Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Dongkrek, Bersejarah dan Bermakna

29 Juni 2016   20:44 Diperbarui: 30 Juni 2016   14:16 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madiun adalah sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Timur. Madiun sendiri banyak dikenal dengan nama Madiun Kota Gadis yaitu “Perdagangan dan indutri” atau Kota Pecel. Selain itu dalam sisi kulinernya dikenal sebagai penghasil brem dan sambel pecel. Banyak yang tidak tahu ternyata Madiun memiliki banyak kesenian tradisional salah satunya adalah Kesenian Dongkrek. Sebuah perpaduan seni antara seni musik dan gerak tari asli dari daerah Madiun.

Seni Dongkrek lahir sekitar tahun 1867 di caruban yang saat ini berganti nama menjadi Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun. Dongkrek dipopulerkan pada tahun 1910 oleh Raden Bei Lo Prawirodipura yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa.

Konon pada sekitar tahun 1878 rakyat Mejayan terkena wabah penyakit mematikan. Rakyat menderita sakit setiap hari bahkan sampai merenggut korban jiwa secara mendadak. Dalam kebingungannya Raden Prawirodipura (Kepala Desa) akhirnya melakukan meditasi dan bertapa diwilayah Gunung Kidul Caruban. Berharap mendapatkan petunjuk untuk menghadapi masalah yang dihadapi warga didesa yang dia pimpin. Dalam meditasi dan bertapanya Raden Prawirodipuro akhirnya mendapatkan wangsit (pencerahan) untuk membuat tarian atau kesenian yang mampu mengusir Balak atau musibah yang ada di Desa Mejayan, Caruban.

Wangsit tersebut menggambarkan kumpulan Dedemit atau pasukan Genderuwo yang menyerang warga atau penduduk Caruban dapat diusir dengan menggiring keluar dari desa. Akhirnya dibuatlah sebuah tarian atau kesenian yang menggambarkan isi wangsit tersebut. Tokoh dalam kesenian tersebut terdiri dari Buta (Raksasa), orang tua sakti dan dua perempuan paruh baya. Perempuan tersebut menggambarkan seorang warga yang lemah di kepung sekumpulan Buta, dan muncul lelaki tua sakti yang berhasil mengusir para Buta tersebut. Sehingga terjadi peperangan yang begitu sengit antara gerombolan Buta dan lelaki tua sakti itu. Dan pada akhirnya dimenangkan oleh laki-laki tua tersebut. Para gerombolan Buta yang kalah akhirnya menyerah dan dapat digiring keluar dari Desa caruban.

Nama dongkrek sendiri sebenarnya berasal dari suara alat musik yang digunakan, berupa bunyian “Dung” yang berasal dari beduk atau Kendang dan “Krek” yang berasal dari bunyian berupa kayu berbentuk persegi (kotak), salah satu sisinya terdapat tangkai kayu yang bergerigi sehingga saat di gesek (diputar) akan berbunyi “Krek”. Dalam perkembangannya di gunakan pula alat musik lainnya berupa Gong, Kenong, Kentongan, Kendang dan gong berry sebagai budaya yang di aliri kebudayaan islam.

mimimama.blogspot.com
mimimama.blogspot.com
Tradisi ini akhirnya menjadi ciri kebudayaan masyarakat Caruban dengan sebutan Dongkrek, yaitu suatu kesenian yang memiliki makna bahwa setiap hal jahat akan selalu kalah oleh kebaikan dan kebenaran.

Selain menjadi ciri kebudayaan, Seni Dongkrek telah merambah dunia Pendidikan. Saya tinggal di Desa Warurejo Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun. Sekolah Dasar yang terdapat di desa kami menjadikan kesenian Dongkrek sebagai salah satu alternatif kegiatan bagi siswa diluar jam sekolah atau bisa disebut kegiatan ekstrakurikuler. Tak jarang kesenian tersebut kami tampilkan didepan umum, contohnya seperti memperingati hari kemerdekaan RI atau untuk menyambut awal tahun baru masehi. Suara musiknya yang khas serta penokohan dari masing-masing karakter yang unik menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki kesenian ini. Dalam pementasannya semua tokoh menggunakan topeng sebagai penggambaran dari cerita kesenian tersebut. Topeng yang digunakan berwujud Kakek tua, Buta (Raksasa) danWanita paruhbaya. Kesenian ini terlihat sederhana tapi penuh dengan makna, penuh dengan pelajaran dan memiliki ciri khas tersendiri.

Sumber Gambar: Mimimama.blogspot.com
Sumber Gambar: Mimimama.blogspot.com
 "TOPENG PENOKOHAN DALAM SENI DONGKREK"

Kita semua menyadari bahwa negara kita memiliki banyak kesenian tradisional yang sangat memukau, tapi kita belum sadar bahwa waktu akan berjalan untuk merenggut kesenian-kesenian tersebut dari kita. Dimana saat semua itu terjadi kita hanya akan merasakan penyesalan karena berkurang atau habisnya kekayaan yang kita miliki. Kesadaran serta partisipasi dari setiap warga negara sangat dibutuhkan untuk menjaga dan melestarikan kesenian-kesenian tersebut. Karena kita tahu, banyak kesenian Indonesia yang dipelajari oleh Negara lain, bahkan sempat diklaim oleh Negara lain sebagai kesenian mereka. Kesenian kita berasal dari sejarah yang penuh makna dan perjuangan, bukanlah kesenian yang berasal dari ketidak sengajaan. Pelajari sejarah tersebut serta renungi setiap perjuangannya maka kita akan mendapat maknanya, dengan begitu kesadaran muncul dengan sendirinya dalam diri kita.

Kejarlah waktu, karena waktu tak akan pernah mengalah untuk menunggumu. Manfaatkan kesempatan karena kesempatan tak akan datang untuk kedua kalinya kepada orang yang terlena terhadap waktu. Jadi, lestarikan, jaga serta pelihara harta yang kita punya manfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan bersama.

-Mahasiswa PRODI PTE IKIP PGRI MADIUN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun