Beberapa respon Pemerintah terhadap pandemi ini, salah satunya adalah kebijakan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Patut untuk kita pertanyakan mengenai kelanjutan dan seberapa pentingnya kah Perppu tersebut di masa pandemi ini ?
Wabah pandemi covid 19 tidak ada yang mengetahui kedatangannya di Indonesia, namun gejala dan tanda-tandanya telah terlihat sebelum sampai di Indonesia. Namun, ada hal yang riskan disana patut untuk kita duga.
 Negara dalam hal ini Pemerintah Pusat, tidak segera memperhatikan tanda-tanda dan gejala tersebut, melainkan lebih mengedepankan penyewaan buzzer untuk mempromosikan penanganan virus ini.Â
Hal ini menimbulkan polemik dikalangan pakar ekonomi dan masyarakat khususnya. Ini membuat frame dalam masyarakat, bahwa Pemerintah tidak siap menangani kedatangan virus ini.Â
Dapat dilihat sampai hari ini, terus meningkatnya kasus virus ini tiap harinya. Bukan berarti permasalahan penyewaan buzzer ini menjadi satu-satunya masalah, melainkan ini merupakan awal ketidaksiapan Pemerintah
Tindakan Pemerintah Pusat ini, memberikan efek kepada Pemerintah Daerah terkait dengan penanganan covid 19 ini. Kebijakan pemerintah daerah yang diterapkan adalah karantina daerah atau melarang masyarakatnya untuk melakukan aktivitas diluar rumah saat malam hari. Padahal kebijakan pemerintah daerah ini, jika ditinjau lebih dalam tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan sistematis.Â
Pasalnya, Pemerintah Pusat belum mengeluarkan kebijakan yang bersifat secara nasional. Namun, dari pihak penegak hukum masih saja mengamankan ketertiban dan membubarkan aktivitas perkumpulan di masyarakat dengan dalil kebijakan tersebut dengan isu yang dibawa meminimkan penyebaran virus corona tersebut.Â
Meskipun pada saat itu di beberapa daerah sudah terjangkit virus tersebut, namun kebijakan hukum yang dikeluarkan tidak berdasar perlu juga untuk disoroti dan dikritisi.
Hal ini membuat kebijakan hukum antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah menjadi tidak sistematis dan bertentangan. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi, karena dalam tata pemerintahan dalam negara sudah mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing.Â
Padahal tugas dan fungsi ini sudah diatur secara mendasar dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kemudian turun ke produk-produk hukum yang ada dan berlaku di Indonesia.Â
Patutnya hal tersbut diperhatikan oleh pemangku kebijakan yang ada di daerah maupun skala nasional. Karena menurut analis, hal ini menimbulkan suatu kejanggalan dari segi pandang hukum itu sendiri apalagi dalam proses penegakkannya yang nantinya dijadikan pedoman dalam mentertibkan padahal hal itu tidak relevan dan komprehensif.
Akibat dari kebijakan yang tidak sistematis ini, negara lewat Pemerintah Pusatnya mengeluarkan kebijakan yang relevan dengan kondisi. Pertama, dengan menerapkan dan memperhatikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang pada intinya mengatur terkait dengan pembatasan sosial dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah akan kondisi kesehatan masyarakat dalam mengalami wabah pandemi ini.Â
Namun, yang menjadi persoalan menurut analis pada saat penerapan aturan ini, belum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 untuk mengatasi permasalahan wabah virus corona ini. Hal ini menambah kebingungan melihat kebijakan hukum yang diterapkan pemerintah.Â
Ditambah dengan himbauan dari pemerintah pusat yang mana pemerintah daerah menarik kebijakan awalnya untuk mengikuti kebijakan pemerintah pusat mengenai penanganan wabah virus ini.
Kemudian yang kedua, bersamaan dengan hal itu, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan ikut dikeluarkan dan diterapkan dalam penanganan ekonomi di masa wabah pandemi ini.Â
Penanganan ekonomi dimasa wabah pandemi ini memang perlu, Perppu yang dikeluarkan ini akibat dari kekosongan hukum terkait dengan pengaturan ekonomi di saat adanya wabah pandemi ini. Latar belakang adanya Perppu tersebut dikarenakan wabah pandemi ini yang memberikan efek stabilitas perpajakan dan keuangan atau perekonomian di Indonesia.
Menurut analis, pengeluaran Perppu yang ada ini patut juga untuk kita soroti. Dikarenakan, tidak adanya transparansi yang jelas akan penerapannya untuk sejauh ini.Â
Agar dapat melihat keberhasilan suatu peraturan, maka perlu untuk kita ketahui sejauh mana peraturan tersebut mengakomodir kebutuhan masyarakat, karena berbicara perekonomian tidak dapat dilepaskan dari masyarakat itu sendiri.Â
Oleh karena itu, penting kiranya untuk melihat sejauh ini implemetasi yang diterapkan terhadap adanya aturan ini.Sampai saat ini kebijakan yang terakhir dikeluarkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Wrus Disease 2019 (Covid-19). Peraturan Pemerintah ini, adalah pedoman pelaksanaan yang secara filosofis berasal dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dari Peraturan Pemerintah ini, memaksa Pemerintah Daerah untuk segera memperbaiki kebijakan yang ada didaerah masing-masing terkait penanganan wabah pandemi ini.
Sekali lagi, kebijakan Pemerintah membuat kebingungan dalam masyarakat. Mekanisme dalam menerapkan pembatasan sosial berskala besar pun, harus melalui tahapan pengajuan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk diberikan legalitas untuk menerapkan PSBB ini diwilayah masing-masing. Rantai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah baik dalam skala nasional maupun daerah, masih perlu untuk kita kritisi. Menurut analis, dalam perkembangan masyarakat, hukum haruslah mengikuti perkembangan masyarakat tersebut. Sehingga peranan hukum yang nantinya melahirkan suatu kebijakan mampu menjawab persoalan yang ada di masyarakat. Perppu No. 1 Tahun 2020, menurut analis tidak menjawab persoalan perekonomian masyarakat. Pasalnya, dalam aturan ini malah membuat pembatasan perekonomian terhadap pendistribusian kepada masyarakat itu sendiri secara legalitas meskipun arah dari aturan ini untuk menangani wabah pandemi covid 19 ini. Jika melihat politik hukum yang terdapat dalam Perppu No. 1 Tahun 2020 ini, menurut analis, perubahan alokasi anggaran negara yang semua mengarah pada pandemi ini membuat Pemerintah mudah saja secara aturan dalam menjalankan atau merelokasikan anggaran negara tersebut.
Mirisnya, dalam aturan ini Pemerintah tidak dapat dipermasalahkan jika timbulnya suatu kerugian negara dengan dalil untuk keselamatan ekonomi negara. Artinya, jika ada kesalahan dalam pengambilan kebijakan untuk masalah perekonomian negara, maka itu bukanlah kesalahan atau kerugian negara. Menurut analis adalah relokasi anggaran tersebut diselewengkan dalam penggunaannya, jika kesalahan tersebut tidak dapat dianggap itu merupakan kesalahan dan kerugian negara. Sehingga hal ini patut untuk dikritisi mengenai kelanjutan dari adanya Perppu ini yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Kondisi perekonomian masyarakat pun jika dilihat sampai saat ini terkhusus kepada masyarakat menengah kebawah, Perppu ini tidak sama sekali menjawab persoalan masyarakat menengah kebawah tersebut. Oleh karena itu, bagi analis Perppu ini harus ditinjau kembali dan melihat kondisi objektif guna dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H