Mohon tunggu...
Rizky Pratama
Rizky Pratama Mohon Tunggu... Penulis - The Calm Man

Knowledge is Everything

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lupa Antisipasi Kebijakan Cipta Kerja

5 Januari 2023   07:15 Diperbarui: 5 Januari 2023   07:16 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di penghujung masa akhir jabatan Presiden saat ini, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan semakin tidak karuan dan banyak pelanggaran terhadap konstitusi. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), yang kemudian dari UU Ciptaker sampai saat ini melahirkan berbagai peraturan pelaksana baik itu Peraturan Pemerintah sampai dengan Peraturan Menteri. 

Apabila diperhatikan secara seksama, tak lain hal ini merupakan bagian dari penguatan eksistensi masa pemerintahan ini agar kedepannya orang-orang yang akan memimpin negeri ini tetap mengikuti arah dan kebijakan dari kondisi saat ini. Hal semacam ini sebenarnya merupakan gaya lama yang telah ada pada masa-masa sebelumnya dan pada akhirnya runtuh juga. Tentu, hal ini merupakan masalah waktu namun, selama durasi kepemimpinan terhadap gaya seperti ini memiliki dampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Tulisan ini tidak membahas seputar gaya kepemimpinan dari masa ke masa, melainkan hanya mengulas dan memberikan pendapat kepada khalayak bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik. 

Baru-baru ini pada tanggal 30 Desember 2022, tepat saat Badan Meteorologi Klimatalogi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan pemberitahuan untuk menjaga diri terhadap cuaca Jabodetabek, yang saat itu heboh dengan adanya perdebatan BMKG melawan salah satu lembaga swadaya masyarakat yaitu BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (Perppu 2/2022). Di tengah kondisi alam yang sedang tidak baik-baik saja dan perdebatan 2 (dua) lembaga ternama, pemerintah mengambil kesempatan untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang mengancam keselamatan masyarakat Indonesia yang akan datang. Hal ini dapat digambarkan dengan adagium 'suatu kenyataan di Indonesia bahwa yang mengancam nyawa bukanlah alam melainkan pemerintahannya sendiri".

Mahkamah Konstitusi dalam putusannya nomor 91/PUU-XVIII/2020, menyatakan bahwa pembentukan UU Ciptaker cacat formil karena pembentukannya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebelum diganti menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 merupakan nyawa konstitusi dalam melindungi kebijakan atau produk hukum yang tidak berpihak kepada masyarakat. Sehingga apabila hal ini dilanggar tentu merupakan salah satu tindakan perbuatan melawan hukum. Dengan diterbitkannya Perppu 2/2022 merupakan wujud dan semakin menunjukkan eksistensi pemerintahan telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Terlepas dari isi UU Ciptaker dan Perppu 2/2022 ini, secara tidak langsung merupakan kebijakan yang semakin menegaskan bahwa kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan ini secara tidak langsung tidak dapat diganggu dan dapat diduga pada masa yang pemerintahan selanjutnya hal-hal ini masih akan terus berlangsung. Artinya, permasalahan konstitusi di Indonesia masih akan terus terjadi, sebab Perppu 2/2022 tentu akan dijadikan sebagai undang-undang dengan adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) namun melihat kondisi DPR saat ini, sepertinya kepentingan eksekutif dan legisatif tidak jauh berbeda. Inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran akan keberlangsungan hukum yang ideal di Indonesia.

UU Ciptaker dan Perppu 2/2022 adalah terobosan baru yang dikeluarkan oleh masa pemerintahan saat ini. Secara penerapan sebenarnya belum semua ketentuan diterapkan secara efektif, namun di lain sisi praktik penerapan tersebut diterapkan secara perlahan-lahan pada beberapa lembaga pemerintahan. Semenjak terdapat Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 dihentikan penerapannya, namun tidak dengan peraturan pelaksanannya. Beberapa peraturan pemerintah dan peraturan menteri masih dilanjutkan penerapannya, dan tentunya dalam beberapa kasus telah memberikan beberapa kerugian dengan diterpakannya peraturan tersebut khususnya terhadap pelaku usaha di Indonesia.

Dengan demikian, beberapa kasus yang berkaitan dengan UU Ciptaker atau yang biasa dikenal dengan Omnibus Law sudah memberikan efek terhadap perkembangan hukum yang ada di Indonesia. Bahkan dalam pembentukannya dengan mekanisme Omnibus Law yang apabila dilihat dari kacamata historis sudah tidak relevan dengan sistem hukum civil law masih saja dipaksakan untuk dengan alibi agar tidak terjadinya tumpang tindih produk hukum. Pembangkangan terhadap sejarah hukum saja sudah secara sadar dan liar dilakukan, dan di penghujung tahun 2022 kemarin, juga secara liar membangkang terhadap konstitusi. Lagi-lagi pemerintahan saat ini meninggalkan eksistensinya di bidang hukum untuk pemerintahan selanjutnya. Kedepan, mari kita lihat sejuah mana keberhasilan dalam penegakan hukum baik secara konstitusional maupun demokratis dan hak asasi manusia tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun