Di perempatan yang tak jauh dari lokasi kejadian sedang dilaksanakan suran. Ketika sedang nyaman menikmati takir, beberapa yang lain mulai menyalakan rokok, suara itu terdengar keras. Para warga langsung melongok, mencari asal bunyi. Robi langsung bisa membaca situasi. Dia bergegas ke sumber suara, disusul teman-teman Banser yang lain. Para warga juga terlihat membuntuti di belakangnya.
"Tolong segera ambil mobil, Pak. Dia harus segera dibawa ke rumah sakit," ujar Robi kepada Pak Parijo, sesaat dia sampai di tempat kejadian.
Mobil Pak Parijo biasanya dipakai untuk mengantarkan orang sakit. Walau tak mewah, tetapi bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Robi melihat kondisi Maja tak sadarkan diri. Celana Levisnya sobek, tangan dan kakinya mengeluarkan darah. Untungnya dia memakai helm yang berhasil melindungi kepalanya dari benturan. Sebentar saja, tempat kejadian sudah dikerumuni warga. Wajah mereka tegang. Tak disangka, di tengah acara peringatan malam satu Sura, harus ada kejadian yang tak diinginkan.
Tak berselang lama, Pak Parijo sudah tiba dengan mobil Kijangnya. Empat warga termasuk Robi langsung membopong Maja ke dalam mobil lalu berangkat ke rumah sakit.
Sementara beberapa warga lain saling berbisik.
"Semoga masih bisa diselamatkan," ucap Pak Kasmadi, pedagang sayur keliling.
"Itu kan Maja yang biasa mabuk setiap malam Minggu bersama teman-temannya. Aku pernah lihat dia minum-minum di depan rumah Handi," timpal Bu Waroh yang baru datang.
"Sudah dua tahun ini lingkungan sini tak melaksanakan suran. Tahun lalu juga terjadi kecelakaan di sini, waktunya juga sama. Eh, sekarang ada lagi kecelakaan," Pak Liman menambahi.
"Itulah mengapa tradisi leluhur harus tetap dijaga," tandas Pak Tarmijo.
Mobil yang membawa Maja sudah jauh dari tempat kejadian. Para warga dusun masih mengerumuni, tak lekas meninggalkan tempat. Bahkan semakin banyak warga yang datang. Dari arah barat, seorang perempuan paruh baya datang tergopoh-gopoh. Tubuhnya gemuk dengan kipas di tangan kanan. Hidungnya kembang kempis sementara mulutnya seakan hendak mengeluarkan kalimat-kalimat bagai air bah tetapi sedikit ditahannya. Ialah Bu Ratih, biang gosip di Dusun Kecreng.