Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

#1 Gunung Kelud: Asa yang Terkumpul di Perjalanan

3 Maret 2022   09:00 Diperbarui: 4 Maret 2022   08:08 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya pacet menghisap darah kotor kita. Bagus, mengeluarkan darah kotor yang ada di dalam tubuh. Tapi melihat bekas yang ditinggalkannya, membuat risih. Darah mengalir. Dan satu lagi, pacet ini sangat sulit dilepaskan jika hanya dengan tangan kosong. Ia kalah dengan panas karena hidupnya di dunia yang lembab. Sebagai solusi, kami menggunakan rokok untuk melepaskan hisapan saudara lintah tersebut.

Pukul setengah enam sore, kami kembali melanjutkan pendakian. Hari mulai petang. Kabut mengungkung gunung. Tak ada cahaya, apalagi senja. Yang ada hanyalah hening yang tertinggal di antara lebat pepohonan.

Setengah jam berjalan, kami memutuskan berhenti sejenak di tengah jalur. Menghormati waktu magrib. Seperti kata orang tua, di waktu magrib, dianjurkan untuk tidak melakukan perjalanan. Di tengah hutan, suasana sepi. Malam sepenuhnya telah membungkus hari. Tapi kami juga melihat, di balik kabut yang mengikat hutan, ada secercah cahaya jingga. Mungkin di bawah sana senja tengah memamerkan diri.

Melihat hal tersebut, saya bisa belajar bahwa semuram apa pun hari, seburuk apa pun peristiwa, pasti ada sebilah cahaya yang nampak. Ada kebaikan, ada hikmah di balik semuanya.

Tak ada percakapan di antara kami. Hanya senter yang menjadi penerangan satu-satunya. Hingga beberapa saat kemudian, suara hewan malam mengisi kekosongan. Di tengah hutan, hanya ada kami berempat. Tak ada pendaki lain. Dingin mulai menyergap.

Pukul setengah tujuh, kami berjalan kembali. Pendakian sedikit mengalami hambatan karena banyak pepohonan yang tumbang. Akhir-akhir ini cuaca memang sedang buruk. Beberapa kali kami harus menunduk dan merangkak.. Hal ini menyulitkan karena kami membawa tas carrier. Dengan hati-hati, kami perlahan melewatinya.

Kali ini kami menghadapi trek yang semakin menanjak. Sebagai bantuan, kami harus berpegangan akar-akar pohon yang besar untuk membantu naik. Hingga pada satu kejadian, Ahmad yang berada di depan saya terpeleset ketika hendak berjalan naik. Dia berteriak. Kami semua tertuju pada Ahmad. Dia terjatuh, mengeram .....

Bersambung ... Next Part 2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun