Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Skill Kepekaan Membaca, Perlukah?

15 April 2021   07:23 Diperbarui: 15 April 2021   07:48 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skill Membaca - edited by canva

Pasti teman-teman di sini pernah membaca buku atau novel karya penulis tersohor seperti Tere Liye, Buya Hamka, Dee Lestari, Pidi Baiq, dan masih banyak lagi. Sesudah membaca karya mereka, apa yang kalian rasakan? Kesal dengan beberapa karakternya? Bahagia dengan endingnya? Senang dengan jalan ceritanya? Atau sedih karena karakter utamanya berakhir dengan kesusahan?

Eits ... jangan lupakan juga karya dari Fiersa Besari. Yang dengan permainan diksinya mampu membuat pembaca menjadi baper. Pun juga puisi-puisi Eyang Sapardi, yang selalu bisa mengetuk pintu hati. Para penulis tersebut selalu bisa mengaduk-ngaduk emosi para pembaca. Entah apa resep yang ditaburkan di setiap katanya sehingga membuat kalimat-kalimat yang terangkum menjadi indah.

Namun dari itu semua, pernahkah kalian melihat sisi lain dari tulisan-tulisan mereka? Seperti melihat makna tersembunyi dari kata atau kalimat yang mereka gunakan. Bisa juga si penulis menyelipkan kritik sosial yang terkadang luput dari perhatian pembaca. Hal itu yang menarik perhatian saya.

Ialah kepekaan membaca. Menurut saya, kepekaan membaca didapat karena dilatih terus-menerus. Kita juga tidak hanya menggunakan perasaan tapi pikiran juga diikutkan. Seperti begini, penulis A membuat novel romantis. Kita membacanya. Tapi di beberapa bagian, kita merasa aneh atau janggal ketika membacanya. Biasanya pembaca cenderung cuek menghadapinya, tetapi kita tidak. Kita malah memikirkan hal lain yang menjadi alasan mengapa si penulis menuliskan hal janggal tersebut. Setelah kita menelaah lebih jauh, kita tahu bahwa maksud si penulis ialah memberikan makna lain seperti kritik sosial mungkin.

Kemudian tentang kata yang penulis gunakan. Kita juga harus tahu, mengapa penulis menggunakan kata tersebut? Apa hal mendasar bagi penulis untuk menggunakan kata tersebut? Pastinya penulis mempunyai alasan tersendiri. Itulah yang menjadi tugas pembaca. Yang tidak hanya menikmati jalan ceritanya namun juga bisa menangkap isi tersembunyi yang disempikan penulis.

Contoh mudahnya adalah ketika belajar skill berkomedi. Ketika melihat lawakan selucu apa pun, kita tidak tertawa. Mengapa? Karena kita tidak fokus kepada leluconnya tetapi lebih terfokus tentang bagaimana cara si pelawak mengeksekusi joke atau formula apa yang digunakan si pelawak sehingga bisa menghasilkan tawa.

Bulan Ramadhan kali ini, saya mengharapkan bisa melatih skill kepekaan tersebut. Yang biasanya saya hanya menjadi pembaca biasa, perlahan saya akan belajar menjadi pembaca yang bisa peka terhadap tulisan. Tentu banyak waktu bagi saya untuk mempelajarinya. Ketimbang harus melakukan aktivitas yang membuang waktu, lebih baik memanfaatkannya untuk melatih skill tersebut.

Mengapa skill tersebut penting bagi saya? Untuk seorang yang hobi menulis, menurut saya penting. Nantinya, kita akan menjadi tahu, mengapa kita menulis kata A, dan bisa menebak respons pembaca ketika kita menulis B. Hal-hal sederhana tersebut tentunya membuat tulisan kita menjadi berbobot. Dan membuat pembaca tak hanya menurut tetapi juga terkadang harus berpikir.

Tentang kepekaan membaca, saya menyadari setelah membaca novel 'Selamat Tinggal' karya Tere Liye beberapa bulan lalu. Saya menangkap dalam beberapa kalimatnya terasa tak biasa. Saya baca berulang-ulang kalimat tersebut kok begini. Saya coba memikirkannya, mengapa si penulis asal Sumsel ini menulis hal tersebut? Ternyata di akhir novel, saya baru menangkap maknanya. Ternyata Bung Tere menyelipkan sarkasm di kalimat tersebut.

Hal itu yang saya pikirkan menjadi kekurangan saya kemudian. Kok saya tidak bisa menangkap maknanya dari awal? Apakah saya hanya pembaca asal-asalan?

Sebetulnya saya ingin melatih skill kepekaan membaca ini dari beberapa bulan lalu. Tetapi karena aktivitas yang padat, menjadi tertunda. Nah ... kebetulan Ramadhan kali ini ada beberapa buku yang masih nyaman tersegel di rak. Sembari membaca sembari juga melatih skill. Tentu itu akan menjadi pengalaman yang mengasyikkan.

Juga mengharap berkah Ramadhan. Siapa tahu, sedikit saja berkah bisa berdampak baik ke depannya. Salam hangat and happy fasting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun