Dengan keyakinan kita bisa berharap. Dengan kekuatan kita menjadi percaya. Di depan mata kejutan telah disiapkan Tuhan. Kalau pun Tuhan memberikan hal yang tak sesuai dengan espektasi maka kita harus berserah diri. Menundukkan kepala ke bumi dan menaruh syukur hingga ke langit.
***
Kami berdua menuruni trek dengan sangat hati-hati. Kiri dan kanan, kami langsung berhadapan dengan jurang. Sedikit saja kami berdua oleng, pasti akan sangat berbahaya. Saya berjongkok ketika menuruni trek yang curam ini. Hanya dengan mengandalkan alas sepatu sebagai alat penahan supaya tidak terpeleset.
Ahmad terus saja memanggil Agung dan Rosyad. Nihil. Tidak ada jawaban. Kami semakin khawatir. Trek semakin curam. Kami berdua serasa menuruni jurang. Dari kejauhan suara air terjun nyaring terdengar. Mungkin tak jauh lagi.
Di hadapan kami berdua, tali temali menyambut sebagai alat bantu untuk turun. Bayangkan jika tak ada tali ini, kami berdua akan sangat kesulitan. Napas kembali tersengal. Ngos-ngosan. Ahmad memakai batu sebagai pancatan. Gagal. Batu tersebut malah menggelinding ke bawah. Saya menghindar. Untungnya dia masih berpegangan erat dengan tali.
Kami berdua masih meneriaki Agung dan Rosyad. Masih sama hasilnya. Ke mana mereka berdua? Tidak ada jejak yang mereka tinggalkan. Sementara semakin lama trek semakin curam. Bahkan kami harus menunduk ketika menuruni jalur karena pepohonan besar yang tumbang.
Sayup-sayup terdengar suara speaker. Semakin lama semakin dekat. Ini pertanda baik. Sejak summit tadi, Rosyad memang sengaja memasang musik sebagai penghilang rasa bosan di jalur pendakian. Dan kini suara musik itu terdengar.
"Itu suara musik. Pasti mereka berdua tak jauh dari sini," ucap Ahmad.
Ahmad lantas meneriaki mereka berdua. Saya baru saja turun dari trek yang sangat curam. Tak ada tali di sini. Perlu kehati-hatian yang luar biasa.
"Hoee ... ngapain kalian nyusul?" Terdengar suara Rosyad.