Mohon tunggu...
Rizki Fadillah Siregar
Rizki Fadillah Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Barista - Aktivis

Bachelor of Islamic Education

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Il Principe: Paradoks Pemikiran Machiavelli

30 Januari 2024   13:24 Diperbarui: 30 Januari 2024   16:21 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Niccolo Machiavelli, seorang tokoh yang lahir pada era 1469 hingga kematiannya 1527 adalah seorang filsuf, politikus, dan penulis asal Italia yang dikenal karena hasil karya sastranya yang memberikan perubahan eksplosif terhadap pemikiran politik global. Ia lahir di Firenze, Italia, Machiavelli hidup pada periode era Renaissance dan menyaksikan langsung transisi besar dalam bidang seni, sains, dan ideologi manusia.
Machiavelli dikenal karena tulisan terkenalnya yang berjudul "Il Principe" atau "The Prince" yang ditulis pada tahun 1513. Tulisan ini dianggap sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran politik, hingga berbagai pemimpin besar dunia seperti Napoleon Bonaparte juga turut membaca dan menerapkan ajaran politiknya. Dalam "The Prince", Machiavelli mendistribusikan pandangan realis dan pragmatis tentang politik. Ia mengabaikan norma moral tradisional dan lebih fokus pada analisis kekuasaan politik, sifat manusia, dan strategi untuk mempertahankan dan memperoleh kekuasaan. Tak disangka, karyanya meninggalkan jejak pemikiran yang membentuk paradoks unik dalam dunia politik. Menavigasi antara moralitas dan pragmatisme, Machiavelli merancang pandangan yang tidak selalu mudah diterima namun memahami realitas pahit dalam perpolitikan.

Saat kita berfikir untuk membahas dimensi moralitas dan pragmatisme, Machiavelli membawa konsep bahwa dunia politik memiliki logika dan dinamika sendiri yang tidak selalu tunduk pada norma moral yang baku. Sejauh mana seorang pemimpin bisa atau bahkan harus mengejar tujuannya dengan berbagai cara, bahkan jika itu melibatkan cara-cara diluar batas norma yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip moral pada umumnya. Paradoksnya muncul dari ketidaksesuaian antara kebijaksanaan politik yang bersifat pragmatis dengan tuntutan moralitas sebagai seorang pemimpin yang demokratis.

Dalam menyeimbangkan kekejaman dan kepemimpinan, Machiavelli menyimpulkan bahwa seorang akan dihadapkan pada situasi di mana keputusan kejam hakikatnya dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan untuk mempertahankan atau mencapai kekuasaan. Sejalan dengan itu, konsep kepemimpinan yang Machiavelli ajukan menciptakan paradoks, karena di satu sisi, diperlukan tindakan tegas dan otoriter, namun di sisi lain, pemimpin juga harus memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjaga dan mencintai rakyatnya. Pedang bermata dua inilah yang bersifat kontradiktif, di mana keberhasilan dalam memimpin tidak selalu sesuai dengan norma kehidupan bermasyarakat.

Jika ditarik lebih jauh lagi, kita dapat menemukan tipisnya garis antara pragmatis dan amoral dalam tulisannya, Machiavelli seolah membuat kita memikirkan ulang tentang "people acceptance" terhadap keputusan pragmatis dan fenomenal dengan tindakan yang dianggap amoral oleh rakyat. Pertanyaannya, sejauh mana masyarakat bersedia menerima pemimpin yang mengambil keputusan pragmatis dan fenomenal, walaupun itu mungkin melanggar batasan-batasan moral? Paradoksnya muncul ketika kebijaksanaan pragmatis dapat membawa keberhasilan, dan di lain hal yang bersamaan tidak memperhatikan aturan yang berlaku.

Konklusinya, paradoks pemikiran Machiavelli menumbuhkan yang bersifat filosofis. Di sisi lain, kita belajar untuk memiliki kritis dan berfikir cepat, serta belajar untuk memililki kebijaksanaan yang arif ketika memutuskan sebuah keputusan yang harus membenturkan antara moralitas dan pragmatisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun