Mohon tunggu...
Rizky Karo Karo
Rizky Karo Karo Mohon Tunggu... Dosen - Profil Singkat

Saya seorang pembelajar. Seorang Muda di Fakultas Hukum di Yogyakarta, enerjik, kalem namun easygoing, sedang belajar untuk menjadi advokat yang dapat membela orang miskin, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran/keadilan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Alasan Hakim di Indonesia Tidak Wajib Mengikuti Putusan Hakim Terdahulu

4 Desember 2018   21:05 Diperbarui: 4 Desember 2018   21:14 2615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Hakim, Yurisprudensi & Putusan Hakim

Berdasarkan Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Definisi mengadili adalah tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 Angka 9 KUHAP ).

Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU 48/2009), definisi hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut (Pasal 1 Angka 5 UU 48/2009).

Kewajiban hakim menurut UU 48/2009 adalah

  1. Hakim wajib menjaga kemandirian peradilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Pasal 3 ayat (1) UU 48/2009).;
  2. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5 ayat (1) UU 48/2009);
  3. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum Pasal 5 ayat (2) UU 48/2009);
  4. Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 ayat (1) UU 48/2009).

Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 Angka 11 KUHAP ).

Yurisprudensi di Indonesia memiliki nilai historis, misalnya pada Pasal 22 AB (Algemene Bepalingen Van Wetgeving voor Indonesie) yang menyatakan bahwa "bilamana seorang hakim menolak menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menyebut, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut karena penolakan mengadili (Soeroso, 2006:164).

Definsi yurisprudensi menurut Utrecht sebagaimana dikutip oleh R.Soeroso adalah  jika keputusan hakim yang memuat peraturan sendiri, kemudian dijadikan pedoman oleh hakim lain, maka keputusan hakim pertama menjadi sumber hukum bagi peradilan.

B. Hakim Tidak Wajib Mengikuti Putusan Terdahulu

Yurisprudensi menurut Purnadi Purbacaraka sebagaimana dikutip oleh R.Soeroso, istilah yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia (Bahasa Latin) yang berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid), dan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan nama Judge Made Law (Soeroso,2006:159). Menurut R. Soeroso, yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang sama (Soeroso, 2006:160).

Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 50 ayat (1) UU 48/2009).

Menurut Bagir Manan, konsep kemandirian dari kekuasaan kehakiman yakni:

Kemandirian secara lembaga. Kelembagaan kekuasaan kehakiman tidak subordinat dari lembaga negara tertentu sedangkan yang digunakan adalah pemisahan kekuasaan;

Kemandirian secara individual hakim. Hakim memiliki otoritas penuh dalam memutuskan suatu perkara, termasuk menemukan, menerapkan hukum. Hakim harus diberi kemerdekaan dalam mengambil putusan yang terbaik dan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat;

Kemandirian dalam proses peradilan. Proses peradilan harus steril dari segala intervensi eksternal (Manan, 2005: 25-26).

Penulis sependapat dengan Bagir Manan, hakim dalam menjatuhkan putusan tidak boleh diintervensi oleh lembaga apapun. Hakim adalah wakil Tuhan, hakim wajib menggali untuk  memberikan putusannya yang bersifat mulia dan wajib berisikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan

Menurut Yahya Harahap sebagaimana dikutip oleh H.P. Panggabean, 3 (tiga) fungsi yurisprudensi adalah (1). Menciptakan standar hukum atau to settle law standard jurisprudence; (2). Membina terwujudnya unified legal framework, landasan hukum yang sama serta unifiedlegal opinion (keseragaman hukum); (3). Menegakan kepastian hukum & mencegah putusan bersifat disparatis (Panggabean, 2015:260).

Menurut hemat penulis, keseragaman hukum tidak bersifat mutlak mengingat bahwanya setiap sengketa perkara pidana korporasi tentu berbeda. Namun, putusan hakim terdahulu dapat dijadikan acuan/pedoman.

Menurut R.Soeroso, terdapat 3 (tiga) alasan yakni: (1). Pertimbangan Psikologis. Bahwa karena keputusan hakim memiliki kekuatan/kekuasaan hukum, terutama Keputusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maka hakim bawahan segan untuk tidak mengikuti putusan tersebut; (2). Pertimbangan Praktis. Bahwa karena dalam kasus yang sama sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu -- terlebih jika putusan tersebut sudah dibenarkan/diperkuat oleh Pengadilan Tinggi dan MA, maka akan lebih praktis jika hakim berikutnya memberikan putusan yang sama. (3). Pendapat yang sama. Bahwa dikarenakan hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan hakim lain yang lebih dahulu -- terutama jika isi dan tujuan undang-undang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sosial yang nyata pada waktu demikian -- maka sudah wajar jika keputusan hakim lain dipergunakan (Soeroso, 2006: 161-162).

Menurut hemat penulis, bahwasanya Indonesia adalah negara yang menganut civil law oleh karenanya, hakim tidak wajib mengikuti putusan hakim terdahulu. Penulis tidak sependapat dengan R.Soeroso, bahwasanya keputusan hakim dipengaruhi oleh tingkat jabatan dan hierarki pengadilan. Hakim memiliki kemandirian dalam menjatuhkan putusan. Jikalau para pihak menganggap putusan hakim tersebut tidak sesuai dengan putusan sebelumnya maka para pihak dapat mengajukan upaya hukum.

Menurut H.P. Panggabean, pada setiap yurisprudensi terdapat 3 (tiga) klasifikasi nilai (value) yakni: (1). Klasifikasi konstitutif. Yurisprudensi dalam klasifikasi konstitutif mencakup sengketa yang berkaitan dengan penegakan hukum yang bersifat nasional/global seperti hukum Hak Asasi Manusia (HAM), hukum lingkungan; (2). Klasifikasi konstruktif. Jika pada rumusan tersebut memuat unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan secara proporsional; (3). Klasifikasi sosiatif atau efektif. Berdasarkan parameter rasional, praktis dan akutal maka dapat diaplikasikan ketertiban dalam menegakan kepastian hukum dalam pergaulan masyarakat (Soeroso, 2006: 260-261).

Menurut hemat penulis, yurisprudensi ini sangat penting di Indonesia karena dapat menjadi sumber hukum atau pedoman bagi hakim lainnya untuk memberikan putusan.

Daftar Pustaka:

Manan, Bagir. (2005). Suatu Tinjauan Terhadap Kekuasaan Kehakiman Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Jakarta: Mahkamah Agung

H.P. Panggabean, H.P.. (2015). Skematik Ketentuan Hukum Acara Perdata dalam HIR. Bandung: Penerbit Alumni

Soeroso, R. (2006). Cet.VIII, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun