santri di Indonesia mengacu pada sebuah tradisi dan praktik keagamaan yang tumbuh besar di lingkungan pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang telah menjadi bagian penting dalam sejarah budaya dan sosial Indonesia. Budaya tersebut memiliki beragam nilai religius, etika, serta jalan hidup yang berdasarkan pada ajaran islam, yang dibangun melalui proses pendidikan formal di pesantren. Agama tidak hanya sekedar ajaran yang diterima oleh santri, namun juga sebagai pedoman yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Budaya santri memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan karakter masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal memahami moralitas, kedisiplinan, serta kesederhanaan. Berkaitan dengan hal tersebut, Michel Foucault melalui teorinya, terutama tentang kekuasaan/ pengetahuan dan kedisiplinan memberikan wawasan yang mendalam untuk memahami bagaimana kekuasaan dan pengetahuan dapat membentuk identitas dan budaya sosial, termasuk di dalamnya tentang budaya santri.
BudayaMelalui bukunya yang berjudul Discipline and Punish: The Birth of the Prison (1975), Foucault menyampaikan konsep tentang bagaimana kekuasaan tidak hanya terjadi melalui tindakan langsung, akan tetapi juga melalui pengaturan dan pembentukan individu melalui nilai-nilai sosial. Pada lingkup pesantren, kedisiplinan merupakan bagian yang sangat terstruktur, memiliki beragam peraturan ketat yang bertujuan untuk membentuk karakter santri. Sebagai contoh, kegiatan rutin seperti ibadah, belajar, serta pengawasan terhadap perilaku santri merupakan bentuk pengendalian tak kasat mata, namun  memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan karakter mereka (santri). Pengawasan tersebut sering kali disebut sebagai mekanisme panoptik, di mana setiap individu merasa selalu diawasi, meskipun pengawasan tersebut tidak selalu nyata (Foucault, 1975: 201). Hal tersebut tercermin dalam dunia pesantren di mana sistem pengawasan yang dilakukan oleh pengurus pesantren seperti kyai, pembina, atau pun sesama santri (biasanya santri senior), sehingga menimbulkan dorongan perilaku untuk menjaga kedisiplinan dan kesederhanaan. Foucault (1975: 204) menambahkan, kekuasaan seringkali berkaitan dengan pengetahuan, dan pengetahuan tersebut menciptakan nilai-nilai yang kemudian membentuk individu dalam bertindak dan berpikir.
Merujuk pada karyanya yang berjudul The Archaeology of Knowledge, dijelaskan bahwa pengetahuan tidak terlepas dari struktur kekuasaan yang lebih luas, yang mempengaruhi masyarakat dalam memandang sebuah kebenaran (Foucault, 1969: 10). Pengetahuan agama, dalam budaya santri, tidak hanya dipahami sebagai informasi, melainkan juga sebagai alat pembentuk perilaku dan identitas. Ilmu agama yang disampaikan di pesantren tidak hanya sebagai alat untuk memperkaya pengetahuan intelektual, namun juga sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai moral yang berfungsi untuk membimbing santri dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Proses tersebut menunjukkan bagaimana pengetahuan tentang agama berfungsi sebagai alat pembentukan diri yang dapat menciptakan identitas santri sebagai individu yang taat dan disiplin.
Foucault menambahkan tentang bagaimana sebuah lembaga mengatur individu melalui praktik-praktik sosial. Santri seringkali menjadi objek kedisiplinan seperti dalam cara berpakaian, tata krama, hingga ritual-ritual keagamaan yang harus dijalani dengan ketat. Hal tersebut berkaitan dengan konsep bio-power yang dikemukakan dalam bukunya yang bertajuk The History of Sexuality, bahwa kekuasaan dijalankan untuk mengatur kehidupan manusia, tidak hanya dalam ranah hukum atau pun politik, namun juga dalam hal kebiasaan sehari-hari (Foucault, 1976: 141). Proses tersebut dilakukan di dunia pesantren melalui pelatihan rutin yang mengatur santri agar sesuai dengan nilai agama dan nilai sosial yang dianggap benar. Kedisiplinan tersebut seolah menjadi bagian penting dalam menjaga ketertiban dan memperkuat identitas santri.
Pandangan Foucault tentang budaya santri dapat dilihat sebagai sebuah bentuk pengaturan diri yang muncul melalui hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Pesantren bukan hanya sebatas lembaga pendidikan agama, namun juga sebagai tempat di mana identitas dan moralitas dibentuk melalui mekanisme kontrol yang sangat terstruktur. Oleh karena itu, teori Foucault tentang kekuasaan, pengetahuan, dan kedisiplinan memberikan pemahaman baru terhadap bagaimana budaya santri berkembang serta berfungsi di tengah masyarakat Indonesia, serta bagaimana individu dalam budaya tersebut dibentuk melalui nilai-nilai sosial yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H