Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Momentum Pertamina di Blok Mahakam

30 April 2015   20:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:30 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_413969" align="aligncenter" width="700" caption="Buku-buku karya nyata anak negeri (Dokpri)"][/caption]

19 Desember 2014 tahun lalu, saya berkesempatan untuk menemani rekan kerja yang ditugasi untuk membeli buku demi menambah koleksi perpustakaan kantor. Beruntung kantorku selalu menganggarkan pembelian buku setiap tahunnya, harapannya koleksi perpustakaan bertambah sehingga membuat karyawan semakin suka untuk membaca. Waktu diminta menemani membeli buku, Saya begitu antusias menyambut tawarannya. Bahkan saya boleh untuk merekomendasikan buku mana yang hendak dibeli.

Sore itu kami bertiga langsung menuju Gramedia yang ada di Plaza Semanggi, kebetulan jaraknya tidak begitu jauh dari kantor dimana kami bekerja. Di pikiran saya yang sama dengan pikiran rekan kantor, kami harus membeli buku-buku kisah sukses tokoh dalam memimpin perusahaan dan menjalankan roda bisnisnya. Prioritas kami waktu itu, tokoh dan perusahaan BUMN, rasa ingin tahu kami begitu besar tentang bagaimana negeri ini dikelola dengan baik dan sukses oleh anak bangsanya sendiri.

Senang sekali rasanya sudah bisa melihat buku-buku karya para pemimpin dan perusahaan plat merah sudah mulai dipajang di rak-rak buku yang kita bisa beli. Tentu buku-buku yang ditulis oleh Dahlan Iskan, mantan Meneg BUMN 2009-2014 paling banyak menghiasi rak-rak buku. Latar belakang wartawan membuat seorang Dahlan Iskan gemar untuk menulis dan menjadikannya buku, sebuah keteladanan yang harus ditiru oleh banyak orang. Salah satu buku Dahlan Iskan yang dibeli adalah Memasuki Era BUMN Multinational Coorporation.

Kami juga membeli buku Paradox Marketing Unusual Way to Win dan Great Spirit Grand Strategy karya Arief Yahya mantan Dirut PT Telkom Indonesia Tbk yang kini menjabat sebagai Menteri Pariwisata RI. Tak ketinggalan buku berjudul Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia karya Silmy Karim, Dirut PT Pindad (Persero) yang baru menggantikan Sudirman Said yang diangkat sebagai Menteri ESDM RI.

Buku-buku yang sudah cukup lama keluar juga kami beli, seperti bukunya Emirsyah Satar (mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Tbk) bersama Prof Rhenald Kasali yang berjudul From One Dollar to Billion Dollars Company sebuah buku yang menceritakan transformasi Garuda Indonesia. Buku dengan judul Double Track 727 kilometers terbitan Kompas juga kami beli.  Buku itu menceritakan pembangunan jalur ganda KA lintas utara Jawa setelah 150 tahun terbengkalai. Buku yang bagus karena dibangun melibatkan PT KAI (Persero).

Buku yang menceritakan kisah tentang PT Pertamina (Persero) yang berjudul Mutasi DNA Powerhouse karya Prof Rhenald Kasali juga ikut diangkut dari rak buku. Termasuk buku karya Dwi Soetjipto—Mantan Dirut PT Semen Indonesia Tbk yang kini menjadi Dirut PT Pertamina (Persero)—yang berjudul Road to Semen Indonesia: Transformasi Korporasi, Mengubah Konflik Menjadi Kekuatan. Kami ingin mendapatkan inspirasi dari semua buku-buku itu dan saya merasa bersyukur sudah banyak kisah sukses yang terjadi dari tangan-tangan anak negeri sendiri.

Blok Mahakam dan Pertamina

Buku-buku itu seolah menjawab tembok besar terkait pandangan sebagian masyarakat yang meragukan kemampuan anak negeri ini dalam mengelola sumber dayanya sendiri termasuk sumber daya alamnya termasuk Blok Mahakam. Pandangan keraguan-keraguan ini sebenarnya sejalan seperti apa yang telah dituliskan oleh Ari H Soemarno, Dirut Pertamina waktu itu dibukunya Rhenald Kasali yang berjudul Mutasi DNA Powerhouse (2008).

