A.C.A.B. Nampaknya istilah ini makin hari makin akrab di telinga masyarakat Indonesia, apalagi setelah Kombes Krishna Murti yang merupakan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengunggah foto salah satu oknum The Jakmania yang memiliki tato bertuliskan A.C.A.B di tangan kanannya.
Oknum tersebut menurut informasi Krishna Murti ikut diamankan karena diduga melakukan penghinaan "hate speech" terhadap kepolisian di sosial media dan diduga turut serta melakukan pengerusakan terhadap mobil kepolisian yang sedang mengamankan laga pada saat Persija vs Sriwijaya FC bertanding dilanjutan TSC 2016, Jumat pekan lalu (24/6/2016).
Lantas apa itu A.C.A.B? All Cops Are B*st*rd. Semua aparat (khususnya polisi) itu kep*r*t. Kurang lebih begitulah terjemahan bebas dari akronim A.C.A.B. Istilah tersebut memang sebenarnya sudah lama dikenal dikalangan suporter sepakbola.
Beberapa literatur lain kemudian menyebutkan, istilah A.C.A.B telah dikenal pada era 1920-an ketika peristiwa "UK Miners' Strike", A.C.A.B adalah slogan yang digunakan para pekerja tambang yang mogok kerja.Â
Dalam tulisan London's Protest Stickers: Anti-Police, dikisahkan gerakan anti-police bahkan sudah ada sejak era polisi modern (metropolitan police) lahir pada era 1820-an. Tepatnya pada 28 Oktober 1830 di Hyde Park Corner London Inggris protes terhadap polisi sudah terus disuarakan "No New Police".
Di Inggris, di tahun 1980-an, istilah A.C.A.B makin populer setelah grup musik beraliran punk The 4 Skins menciptakan lagu dengan judul A.C.A.B pada tahun 1982. Selang 7 tahun berikutnya tepatnya di tahun 1989, grup Punk lainnya Doom juga merilis lagu yang sama dengan judul Police B*st*rd.
A.C.A.B, slogan anti-police ini seperti merupakan bentuk "perlawanan kelas" dari sipil terhadap para kepolisian yang dirasa tidak berpihak kepada mereka para demonstran justru sebaliknya lebih berada dibarisan para penguasa, pemerintah maupun land lord.Â
Padahal seharusnya seperti kata Bapak Polisi Moderen Inggris Sir Robert Peel, the police are the public and the public are the police. Itu artinya menurut penulis, polisi yang sebenarnya berasal dari masyarakat seharusnya juga bisa menjadi mitra masyarakat luas.
Namun apapun itu, penulis pribadi sangat tidak sepakat dengan istilah A.C.A.B atau simbol angka 1.3.1.2 (1=A, 3=C, 1=A dan B=2) yang sudah lama digunakan oleh para pengusungnya. Alasannya sederhana, coba jawab pertanyaan saya apakah semua polisi itu penjahat, brengsek dan kep*r*t?
Kenapa saya jawab demikian. Boleh percaya boleh tidak, 27 Mei 2010, ketika laga Persija vs Persema waktu itu berakhir, saya mulai keluar dari Gelora Bung Karno. Ketika ada seseorang yang dipukuli entah apa penyebabnya toh polisi juga yang menyelamatkan si korban dan membubarkan para pengeroyok.
Sama halnya dengan The Jakmania. Saya juga sangat yakin bahwa tidak semua The Jakmania juga bi*d*b. Anda pernah dengar Ronaldikin? Orang Bandung pecinta Persib yang mirip dengan pesepakbola dunia asal Brazil, Ronaldinho.Â
Waktu itu saya menyaksikan laga Persija vs Persib juga di Gelora Bung Karno 30 Oktober 2010. Karena wajahnya cukup populer, maka selepas laga, tiba-tiba bogem mentah dari para Rojali (Rombongan Jak Liar) bersarang diwajahnya. Tetapi toh, teman-teman The Jak juga yang akhirnya menyelamatkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H