Koran Karo Karo, Letnan Kolonel TNI-AD Kehormatan Purn, lahir pada 20 Juli 1920 di Desa Kutabuluh, dahulu ibu negeri kerajaan Sibayak dan Kerajaan Urung Kutabuluh, setelah Indonesia merdeka menjadi ibu negeri Kecamatan Kutabuluh di DATI II Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Koran Karo Karo yang semenjak anak-anak sudah terbiasa sibuk, selain bersekolah, juga selalu rajin mengikuti ayahnya, Tentu Karo Karo, sebagai 'perburu', 'perpola', ras per binaga' (pemburu hewan, celeng di hutan, pengambil air nira di pohon nira, , sekalian juga  jual beli hasil bumi), kebiasaan seperti itu berlanjut hingga Koran Karo Karo beranjak dewasa.
Koran Karo Karo tetap mengelola sekian banyak perusahaan (sarana angkutan bis umum, pompa minyak tanah, bensin, sola, minyak pelumas, eksportir sayur mayur kenegara tetangga) aktif dalam berbagai organisasi dan perjuangan, begitu juga tidak pernah ketinggalan dalam sosial kemasyarakatan, adat istiadat, budaya dan ke-agama-an.
Salah satu kepribadian Koran Karo Karo yang cukup menonjol, adalah idealismenya sebagai Pejuang 45 tetap tinggi, tidak pernah surut. Â Menurut Rupai Perangin-angin, SE (Bupati DATI II Karo, 1990), Koran Karo Karo pada satu kesempatan pertemuan, menyampaikan gagasanya,agar Bapak Bupati bersedia berkunjung ke Kutabuluh, sebab rakyat se-Kecamatan Kutabuluh telah bersiap-siap menyambut kedatangan Bapak Bupati.Â
Kesan Rupai Perangin-angin terhadap Koran Karo Karo adalah seorang pejuang yang ulet, dan selalu memiliki gagasan bagi kepentingan umum. Koran Karo Karo selalu bergiat dalam berbagai organisasi, entah dalam kemasyarakatan, dunia usaha, veteran, Angkatan 1945, demikain juga dalam soal-soal kemasyarakatan, seni budaya, dan keagamaan.Â
Penunjukan Koran Karo Karo sebagai Ketua Penasihat Jubilium 100 Tahun GBKP April 1990 menunjukkan dedikasinya dalam keagamaan/GBKP. Sebelum Koran Karo dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Koran Karo Karo sangat giat dan bekerja keras mengumpulkan dana bagi pembangunan dan penyelesaian tugu/monumen perjuangan rakyat/kesatuan TNI Sektor III di Bertah. Waktu peresmian tugu/monument itu oleh Bapak Gubernur Sumatera Utara, RI Siregar, Koran Karo Karo tidak sempat hadir, karena 2 bulan sebelumnya telah meninggal.
       Menurut Rupai, semangat juang yang tidak pernah padam dari pejuang 1945 Bapak Koran Karo Karo perlu dipedomani oleh generasi muda kita dalam partisipasi mereka untuk mengisi cita-cita kemerdekaan yang telah dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan selama perang phisik tahun 1945-1949 dulu itu.
Menurut Ingan Bakti Beru Karo Karo (adik kandung Koran Karo Karo, pensiunan Janda TNI), sebagai adik dari Alm. Koran Karo Karo, Ingan melihat Koran Karo Karo sejak kecil cukup lincah, pandai bergaul dan menjadi kesayangan ibu dan bapak, karena dia anak pertama laki-laki dan ayahpun anak tunggal laki-laki.Â
Bukti kelincahan Koran Karo Karo, pada masa kecil itu, ia dapat dikatakan setiap sore berjualan terong, cabai, dan lain-lain hasil kebun milik keluarga ke pekan sore 'Kesain Mblang Kutabuluh'. "Biar aku yang menjualkannya dan uangnya kucelengkan, jado modal nanti". Demikian pernah katanya kepada orang tua kami. Koran Karo Karo juga selalu menyertai bapak kepekan-pekan, termasuk ke Medan untuk berjualan hasil bumi yang dibawa dari Kutabuluh.
Menurut Ingan, Abang Koran Karo Karo selalu membimbing dan mendorong kami adik-adiknya, baik dalam sekolahan ataupun dalam lingkungan masyarakat. Koran Karo Karo adalah pria ber-adat, sopan, menghargai orang lain, pintar bergaul. Dalam keluarga sendiri, Koran Karo Karo tidak demokratis, tidak memaksakan suatu jurusan kepada anak-anaknya. Kalau dianggap perlu, Koran Karo Karo tidak segan-segan mendatangi sekolah tempat anaknya bersekolah.Â
Menurut Ingan, sebagai abang dia selalu jujur kepada kami adik-adiknya. Karena kamipun, tidak pernah berani membantah perkataannya. Bagi Ingan, ataupun sesame pejuang kemerdekaan, Ingan berani menyimpulkan kalau Koran Karo Karo sungguh pantas berpredikat sebagai pejuang dalam arti seluas-luasnya.