1. Komunikasi antara orangtua dengan anak. Orangtua harus sedemikian rupa menggunakan handphone, mengikuti akun media sosial anak dengan akun sebenarnya sehingga aktivitas anak dapat diketahui. Sudah tidak zaman, bahwa orangtua tidak memiliki media sosial, ya minimal orangtua tersebut memiliki saudara yang dapat mengikuti aktivitas anak di media sosial. Orangtua dan anak wajib piknik dan ngobrol bareng saat piknik tersebut sehingga anak yang memiliki masalah menjadi terpecahkan.
2. Komunikasi antara orangtua dengan pihak sekolah. Orangtua wajib aware dengan kehidupan sosial, dan akademis si anak.
3. Komunikasi antara pihak sekolah dengan anak. Pihak sekolah melalui guru wajib memberikan perhatian khusus bagi anak yang dicurigai menjadi korban atau pelaku CB.
Langkah Hukum?
Jika mengacu pada UU ITE, "setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara  paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda  paling banyak Rp. 750 juta."
Sanksi pidana tersebut sudah jelas. Orangtua atau anak yang bersangkutan dapat mengadu langsung ke polisi di kantor polisi setempat dengan membawa bukti elektronik, misalnya screenshoots percakapan yang telah dicetak agar dapat diproses.
Namun, khusus bagi anak, dikenal yang namanya upaya diversi, ataupun upaya perdamaian agar anak tersebut tidak dipenjara. Salah satu syarat diversi adalah dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh anak diancam dengan pidana penjara "dibawah" 7 (tujuh) tahun.
Namun, menurut hemat Penulis, ketimbang sanksi penjara maka upaya pemulihan korban adalah penting, dan pembinaan sosial mental bagi si pelaku agar si anak jera wajib menjadi prioritas penegakan cyberbullying.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H