Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Lebih Dekat Profesor Mubyarto

30 September 2014   15:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:57 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mubyarto dilahirkan di Desa Demakijo, Sleman, Yogyakarta, 3 September 1938. Nama Mubyarto selain bermakna pengejawantahan rasa bersyukur karena lahir setelah lama orangtuanya menginginkan anak laki-laki, juga berarti perubahan raut wajah sebagai ekspresi kegembiraan. Ia menjalani masa kecilnya di Yogyakarta dengan penuh penderitaan, karena orangtuanya miskin. Ayahnya bekerja sebagai mantri pengairan. Pernah, untuk membayar uang sekolah, ibunya sampai menggadaikan kain batiknya.

Walau begitu, bagi orangtuanya, pendidikan sangat penting untuk bekal hidup anaknya. Beliau bersekolah dasar, SD di Demak, Jawa Tengah (1950), lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri III, Yogyakarta (1953); dan meneruskan jenjang pendidikannya di SMA 1 BOPKRI, Yogyakarta (1956); Setelah lulus SMA pada tahun 1956 Muby yang oleh orangtuanya dididik rajin belajar dan disiplin, masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Begitu meraih gelar sarjana ekonomi tahun 1959, ia memperoleh beasiswa dari Ford Foundation untuk mengambil gelar master of economic development di Vanderbilt University, Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1962. Tiga tahun kemudian ia berhasil mendapat gelar doktor dalam bidang ekonomi pertanian dari Iowa State University, Amerika Serikat. Disertasinya berjudul: "The Elasticity of the Marketable Surplus of Rice in Indonesia : A study in Java-Madura". Ketertarikan pada ekonomi pertanian tidak lepas dari masa kecilnya yang sudah akrab dengan lingkungan pedesaan. Gelar profesor diperolehnya pada usia 40 tahun.

Muby menikah dengan Hartati pada tahun 1965, setelah melalui masa perkenalan selama tujuh tahun. Isteri tercintanya bernama lengkap Sri Hartati Widayati, dan memiliki 4 orang anak Andianto Hidayat, Tantyarini Hidayati, Satriyantono Hidayat, Dadit Gunarwanto Hidayat. Dalam kariernya Pak Muby pernah menjadi anggota Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) pada tahun 1987. Beliau juga pernah menjadi Staf Ahli Menko Ekuin Bidang Pemerataan Pembangunan, dan Penanggulangan Kemiskinan pada tahun 1998.

Selasa 24 Mei 2005. Kabar duka itu tersiar setelah 4 hari lamanya Muby, demikian ia akrab dipanggil, dirawat di RS Sardjito, Yogyakarta. Sosok sederhana yang memasuki usia 67 tahun itu tak kuasa melawan penyakit paru-paru basah dan serangan jantung ringan yang menggerogotinya sejak lama. Kehilangan ini begitu meyayat, semangat Muby untuk menggelorakan Ekonomi Pancasila tak akan pernah padam.

Pemikiran Ekonomi Pancasila ala Mubyarto
Sejar Orde Baru 1966, selalu terjadi masalah di bidang ekonomi. Karena menurut Mubyarto (1987) bahwa masalah ekonomi adalah merupakan masalah yang paling pokok. Mubyarto menjelaskan keadaan perekonomian Indonesia pada waktu itu menurutnya betul-betul sangat menyedihkan. Inflasi luar biasa, barang-barang tidak mencukupi, rakyat harus antri untuk beli beras, beli gula, beli minyak; transportasi jelek, jalan-jalan rusak. Kondisi bangsa Indonesia yang memprihatinkan inilah yang menjadi perhatian serius seorang Mubyarto.

Pemikiran Mubyarto dilandasi oleh keprihatinannya terhadap teori-teori yang ada di Indonesia, khususnya teori Neoklasik. Dalam bukunya, Mubyarto menjelaskan bahwa teori-teori Neoklasik banyak menggantungkan pada kekuatan pasar untuk melaksanakan alokasi sumber daya dalam masyarakat yang dianggap oleh para pengamat lebih banyak menumbuhkan golongan ekonomi kuat, dan kurang mampu meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah.Mubyarto yang meminjam pendapat Keynes, mengatakan bahwa tujuan yang berbeda tidak dapat dicapai hanya dengan mengubah kebijakan dan strategi, tetapi harus dengan cara mengubah teorinya, yaitu teori ekonomi yang melandasi kebijaksanaan dan strategi ekonomi itu, maka dapat disimpulkan bahwa teori Ekonomi Pancasila—mau tidak mau—harus dikembangkan di Indonesia. Inilah mengapa menurut Mubyarto perlu ada sebuah teori baru yang berlandaskan Pancasila dan harus lebih berkeadilan sosial.

Teori Ekonomi Pancasila adalah teori asli yang didasarkan pada data-data induktif empiric Indonesia sendiri, yang menggambarkan ekonomi riil (real economic life). Teori ini tidak menyimpang dari teori ekonomi pasar, yang berarti bukan didasarkan pengaturan pemerintah atau komando negara, atau menjadikan ekonomi Indonesia sosialis/komunis sebagaimana dikhawatirkan pakar-pakar ekonomi arus utama (mainstream). Ekonomi Pancasila adalah ekonomi pasar yang berorientasi sepenuhnya pada ekonomi rakyat. Ekonomi Pancasila adalah ekonomi pasar yang Pancasilais, yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa, bermoral kemanusiaan yang adil dan beradab, bermoral nasionalisme/kebangsaan, bermoral kerakyatan, dan semuanya diarahkan pada upaya-upaya serius menuju terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Mubyarto, 2004:16).

Menurut Mubyarto, setidaknya ada lima ciri khas sistem ekonomi Pancasila sebagaimana diserap dari UUD 1945 Pasal 33, bahkan dari keseluruhan jiwa itu sendiri. Kelima ciri khas sistem Ekonomi Pancasila yang dimaksudkan Mubyarto diantaranya adalah (Mubyarto, 1987: 39):
1) Roda kegiatan ekonomi digerakan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral.
2) Ada kehendak kuat dari warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, yaitu tidak membiarkan terjadinya ketimpangan ekonomi dan sosial.
3) Dijiwai semangat nasionalisme ekonomi dan tantangannya di era globalisasi yaitu terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh dan mandiri.
4) Demokrasi ekonomi berdasarkan kerakyatan dan kekeluargaan. Dalam konteks ini, koperasi dan usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat.
5) Adanya keseimbangan yang harmonis, efisien dan adil antara perencanaan nasional dengan otonomi yang luas, bebas dan bertanggung jawab menuju terciptanya keadilan sosial.

Mubyarto dan Anak Didiknya
Pikiran-pikiran kritis dari para ekonom UGM ini, yang sebagian besar juga belajar ilmu ekonomi di AS mendapatkan sambutan dan hangat dari masyarakat Indonesia, tetapi disambut dingin oleh pakar-pakar ekonomi UI. Pakar-pakar ekonomi UGM yang waktu itu sangat kompak mendukung konsep Ekonomi Pancasila ini akhirnya tercerai berai setelah pidato kenegaraan presiden Ri 16 agustus 1981 yang menuduh para ekonom UGM mencari-cari atau pemikiran-pemikiran ekonominya dianggap ngawur atau ngalor ngidul.

Mubyarto tidak sendiri ada nama-nama seperti Poppy Ismalina (dosen Feb UGM dan PD2EB FEB UGM), Dumairy (Shariah Center FEB UGM), Edy Suandi Hamid (kini rektor UII), Endang Sih Prapti (Dosen FEB UGM), Mardiasmo (dosen feb UGM dan pajak), revrisond baswir (dosen FEB, mantan ketua Pustek pasca Pak Muby) dan ada beberapa dosen dari luar seperti Sri Edi Swasono (UI) Dawan Rahardjo dan Bayu Krisnamurthi yang juga memiliki “warna” seperti Pak Muby, termasuk dosen muda Mas Awan Santosa yang kini aktif di Mubyarto Institute dan merintis sekolah pasar di Yogyakarta.

Pemikiran Mubyarto adalah satu hal yang berharga yang harus disyukuri. Karena menurut seorang dosen, ilmu pengetahuan akan berkembang ketika ada sebuah diskursus antara tesis-hipotesis dan antithesis antara satu dengan lainnya. Setidaknya pemikiran seorang Mubyarto menambah khasanah ilmu pengetahuan ekonomi diantara pro dan kontranya. Adu argumentasi ini juga lazim di manapun. Coba simak ulasan sebuah media ketika krisis ekonomi tahun 2008. Edisi November 2008 dari Dar Eastern Economic Review mengangkat tema besar berjudul ‘we are all Keynesians, again!” sementara edisi 15-21 November 2008, The Economist mengangkat tema “Redesigning global finance”. Kedua majalah yang menunjukan perbedaan arus pemikiran ekonomi antara Keynesian dan neo-klasik.

Kembali ke Mubyarto. Mubyarto dan rekan juga seringkali ‘disangka’ hanya bermain pada tataran teori. Namun kita tak boleh lupa, IDT atau inspres desa tertinggal adalah salah satu produk seorang Mubyarto semenjak ia menjabat di Bapennas. Memang Ia dkk tak sekedar kata.

Dibuku Teori Ekonomi dan Kemiskinan seorang Mubyarto berharap bahwa ada sisa-sisa idealisme para pakar ekonomi UGM agar dapat diandalkan. Mubyarto selalu ingat Sebuah syair (nyanyian) dari Brazil ketika memperjuangkan ekonomi Pancasila, yang oleh sebagian kalangan Mubyarto dituding hanya bermimpi indah dengan Ekonomi Pancasilanya “When we dream alone, It is just a dream, When we dream together, It is the dawn of reality.” Promotor dan pemikir Ekonomi Pancasila ini memang patut diteladani. Ia meyakini bahwa ilmuwan tidak seharusnya berdiam di menara gading. Baginya, ilmu merupakan sarana untuk memajukan umat manusia. Maka seorang Muby pun bertekad mendedikasikan hidupnya bagi kemajuan kemanusiaan, terutama bagi yang lemah, miskin, dan terpinggirkan. Lalu kini siapa yang melanjutkan cita-cita pak Muby? entahlah.

Saya pribadi tak sempat merasakan sentuhan ilmu darinya, hanya bisa menuliskan ini dari karya-karyanya yang ada di perpustakaan FEB UGM sewaktu mahasiswa dulu. Kini setelah 9 tahun dari wafatnya Pak Muby, semoga tulisan ini bisa menjadi sedikit kenangan buat Saya. Mungkin juga buat Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun