Masih ingat perjalanan konversi energi dari minyak tanah ke LPG? Konversi energi dari minyak tanah (kerosene) ke LPG tidak terlepas dari beban subsidi BBM (minyak tanah, premium, solar) yang dilakukan pemerintah khususnya sejak tahun 2004 yang mencapai Rp70 triliun. Dari ketiga jenis bahan bakar yang disubsidi, minyak tanah mendapat porsi terbesar sekitar 50%. Dari tahun ke tahun anggaran pemerintah semakin tinggi sementara harga minyak dunia terus naik, inilah yang menjadi latar belakang kebijakan konversi minyak tanah ke LPG. Â
Sumber: Kementerian ESDM dalam Astari Adiyawati (2008)
Berdasarkan perhitungan oleh Kementerian ESDM (Adiyawati, 2008), pemakaian 1 liter minyak tanah setara dengan pemakaian 0,57 Kg LPG. Dengan menghitung harga keekonomian minyak tanah dan LPG, subsidi yang diberikan untuk pemakaian 0,57 Kg LPG akan lebih kecil jika dibandingkan subsidi untuk 1 liter minyak tanah. Penggunaan LPG juga dipandang memiliki tingkat efisiensi yang cukup besar karena nilai kalor efektif yang lebih tinggi dibandingkan minyak tanah termasuk memiliki gas buang yang lebih bersih dan ramah lingkungan.Â
Sumber: PT Pertamina (Persero), 2009
Program konversi energi dari minyak tanah ke PT Pertamina (Persero) terbilang cukup berhasil. Hal ini dilihat dari jumlah penggunaan minyak tanah yang terus menurun sementara konsumsi LPG cenderung mengalami peningkatan. Secara umum, menuruut PT Pertamina (Persero) konversi minyak tanah ke LPG juga memiliki beberapa keuntungan diantaranya bagi menghemat pengeluaran pemerintah Indonesia sekitar USD 884 Million (net saving), menciptakan iklim investasi sekitar USD 1,4 Billion, bagi konsumen bisa menghemat sekitar 42% pengeluaran atau sekitar USD 4 setiap bulannya termasuk menurunkan efek CO2 sebesar 46,6 milion sehingga dipastikan lebih ramah lingkungan.Â
Sumber: PT Pertamina (Persero), 2009
Ada satu hal lagi yang semestinya menjadi catatan penting bahwa konversi dari minyak tanah ke LPG 3 Kg memang dikhususkan bagi kalangan tertentu, bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan daya beli yang baik.Â
Kenapa subsidi hanya untuk kalangan tertentu? Ilustrasi sederhana misalnya saja dikeluarga Kita. Ayah Kita punya pendapatan Rp3 juta per bulan. Ia punya Istri dan 2 orang anak. Selama ini Ia menanggung kehidupan istri dan anaknya. Lalu lahir anak ke-3, beban si Ayah bertambah besar, uang Rp3 juta per bulan yang tadinya dibagi untuk 4 kepala sekarang dibagi untuk 5 kepala. Bagaimana si Ayah menyiasati ini agar uang bulanan yang dihasilkan masih bisa dirasakan sama manfaatnya ketika hanya dirasakan oleh 4 kepala, sebelum anak ke 3 lahir? Si Ayah menyetop subsidi untuk anak pertama, karena kebetulan anak pertama sudah mulai bekerja dan memiliki penghasilan sendiri.Â
Begitu juga dengan Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero). Barang-barang yang disubsidi dikhususkan hanya bagi kalangan bawah yang daya belinya rendah. Kenapa hanya untuk kalangan bawah? Logikanya sederhana, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) memiliki budget constraint/keterbatasan biaya seperti halnya si Ayah yang hanya punya pemasukan Rp3 juta per bulan. Disamping itu selain untuk subsidi kepada kalangan yang daya belinya rendah, ada pos pos pengeluaran pemerintah yang juga harus diperhatikan seperti kualitas pendidikan, kesehatan jalan dan lain-lain. Apalagi pemerintah tidak hanya mengurusi 1 atau 2 kepala, ada 28,28 juta orang yang masih hidup di bawah garis kemiskinan (BPS, Maret 2014) yang memang harus diprioritaskan.Â