Ari H Soemarno yang mengutip sebuah tentang persepsi masyarakat terhadap Pertamina di tahun 2006. Survey yang dilakukan Pertamina sendiri menghasilkan beberapa kesimpulan diantaranya Pertamina adalah sarang KKN, Pertamina tidak mampu dan menimbulkan kerusakan lingkungan dan Pertamina cenderung arogan dan birokratis. Persepsi-persepsi tersebut penulis kira masih relevan hingga saat ini sehingga banyak pihak yang bertanya sanggupkah Pertamina kelola Blok Mahakam? Blok Mahakam sendiri seperti yang kita ketahui di 2017 nanti Total asal Prancis dan Inpex asal Jepang yang memiliki masing-masing saham 50% akan habis masa kontraknya.

[caption id="attachment_413970" align="aligncenter" width="230" caption="Blok Mahakam (Dok. Inpex)"]

14304010711563857121
14304010711563857121
[/caption]

Meski sudah sejak dari tahun 1967 dieksplorasi, Blok Mahakam masih memiliki potensi yang besar untuk berproduksi. Berdasarkan data Indonesia Resource Studies (IRESS) Saat ini, rata-rata produksi gas blok di Kalimantan Timur itu mencapai 2 ribu juta kaki kubik per hari (mmcfd). Sedangkan, rata-rata produksi minyak, 60 ribu barel per hari (bph). Cadangan yang tersisa pada 2017 (saat kontrak berakhir) diperkirakan sekitar 6 hingga 8 TCF (triliun kaki kubik) gas dan 100 juta barel minyak. Dengan asumsi harga gas USD 15 per mmbtu (juta british thermal unit) dan harga minyak USD 100 barel, maka potensi pendapatan kotor Blok Mahakam adalah mencapai USD 120 miliar atau sekitar Rp 1.300 triliun.

[caption id="attachment_413971" align="aligncenter" width="388" caption="Tingkat Produksi Blok Mahakam (Total EP/Jakarta Post)"]

14304011101760635472
14304011101760635472
[/caption]

Sementara itu, menurut SKK Migas (2013) kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada tahun 1967 menemukan cadangan minyak dan gas bumi di Blok Mahakam tahun 1972 dalam jumlah yang cukup besar. Cadangan (gabungan cadangan terbukti dan cadangan potensial atau dikenal dengan istilah 2P) awal yang ditemukan saat itu sebesar 1,68 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 21,2 triliun kaki kubik (TCF). Dari penemuan itu maka blok tersebut mulai diproduksikan dari lapangan Bekapai pada tahun 1974

Produksi dan pengurasan secara besar-besaran cadangan tersebut di masa lalu membuat Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar di dunia pada tahun 1980-2000. Kini, setelah pengurasan selama 40 tahun, maka sisa cadangan 2P minyak saat ini sebesar 185 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 5,7 TCF. Pada akhir maka kontrak tahun 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 TCF pada tahun 2017. Dengan asumsi yang sama, diperkirakan angkanya menyentuh lebih dari Rp 1.000 triliun. Jumlah yang sangat besar.  Bagaimana dengan Pertamina, sanggupkah?

Keraguan itu sebenarnya telah coba dijawab oleh Pertamina dengan melihat apa yang telah dikerjakan oleh Pertamina ketika pertama kali  Pertamina mengambil alih Blok West Madura Offshore (WMO) dan Offshore NorthWest Java (ONWJ) dimana Pertamina berhasil meningkatkan produksi dari 23 ribu barel per hari (bph) menjadi 40 ribu bph.

[caption id="attachment_413973" align="aligncenter" width="700" caption="Wilayah kerja Pertamina Hulu Energi di Indonesia (Dok. Pertamina Hulu Energi)"]

14304013082126822001
14304013082126822001
[/caption]

Tentu, penulis bukan orang yang anti asing. Penulis juga bukan orang yang anti pasar. Namun ketika ada kesempatan yang baik dengan cara yang baik untuk mengelola sumber daya alam sendiri oleh bangsa sendiri tentu penulis berpandangan perusahaan negara harus diprioritaskan. Saya menuliskan ini bukan karena saya merupakan staf biasa di PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) yang juga BUMN, tapi karena saya percaya Pertamina memang bisa apalagi setelah melihat kiprah Dirut Pertamina baru Dwi Soetjipto yang mampu membawa PT Semen Indonesia Tbk tempat kerjanya yang lama menjadi lebih baik.

Mengutip  apa yang dikatakan oleh Rhenald Kasali, bahwa Pertamina memiliki DNA powerhouse yang memiliki dampak lebih besar sebagai lokomotif ekonomi dengan big size dalam ukuran prioritas karyawan, pendapatan, pajak dan keuntungan produksi untuk bangsa sendiri. Pertamina juga bisa sebagai DNA iconic yang bisa dikagumi sebagai ikon sebuah bangsa yang setiap langkahnya baik maju atau mundur menimbulkan dampak yang sangat kuat bagi perekonomian suatu bangsa. DNA powerhouse akan semakin besar ketika pertamina semakin dipercaya.

Saya pikir, kita harus sudah berkaca pada best practices negara-negara yang memiliki perusahaan migas besar yang menjadi powerhouse dinegaranya sebut saja Saudi Aramco yang diawal berdirinya juga bukan punya Saudi Arabia. Atau seperti Petronas yang percaya tidak percaya pernah belajar dari Pertamina seperti yang diucapkan salah satu pendiri Petronas Tan Sri Tengku Razaleigh Hamzah. Atau seperti apa yang ditulis oleh Pria Indirasardjana (2014) dalam bukunya 2020 Indonesia dalam Bencana Krisis Minyak Nasional yang menyebutkan perusahaan-perusahaan milik negara seperti PETROBRAS sebagai BUMN Brazil yang didirikan sejak 1953 dan kini sudah memiliki cakupan bisnis di 27 negara di Afrika, Amerika Utara dan Selatan, Eropa dan Asia.

Hal yang sama seperti PETROVIETNAM yang sepenuhnya milik pemerintah Vietnam terus mencatatkan labanya di atas Pertamina, padahal baru berdiri 1977 dan pernah juga berguru di kilang Pertamina Cilacap. Kalau melihat China maka lebih dahsyat lagi, CNOOC dan CNPC adalah perusahaan migas yang menjadi langganan masuk papan atas perusahaan versi FORBES. Semua perusahaan tersebut memiliki pola yang sama, diberikan prioritas dan didukung penuh untuk mengelola apa yang ada dinegeri sendiri.

Menggandeng BUMD

Kini, per 14 April 2015, Pertamina sudah resmi ditunjuk oleh pemerintah untuk kelola Blok Mahakam. Kepastian itu setelah Sudirman Said mengirimkan surat penunjukan kepada Pertamina secara resmi. Pertamina sendiri sudah memiliki prioritas dalam mengelola Blok Mahakam. Prioritas yang pertama adalah pengembangan sektor hulu, yang dilakukan dengan eksplorasi dan produksi minyak dan gas (migas) serta panas bumi. Pengembangan tersebut dilakukan guna mendapatkan penemuan cadangan migas baru.

Prioritas selanjutnya adalah efisiensi semua lini, termasuk reformasi pengadaan minyak mentah dan produksi minyak. Kemudian, prioritas ketiga ialah peningkatan kapasitas, baik di gudang distribusi, transportasi dan marketing. Solusi dari prioritas ini yakni meningkatan storage. Namun ada prioritas yang juga perlu diperhatikan oleh Pertamina yakni memprioritaskan BUMD sebagai local content dalam participating interest pengelolaan. Mengapa perlu menggandeng BUMD?

Untuk local content dalam supply chain industri migas kita sudah memiliki peraturan TKDN sebagai payung hukum peningkatan peran nasional di industri migas. Sementara dari sisi pegawai, baik Total EP maupun Inpex di Blok Mahakam juga memprioritaskan pekerja nasional. Sementara itu, Pertamina juga harus mengandeng BUMD dalam participating interest minimal memang 10%, bagus juga jika lebih dari itu. Ada juga satu yang tidak boleh dilupakan oleh Pertamina adalah pekerja-pekerja lokal asli daerah yang harus diprioritaskan. Hal ini tentu untuk selalu menghindari apa yang selalu penulis kemukakan dalam berbagai kesempatan yakni kutukan sumber daya alam bagi daerah yang kaya akan sumber daya alam. Jangan sampai, daerah dan putra daerah tidak punya kesempatan menikmati apa yang ada didaerahnya.

Blok Mahakam adalah momentum bagi Pertamina, second chance untukmengelola migas dengan bersih, kompetitif, percaya diri, fokus pada nilai tambah, pelanggan dan kemampuan. Kesempatan ini juga momentum dalam membayar kepercayaan untuk memberikan kontribusi lebih bagi bangsa dan negara ini, untuk memprioritaskan vendor-vendor nasional dalam peralatan eksplorasi hulu maupun produk-produk nasional dalam hilirnya. Momentum mempekerjakan dan memprioritaskan pekerja lokal asli daerah lebih dari perusahaan-perusahaan lainnya. Jika ini kembali berhasil, siapa tahu kesempatan untuk mengelola blok migas lainnya terus diberikan dan diprioritaskan oleh pemerintah kepada Pertamina, dengan itu cita-cita menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi  kelas dunia dapat tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun