Mohon tunggu...
Rizky Kertanegara
Rizky Kertanegara Mohon Tunggu... profesional -

Dosen Ilmu Komunikasi, Pemerhati Aviasi, Pemerhati Teknologi, Pemerhati PSSI :)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Survei Capres Wacana Riil LSI Denny JA (Fakta Nyaris Literasi Politik)

24 Oktober 2013   19:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:05 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama ini, sebuah lembaga survei yakni LSI pimpinan Denny JA mempublikasikan hasil survei lapangan terbarunya mengenai calon presiden riil (nyata). Survei yang kebanyakan ditanggapi dengan nada 'nyinyir', sambil menyebut fakta bahwa LSI adalah konsultan politik partai Golkar.

Menurut saya, tidak ada yang salah dari LSI dalam menyampaikan hasil penelitiannya. Lebih-lebih, ini adalah sebuah pembelajaran atau literasi politik kepada masyarakat bahwa ada kriteria tertentu yang wajib dipenuhi untuk maju sebagai calon presiden. Adalah benar bahwa lembaga survei lain yang hanya melihat elektabilitas seorang tokoh hanya melahirkan seorang capres wacana. Kelemahan yang nyata dari pengukuran tingkat elektabilitas seseorang adalah bahwa Pemilu tidak berlangsung dalam 'ruang hampa', yang tidak mempertimbangkan fakta bahwa dalam pemilu tidak hanya dia seorang yang bertarung. Dalam hal ini, Joko Widodo selalu unggul besar dalam semua survei. Selain itu juga perlu ditambahkan, pemilik media yang berafiliasi dengan partai politik yang juga memproklamirkan sebagai capres cawapres juga hanya memberikan sebuah suguhan capres wacana.

Pembelajaran atau literasi politik dapat didefinisikan sebagai wawasan yang dimiliki oleh masyarakat dalam melihat tingkat elektabilitas yang tidak berbanding lurus dengan keterpilihannnya sebagai calon presiden. Literasi politik ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. calon presiden hanya dapat dicalonkan dari partai politik

2. partai politik yang mencalonkan tokohnya harus memiliki total suara pemilu 25%, dan atau 20% kursi DPR (presidensial threshold)

Jadi, seberapapun tingkat elektabiltas Joko Wi yang tinggi, tidak akan berguna jika ia tidak dicalonkan oleh partai politik pendukungnya. Saya justru mencurigai adalah 'hidden agenda' dibalik masifnya pemberitaan mengenai tingkat elektabilitasnya yang tinggi. Begitu juga, seberapa pun besarnya kampanye yang dilakukan korporasi media grup MNC yang berafiliasi dengan Hanura tidak berguna jika tak memenuhi ambang batas presiden.

Maka, dari hasil kuesioner LSI tersebut, tidak berlebihan jika nanti capres 2014 hanya terdiri atas tiga tokoh yang dicalonkan oleh tiga besar pemenang perolehan suara Pemilu. Menurut LSI, ketiga partai tersebut adalah Partai Golkar (20,4%), PDIP (18,7%), dan Partai Demokrat (9,8%). Dari hasil tersebut, sangat beralasan jika LSI mengasumsikan para capres pemenang pemilu berasal dari ketua umum, ketua dewan pembina, atau pemenang konvensi berdasarkan historis pemilu langsung sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, maka jika pemilu dilangsungkan saat ini tingkat elektabilitas masing-masing capres adalah Megawati Soekarno Putri (29,8%) dari PDIP, Aburizal Bakrie dari PG (28,6%), dan Dahlan Iskan dari PD (9,2%).

Suka tidak suka meskipun angkanya masih debatable, fakta yang disampaikan dari hasil survei LSI adalah sebuah literasi politik. Namun, masih ada kekurangan, jika tidak mau disebut ada yang disembunyikan, dari penelitian LSI ini. Kekurangan ini adalah poin ketiga dari literasi politik, yakni:

3. calon presiden dicalonkan bersamaan dengan calon wakil presiden.

Entah hanya melihat dari satu variabel presiden saja, entah meng-counter lembaga survei lain yang hanya melihat elektabilitas seorang tokoh, maka LSI seharusnya juga memperhitungkan calon wakil presiden dalam kuesioner penelitiannya. Karena capres tidak dicalonkan sendiri melainkan bersamaan dengan cawapres.

Menurut saya, suka tidak suka dengan publikasi LSI ini, hasil survei ini dapat menjadi tolak ukur bagi para partai kontestan pemilu, selain Golkar, untuk lebih melakukan konsolidasi. Jadi, ambillah yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun