Sebagai contoh Merpati. PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang tak lagi beroperasi sejak 1 Februari 2014 karena berbagai permasalahan. Kedua anak usahanya yakni Merpati Training Center dan Merpati Maintenance Facility (MMF) masih tetap beroperasi. Bahkan, kondisi bisnis MMF terbilang cukup baik.
Justru saya melihat, mengatur lini antar-BUMN grup adalah tugas utama Kementerian BUMN yang mengatur, yang membuat regulasi mau seperti apa BUMN itu dalam berbisnis dan menjalankannya?
Apakah anak usaha dan cucu harus inline dengan bisnis induk? Atau mau dimerger lini bisnis yang sama antar-BUMN grup?
Mau ada "holdingisasi" by sector industry atau apapun kebijakannya, pemerintah yang atur. BUMN tentu nantinya akan tunduk dan patuh terhadap pemegang saham, yaitu Kementerian BUMN.
Mitigasi Risiko dan Solusinya
Semua contoh-contoh di atas mulai dari gundik sampai dengan Tauberes adalah salah satu potensi risiko (eksternalitas) negatif yang menyasar Garuda sebagai sebuah entitas bisnis karena adanya dampak dari sebuah pemberitaan yang terus menerus.
Bukannya saya anti terhadap pemberitaan ini, tentu peran media sebagai pilar demokrasi juga punya peran meletakan atau menunjang pilar good corporate governance di BUMN grup.
Hanya ada rasa kekhawatiran yang mungkin saja berlebihan, bukan kepada berita, tetapi lebih kepada sebagian opini di sosial media yang menggeneralisasi. Seperti efek bola salju yang liar di mana Garuda sebagai sebuah entitas bisnis semua salah, semua jelek. Penulis hanya ingin Garuda jangan seperti Merpati yang akhirnya berhenti beroperasi.
Mari kita tunggu bersama episode berikutnya, selain penegak hukum harus ikut menjawab ujung kasus ini adakah unsur pidana di dalamnya?
Satu hal yang krusial lagi tentu dalam konteks Garuda untuk segera ditunjuk dari kalangan orang profesional, berpengalaman, yang memiliki track record yang baik sebagai Direksi Garuda.
Unsur direksi selain dari orang eksternal, sebaiknya perlu dicoba juga memasukan orang internal perusahaan yang tahu seluk beluk Garuda dari A-Z, dari induk sampai anak usaha, agar gap informasi pembelajaran tidak membutuhkan waktu lama dalam transfer informasi.
Ke depan, kepemimpinan BUMN harus mulai mengedepankan kombinasi orang eksternal untuk membawa spirit baru dan orang internal yang memiliki pengalaman yang panjang. Harapannya tercipta harmonisasi dan kolaborasi yang baik.