“Sport is unifying the world and football is leading the way”—Anonymous
Walaupun Timor Leste belum ditetapkan secara resmi menjadi anggota ASEAN, tahun 2004 menjadi tahun bersejarah bagi Timnas Sepakbola Timor Leste karena untuk pertama kalinya berpartisipasi di turnamen sepakbola negara-negara ASEAN, Tiger Cup (Asean Football Federation Cup). Meski pada kesempatan perdana tersebut Timor Leste harus puas menjadi juru kunci grup B dan harus mengakui kekalahan dari Malaysia (skor 0-5), Thailand (0-8), Filipina (1-2) dan dari Myanmar (1-3).
Pada tahun-tahun berikutnya, dengan status yang sama, non anggota ASEAN, Timor Leste juga kembali berpartisipasi di AFF Cup 2007 dan 2010. Pada tahun tersebut Timor Leste selalu kandas sejak babak penyisihan. Hal yang sama juga terjadi di AFF Cup 2012, berada satu grup dengan Myanmar, Laos, Brunei Darussalam dan Kamboja pada babak penyisihan, Timor Leste hanya mampu menempati posisi ke-3 klasemen akhir dan kembali gagal lolos ke fase grup.
Partisipasi Timor Leste di AFF Cup setidaknya memiliki beberapa pelajaran penting. Pertama, seperti adagium populer dari Ernesto Che Guevara, “Football It's not just a simple game. It’s a weapon of the revolution!”. Sepakbola dapat menjadi sarana yang efektif bagi sebuah entitas untuk berpartisipasi aktif agar diakui eksistensinya oleh negara lain, dan catatan sejarah beberapa negara dunia telah membuktikan hal tersebut.
Kedua, my game is fair play. Di dalam sepakbola, persaudaraan terjalin tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Trailer sebuah film Goal Dreams arahan sutradara Maya Sanbar dan Jeffrey Saunders yang diproduksi pada tahun 2004-2005 menggambarkan bagaimana orang-orang yang berbeda suku, agama, ras dan golongan dapat bersatu dalam Timnas Palestina yang dilatih oleh seorang kulit putih dan berbeda agama, Alfred Riedl—yang juga pernah melatih Timnas Indonesia.
Pada level antar negara, my game is fair play juga pernah terjadi. Truce atau gencatan senjata pada perang dunia pertama tahun 1914 diakui oleh sejarawan Inggris, James Taylor dimulai oleh permainan si kulit bundar, walaupun pada saat itu belum mampu melahirkan perdamaian abadi antara sekutu kontra Jerman (Randy Wirayudha, 2013). Namun perdamaian itu akhirnya terjadi di beberapa ratus tahun kemudian, diantara Timor Leste dengan Indonesia. Beberapa kali Timor Leste menjadi lawan tanding Indonesia dalamfriendly match, terakhir 14 November 2012 di Gelora Bung Karno sebelum AFF 2012 bergulir.
Dua pelajaran penting di atas menjadi sedikit bukti bahwa pengakuan eksistensi sebuah entitas dan terjadinya perdamaian pernah dimulai dari lapangan hijau. Karena di dalam sepakbola, los chicos siempre ganan, orang-orang selalu menang! Lantas bagaimana menjadikan nilai-nilai sepakbola dapat diadopsi tidak hanya oleh satu atau dua negara, melainkan ke banyak negara, termasuk bagi negara-negara anggota komunitas ASEAN 2015?
Komunitas ASEAN 2015
Roadmap komunitas ASEAN 2015 perlu dibangun di atas empat nilai sepakbola lainnya yang telah ada dalam catatan sejarah sepakbola ASEAN hingga saat ini. Pertama, antusiasme. Sepakbola adalah olahraga terpopuler di ASEAN. Hasil riset AC Nielsen pada tahun 2010 di 10 kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makasar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin) mengungkapkan persentase orang yang menonton (audience share) siaran pertandingan pada laga pertama final AFF Cup 2010 antara Indonesia versus Malaysia tanggal 26 Desember 2010 memperoleh rating 26 dan share 69,9% dan ditonton oleh sekitar 12,8 juta orang berusia 5 tahun ke atas. Sedangkan laga kedua pada 29 Desember 2010 mencapai share 65,7% dengan rating 23,1 yang ditonton oleh lebih dari 11,4 juta orang berusia 5 tahun ke atas. Share ini meningkat dibandingkan dengan semifinal AFF Cup 2008 antara Indonesia melawan Thailand yang hanya mencapai rating 9 dan share 45%.
Supporter yang datang langsung ke stadion juga memberikan banyak gambaran bahwa sepakbola menjadi olahraga terpopuler di Asia Tenggara. Bahkan antusiasme supporter ASEAN terhadap klub sepakbola lokal termasuk ke dalam 50 besar di dunia. Data statistik bola melansir untuk musim kompetisi 2010/2011, rata-rata penonton di Indonesia Super League (20 besar dunia) sebesar 11.566 per pertandingan, V-League, Vietnam (35) dengan penonton 7.298 per pertandingan, Super League Malaysia (37) dengan 6.914 penonton per pertandingan, Thai Premier League, Thailand (48) dengan 6.914 penonton 5.170 per pertandingan (Andrictg.mywapblog.com)
Maka, hampir semua literatur ilmu pengetahuan, termasuk semua ahli pemerintahan, sosial, ekonomi, pembangunan, pertahanan, marketing dan lainnya mengatakan bahwa pentingnya antusiasme masyarakat (supporter) di dalam pembangunan komunitas. Karena masyarakat adalah subjek dan aktor utama dari komunitas sama halnya di dalam demokrasi, masyarakat adalah salah satu pilarnya. Lantas, dapatkah komunitas ASEAN 2015 disambut antusias oleh masyarakat sama seperti antusiasme supporter yang menyaksikan sepakbola langsung di stadion dan seperti antusiasme supporter yang menonton dari layar kaca?
Kedua, sepakbola adalah dunia tanpa batas.Mentalitas dunia tanpa batas (borderless world) sangat diperlukan di dalam menyongsong komunitas ASEAN 2015 dan sepakbola kembali telah mengajarkan itu. Maka tak heran ketika Sinthaweechai ‘Kosin’ Hathairattanakool dan Suchao Nutnum pemain sepakbola asal Thailand yang pernah bermain di Persib Bandung begitu diterima oleh publik sepakbola Indonesia khususnya pecinta Persib Bandung. Hal yang sama juga dirasakan oleh publik Pelita Jaya Karawang yang menyambut antusias kedatangan Safee Sali yang terkenal setelah membawa Malaysia mengalahkan Indonesia di Final AFF Cup 2012. Atau seperti halnya Diogo Santos Rangel, pemain asal Timor Leste yang saat ini mulai menjadi panutan bagi publik Gresik. Hal yang sama pernah dirasakan pemain-pemain asal Indonesia seperti Bambang Pamungkas dan Elie Eiboy selama membela Selangor FC (2005-2007), Ponaryo Astaman bersama Telekom Malaka (2006-2007) atau Irfan Bachdim yang saat ini masih membela Chonburi FC Thailand juga disambut dengan antusias dan dihargai mahal selama bermain di luar Indonesia. Mampukah komunitas ASEAN dibangun dengan mentalitas ini?
Ketiga, sepakbola ASEAN didukung oleh kekuatan pasar (market-driven). Saat ini, semakin banyak perusahaan-perusahaan dari kawasan ASEAN yang menjadi sponsor klub-klub sepakbola top dunia. Beberapa diantaranya dari Indonesia yakni PT. Garuda Indonesia, Tbk yang menjadi Global Official Airline untuk tur Liverpool di Asia dan Australia, PT. Dua Kelinci untuk Real Madrid, Extra Joss (PT. Bintang Toedjoe) dengan Manchester City, PT. Multistrada Arah Sarana, Tbk dan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk dengan Manchester United, PT. Indosat, TBK dengan klub raksasa Spanyol Barcelona, terakhir pengusaha asal Indonesia Erick Thohir yang resmi memiliki saham mayoritas klub sepakbola Italia, Inter Milan.
Beberapa negara ASEAN lainnya juga telah melakukan hal yang sama. Perusahaan asal Malaysia, AirAsia bahkan mengakuisisi saham mayoritas klub sepakbola Liga Inggris Queens Park Rangers pada tahun 2011 silam. Perusahaan Malaysia lainnya seperti Telekom, Bhd juga membeli lisensi penggunaan merek Manchester United untuk penjualan produknya di Malaysia. Dari Thailand, Thaksin Sinawatra, mantan Perdana Menteri juga pernah memiliki saham Machester City pada tahun 2007 silam. Perusahaan Thailand lainnya seperti Thailand Chang Beer Thai Beverage Plc menjadi sponsor di Everton, Barcelona dan Real Madrid sedangkan Singha Beer menjadi sponsor untuk Manchester United.
Sedangkan perusahaan asal Vietnam, Vietinbank dan Bank for Investment and Development of Vietnam masing-masing telah menandatangani kerjasama sponsorship dengan Chelsea dan Manchester United. Perusahaan asal Myanmar yang memiliki produk Grand Royal Whiskey juga turut ambil bagian dengan menjadi sponsor Chelsea.
Banyaknya perusahaan-perusahaan ASEAN yang menjadi sponsor klub-klub sepakbola top dunia tentu dengan maksud saling menguntungkan. Bagi perusahaan, diharapkan penjualan produk mereka akan meningkat di pasar ASEAN, Asia-Oceania atau bahkan dunia. Sedangkan bagi sepakbola ASEAN, datangnya beberapa klub top dunia seperti Barcelona, Manchester United, Manchester City, Arsenal, Liverpool, Chelsea, Inter Milan, Valencia, Ac Milan, Timnas Belanda dan beberapa lainnya diprediksi akan berdampak positif bagi perkembangan kualitas Timnas, klub lokal dan minat masyarakat ASEAN akan sepakbola. Termasuk saat ini sudah ada beberapa akademi sepakbola klub-klub tersebut di beberapa negara ASEAN. Pertanyaan sederhana, apakah komunitas ASEAN 2015 akan didukung oleh kekuatan pasar yang saling menguntungkan?
Keempat, football is more than just a game. Sepakbola tidak hanya urusan permainan 11 melawan 11 atausupporter atau bisnis semata, namun juga akan memiliki dampak terhadap perekonomian. Adakah dampak perekonomian dari keberadaan sepakbola? Di beberapa jurnal penelitian, para ekonom telah banyak melakukan kajian terkait peranan sepakbola terhadap perekonomian. Ashton, Gerard dan Hudson (2003) menyatakan ada hubungan yang sangat kuat antara performa klub-klub sepakbola Liga Inggris dengan perubahan indeks FTSE 100 (Financial Times Stock Exchange). Duque dan Ferreira (2005) menemukan bahwa ada hubungan positif antara pendapatan harga saham dan performa Sporting Lisbon di Portugal.
Berument dan Yuncel (2005) juga mengatakan bahwa setiap kemenangan klub Fenerbahce (Turki) dalam kompetisi Eropa akan meningkatkan pertumbuhan industri dalam satu bulan sebesar 0,26%, dimana penelitian ini dilakukan menggunakan sudut pandang happiness para supporter, ketika Fenerbahce menang di kompetisi Eropa maka happiness supporter mereka meningkat, pada akhirnya meningkatkan produktifitas mereka di dalam bekerja sehingga output produksi ikut meningkat.
Lalu bagaimana dengan sepakbola ASEAN? Dalam beberapa kasus dapat dilihat terdapat dampak positif terhadap perekonomian. Seperti hasil survei lembaga AC Nielsen dimana ketika perhelatan AFF Cup 2010 digelar, belanja iklan sepanjang tahun 2010 naik 23% dengan nilai sebesar Rp60 triliun (Vivanews.com) Belum lagi nilai-nilai ekonomi yang di dapatkan oleh pemain sepakbola dan perangkat pertandingannya,event organizer termasuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang mendapatkan keuntungan ekonomi hasil penjualan pernak-pernik sepakbola, kaos bola dan merchandise. Selain memiliki dampak terhadap perekonomian, sepakbola memiliki multiplier effect non ekonomi seperti dampak terhadap happiness, sosial dan budaya masyarakat.
Memang terkadang sepakbola malah melahirkan citra negatif karena adanya perebutan kekuasaan pengurus sepakbola dan adanya gesekan antar supporter yang tentunya semua itu masih perlu dikelola dengan baik. Namun hal ini tidak mengurangi nilai-nilai positif yang ada dalam sepakbola untuk dijadikan nilai-nilai bagi komunitas ASEAN 2015 termasuk bagi perkembangan sepakbola ASEAN itu sendiri. Meski ada suara-suara sumir pesimisme terhadap sepakbola karena rendahnya peringkat FIFA dan minimnya prestasi sepakbola ASEAN, namun seperti yang sering dikatakan oleh Presiden SBY dalam menyambut komunitas ASEAN 2015, “Berhenti katakan tidak, let's do something together!”.
Pada Oktober 2014 mendatang, Indonesia, Vietnam, Myanmar dan Thailand menjadi perwakilan dari negara Asia Tenggara di AFC Cup U-19. Mari Kita doakan, khususnya Timnas U-19 Kita agar masuk 3 besar untuk mewujudkan mimpi menuju Piala Dunia U-19 di New Zealand 2015. Semoga []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H