Sumber: PT Pertamina (Persero)Â dalam Kompasiana (2014)
4. Menjaga Inflasi, Menjaga Daya Beli
Harus diakui secara jujur, kenaikan elpiji 12 Kg memiliki dampak terhadap kenaikan harga secara umum (inflasi). Seperti yang terjadi pada Januari 2014 silam ketika PT Pertamina (Persero) menaikan harga elpiji 12 Kg sekitar Rp4 ribu per Kg. Menurut analisis inflasi edisi 4 Februari 2014 oleh TPI dan Pokjanas TPID yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu RI dan Kemendagri mengungkapkan Kenaikan harga LPG 12 Kg (BBRT) mendorong peningkatan inflasi administered prices (Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks/kejutan berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, LPG, tarif listrik, tarif angkutan, dll) sehingga menyebabkan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) menyumbang inflasi sebesar 0,17% (mtm) akibat adanya price rigidity dari kenaikan harga LPG. Â
Sumber: data diolah dari harga Elpiji PT Pertamina (Persero) per 1 Januari 2014 disesuaikan dengan kenaikan harga Elpiji per 10 September 2014 sebesar 24,72%
Meski begitu, angka inflasi akibat kenaikan harga elpiji 12 Kg tidak lebih tinggi dari tekanan inflasi inti dari pelemahan rupiah dan tekanan harga pada makanan jadi dan minuman dimana Inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) bulan Januari 2014 yang mencapai 1,07% (mtm) atau 8,22% (yoy) lebih didorong dari kelompok volatile food yang mencatat inflasi sebesar 2,89% (mtm), akibat pola penurunan produksi beberapa komoditas di awal tahun yang diperburuk dengan bencana alam dan banjir. Inflasi yang lebih terjaga dari dampak kenaikan LPG juga sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Keuangan, Chatib Basri, dalam beberapa kesempatan ketika ditanyakan komentarnya mengenai kenaikan LPG 12 Kg per 10 September 2014 lalu. Chatib Basri memperkirakan angka inflasi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga elpiji hanya sekitar 0,1%.Â
Sumber:Â TPI dan Pokjanas TPID (Januari 2014)
Namun demikian, PT Pertamina (Persero) tetap melakukan langkah antisipasi untuk mengamankan pasokan dan distribusi LPG di Indonesia hal ini dilakukan untuk menjaga dampak inflasi pasca kenaikan harga Elpiji 12 Kg. Disamping itu, Pertamina juga melakukan antisipasi pengguna LPG 12 Kg yang diprakirakan akan migrasi menggunakan LPG 3 Kg bersubsidi dengan Sistem Monitoring Elpiji 3 Kg (SIMOL3K) yang diperkenalkan sekitar akhir Mei dan Juni 2014.Â
Melalui Simol3k, Pertamina menyediakan teknologi yang terintegrasi di setiap pangkalan elpiji hingga ke agen. Perangkat yang digunakan semacam global positioning system (GPS) yang bisa mendata elpiji 3 kg termasuk mengetahui dimana terjadi kelangkaan LPG, sejauh mana ketersediaan stok di pangkalan dan kebutuhan di agen. Sistem ini juga diawasi oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hal ini bertujuan agar subsidi yang diberikan pemerintah untuk Elpiji 3 Kg melalui public service obligation sekitar Rp8 ribu per Kg benar-benar tepat sasaran untuk kalangan tertentu yang daya belinya perlu dibantu.Â
5. Subdisi untuk Siapa?
Di atas Kita sudah membicarakan banyak hal mulai dari pendapatan negara yang terbatas (budget constraint), fakta pengguna LPG 12 Kg yang memang berasal dari kalangan kelas atas (upper class), realita bahwa Kita adalah importir LPG yang harga bahan bakunya tidak bisa Kita tentukan sendiri pricingnya/berapa harganya hingga prioritas subsidi yang memang ditujukan untuk kalangan tertentu.Â
Menarik memang untuk selalu membincangkan subsidi untuk siapa? Pasalnya banyak juga pendapat bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintahnya sebab mereka sudah memberikan jasanya dalam bentuk pajak dan lainnya. Namun senantiasa juga ada pertanyaan menarik apakah pendapatan pemerintah dari pajak dan pos lainnya yang diterima lalu dihitung sebagai kas negara sanggup untuk memberikan pelayanan yang sama kepada semua warga negara?Â