Waktu itu santer tersiar kabar alasan terberat baginya pindah dari klub yang dicintainya karena manajemen Persija kesulitan mengatur keuangan, termasuk dalam membayar gaji para pemain.
Di PBR, Bepe bahkan mencetak gol ke gawang klub yang membesarkan namanya. Bepe tetap profesional, seperti tulisannya di situs pribadinya:
"Bambang Pamungkas adalah seorang pemain yang hidup dari mencetak gol. Dan akan terus berusaha sekuat tenaga untuk melakukannya. Di tim manapun ia bermain, dan melawan siapapun.
Jika gol itu bersarang ke tim yang telah membesarkan nama saya, maka hal itu hanya wujud dari sebuah loyalitas dan totalitas saya terhadap profesi saya. Tidak lebih dan tidak kurang."
Kedua, kapten di dalam dan luar lapangan. Bepe bukanlah pemain yang besar karena kontroversi. Bepe besar karena prestasi di lapangan dan juga di luar lapangan.
Malam tadi, bahkan Andritany memberikan ban kapten kembali ke Bepe ketika Bepe dimasukan di babak kedua. Sebuah sikap respek junior kepada senior. Respek tanda hormatnya para pemain kepada Bepe.
Di luar lapangan. Bepe juga teladan. 2012. Laga Persija vs Persipura di Mandala Krida Yogyakarta berakhir ricuh. Saya menjadi saksi mata langsung di lapangan bagaimana sosok Bepe yang sangat disegani oleh Jakmania termasuk suporter lawan.
Bepe berorasi menggunakan toa capo (pemimpin kelompok suporter) untuk menenangkan para Jakmania untuk jangan terpancing kericuhan dan agar keributan tidak meluas.
Kemarin di 2019, orasinya persis terulang ketika kamera televisi menyorotnya di mana Bepe meminta Jakmania yang tumpah ruah ke bawah lapangan karena kapasitas tribun yang terbatas untuk tertib tidak melebihi batas agar laga tandang menghadapi Badak Lampung FC tetap dapat berlangsung.
Itulah Bepe. Suaranya didengar sampai ke luar lapangan bahkan sampai ke Ultras Suporter negeri Jiran Malaysia. Tepat sekali pesannya, karena tidak ada satupun yang lebih berharga dibandingkan dengan nyawa, termasuk kemenangan sekalipun.Â