Mohon tunggu...
Rizky Karo Karo
Rizky Karo Karo Mohon Tunggu... Dosen - Profil Singkat

Saya seorang pembelajar. Seorang Muda di Fakultas Hukum di Yogyakarta, enerjik, kalem namun easygoing, sedang belajar untuk menjadi advokat yang dapat membela orang miskin, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran/keadilan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengadilan untuk Hoaks

3 Maret 2019   11:45 Diperbarui: 3 Maret 2019   12:16 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A. DEFINISI

Berita bohong atau kerap disebut HOAX.  Banyak yang mendefinisikan berita bohong atau HOAX, namun menurut hemat Penulis, hoax adalah berita yang sangat berkebalikan dengan fakta yang ada, dikemas sedemikian rupa untuk tujuan tertentu yang tidak bermartabat dan merugikan orang lain serta negara.  HOAX bertujuan untuk mengaburkan berita positif, untuk memecah belah bangsa, untuk tujuan lain yang tidak mulia.  HOAX harus dibasmi.

B. DASAR HUKUM TENTANG HOAX di INDONESIA
Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara hukum, amanat tegas tersebut termaktub dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Berikut adalah beberapa dasar hukum yang mengatur tentang HOAX di INDONESIA.

1. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ( UU NO. 1 TAHUN 1946). Walau sudah tua, namun KUHP ini masih dipakai di Indonesia, dan semoga saja tahun ini RKUHP segera disahkan.  Adapun delik yang tergambar dalam Pasal di UU 1/1946 ialah:

Pasal 14 ayat (1): Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun. 

Pasal 14 ayat (2): Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal 15. Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.  

Menurut hemat Penulis, perlu penafsiran lebih lanjut tentang keonaran. Jika mengacu pada KBBI, keonaran adalah membuat gaduh, gempar. Nah, gempar yang seperti apa? Menurut hemat Penulis,  gempar disini tidak harus dalam bentuk demo besar-besaran yang berisikan marah-marah. Gempar bisa berarti heboh, banyak diperbincangkan baik di sosial media internet, ataupun dimana saja diluar internet.

2.  UU ITE (UU 11/2008 jo. UU 19/2016)

UU ITE adalah UU yang bermartabat dibuat untuk melindungi masyarakat, pengusaha dari oknum yang memanfaatkan teknologi untuk perbuatan melawan hukum. Adapun delik yang termaktub dalam Pasal ialah:

Pasal 28 (1)  Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita  bohong  dan  menyesatkan  yang  mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.  Jika melanggar maka diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 45A(1) yakni Setiap Orang  yang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak menyebarkan  berita  bohong  dan  menyesatkan  yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi  Elektronik  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  28  ayat  (1)  dipidana  dengan  pidana  penjara paling  lama  6  (enam)  tahun  dan/atau  denda paling banyak Rp. 1 Miliar.

Penulis menyayangkan bahwa PENJELASAN Pasal 28 ayat (1) UU ITE hanya mengatakan CUKUP JELAS.

C. HOAX DIADILI DI PENGADILAN

Pemberantasan HOAX tidak harus menunggu aduan/laporan. HOAX sangat meresahkan, oleh karenanya harus diadili. PENULIS tidak setuju kalau HOAX diselesaikan secara RESTORATIVE JUSTICE karena: 

1. Pelaku tidak akan jera;

2. Pelaku merasa cukup minta maaf maka case closed;

HOAX yang masuk pengadilan pun juga telah memenuhi proses yang panjang, proses penyelidikan, penyidikan, P-21 dan akhirnya diperiksa di pengadilan oleh Hakim yang berjumlah ganjil. HOAX diadili - memang harus diadili. Di Pengadilan lah, jika pelaku HOAX ingin berdalih bahwa berita yang dia ujarkan, sebarkan bukan HOAX, tentu didukung dengan bukti-bukti, ahli-ahli bahasa, dan sebagainya.

D. SIAPA SAJA PELAKU HOAX

Bicara pelaku, maka diperlukan analisis hukum yang mendalam, khususnya menggunakan Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan, pembantuan melakukan tindak pidana  dan juga Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut.

Namun, yang lebih penting SARING DULU SEBELUM SHARING & jangan sampai kita menjadi penyebar HOAX.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun