Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Money

Elpiji 12 Kg, Elpiji Non Subsidi

18 September 2014   19:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:19 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Elpiji 12 KG, Elpiji Non Subsidi


Sumber data: Pertamina, diolah; Sumber gambar: Jakarta Post, diolah

Elpiji 12 KG sebenarnya bukan hanya kali ini saja mengalami kenaikan. Tercatat sejak Maret 2004 ketika pemerintah menggalakan program konversi minyak tanah (kerosene) ke LPG, PT Pertamina (Persero) pernah melakukan penyesuain harga menjadi Rp3.000 per Kg atau sekitar Rp38 ribu per tabung. Penyesuain dilakukan kembali di Desember 2004 menjadi Rp4.250 per Kg atau sekitar Rp51 ribu per tabung. Penyesuain kembali dilakukan di Juli 2008 menjadi Rp5.250 per Kg atau sekitar Rp63 ribu per tabungnya. 

Kenapa PT Pertamina tidak melakukan penyesuaian harga di tahun 2005 hingga 2007? Banyak faktor yang mempengaruhi namun salah satunya disebabkan harga LPG di pasaran dunia pada tahun tersebut masih dianggap mendekati harga Elpiji PT Pertamina yang beredar di pasaran domestik. Sehingga jika Kita mengambil kesimpulan sederhana untuk menggaris bawahi harga LPG juga bisa saja bertahan atau malah turun mengikuti harga dunia seperti yang pernah terjadi pada beberapa periode (lihat gambar di bawah, perbandingan harga Elpiji PT Pertamina terhadap Bahan Baku Impor). Nanti tergantung hukum ekonomi dan hukum pasar kata para ekonom, Supply over Demand (harga turun) atau Demand over Supply (harga naik). 

Hal lainnya yang juga perlu digaris bawahi selanjutnya adalah, elpiji 12 KG adalah elpiji non subsidi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 26/2009 tentang regulasi bisnis LPG di Indonesia. Dalam pasal 25 ayat 1-2, elpiji 12 Kg (juga 50 Kg dan LPG curah/bulk) termasuk ke dalam kategori LPG Umum yang harga jualnya ditetapkan oleh badan usaha, termasuk oleh PT Pertamina (Persero) yang mengikuti harga patokan LPG, kesinambungan penyediaan dan pendistribusian serta kemampuan daya beli konsumen dalam negeri.

Menarik untuk Kita bahas satu per satu. Pertama, harga jual yang mengikuti harga patokan LPG. Seperti yang penulis kemukakan di awal, Kita adalah importir LPG, Kita tidak bisa menentukan harga sendiri karena Kita pembeli, harga LPG impor naik maka harga LPG nasional juga naik karena Kita impor, harga pasar yang saat ini berlaku bisa mencapai Rp175-185 per tabung 12 Kg, jika saat ini Elpiji 12 Kg baru berada di angka Rp120 ribu maka ada selisih yang harus ditanggung, inilah yang selama ini ditanggung PT Pertamina (Persero) dan tercatat disisi akuntansi laporan keuangan perusahaan sebagai kerugian sebuah entitas bisnis yang mencapai triliunan rupiah, ini juga yang menjadi catatan BPK dalam LHP No 06/Auditama VII/Kinerja/02/2012 tanggal 5 Februari 2013.


Sumber: Bloomberg, Nur Farida Ahniar dalam Iwan Hermawan (2014)

Untuk itulah Kita harus menyesuaikan dengan harga LPG dunia? Menurut PT Pertamina (Persero) jika Kita menyesuaikan dengan harga impor (harga keekonomian), berdasarkan harga rata-rata CP Aramco per Juni 2014 lalu yang mencapai USD891,78 per metric ton dengan kurs saat itu sebesar Rp11.453 per USD, harga LPG 12 kg saat ini seharusnya mencapai Rp15.110 per kg atau sekitar Rp 175 ribu hingga 185 ribu per tabung. Nah selama ini, harga LPG di Indonesia masih terus disubsidi oleh Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero). Menurut BPK, PT Pertamina (Persero) menanggung kerugian atas bisnis LPG 12 dan 50 Kg selama 2011 hingga Oktober 2012 sebesar Rp7,73 Triliun. Sementara itu menurut Pertamina sendiri kerugian sudah dialami sejak tahun 2009-2013 yang mencapai sekitar Rp17 Triliun.


Sumber: Saudi Aramco, diakses dari www.gasenergyaustrali.asn.au

Kedua, harga jual yang melihat kesinambungan penyediaan dan pendistribusian. Berdasarkan data PT Pertamina (Persero), perkembangan infrastruktur LPG juga terus mengalami peningkatan. Sebagai contoh storage (tempat penyimpanan LPG) juga terus mengalami peningkatan kapasitas dari 136 ribu Mton sebelum tahun 2007 menjadi 345 ribu Mton setelah 2010. Insfrastruktur lainnya juga terus mengalami peningkatan, seperti vessel, filling station dan skid tank. Sehingga menurut BPPT, diprediksi total produksi LPG diprakirakan terus meningkat dan mampu mencapai 3.8 juta ton per tahun. Namun demikian jumlah konsumsi yang melebihi kapasitas produksi menyebabkan PT Pertamina (Persero) melakukan impor LPG. Hal ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan LPG dalam negeri. Upaya menjaga kesinambungan supply LPG untuk konsumsi domestik inilah yang harus dilakukan oleh PT Pertamina (Persero). Untuk itu, khusus elpiji non subsidi perlu dilakukan penyesuaian harga berdasarkan harga keekonomian bahan bakunya. 


Sumber: PT Pertamina (Persero)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun