintahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun