Garuda Muda akhirnya harus mengubur impian tampil di Piala Dunia U-20 New Zealand 2015 setelah dikalahkan Uzbekistan 1-3 (10/10), Australia 0-1 (12/10) dan UEA 1-4 (14/2). Wajar banyak yang kecewa terhadap hasil ini pasalnya ekspektasi publik memang begitu besar terhadap Garuda Muda terlebih setelah U-19 mengalahkan Korsel 3-2 sang juara bertahan Piala Asia dibabak penyisihan grup AFC Cup 2014 Myanmar bulan Desember 2013 silam. Ternyata bola itu memang bundar, ditengah dahaga prestasi sepakbola nasional dikancah Asia dan dunia, masyarakat Indonesia harus bisa kembali belajar menerima kenyataan pahit ini. Setidaknya ada 4 penyebab utama kegagalan Garuda Muda menurut penulis.
1. "Over Dosis" Friendly Match
Sulit untuk tidak menilai bahwa biang keladi tersingkirnya Garuda Muda dari Piala Asia U-19 adalah terlalu banyaknya friendly match. Tercatat 36 kali pertandingan persahabatan mulai tajuk Tur Nusantara I & II, Tur Timur Tengah, HBT Cup hingga Tur Spanyol yang digelar dari 3 Februari 2014 hingga 25 September 2014. Artinya Garuda muda melakoni 36 pertandingan hanya dalam kurun waktu 233 hari, kurang lebih 8 bulan. Padahal lazimnya klub-klub di Liga Eropa melakoni pertandingan sebanyak itu dalam 1 tahun, satu musim kompetisi.
2. Friendly Match Kejar Tayang
Sebenarnya angin segar pernah dihembuskan oleh Coach Indra Sjafri terhadap anak asuhnya untuk tidak menjadi individual media darling karena dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan diantara pemain yang akan berakibat menganggu keseimbangan tim. Maka tak heran ketika muncul kabar pemberitaan Evan Dimas menolak Rp300 juta untuk tampil disalah satu iklan produk. Namun rupanya pujian publik berubah tatkala pertandingan yang terbilang kejar tayang terus dan harus
dilakoni Garuda Muda. Bayangkan saja jeda 1 kadang 2 kadang 3 hari berikutnya Garuda Muda harus bertanding kembali. Apa yang dilakukan terhadap Garuda Muda bahkan melebihi laga Boxing Day di Liga Inggris. Bahkan sebagian supporter menyebutnya dengan Timnas Sirkus karena merasa empati terhadap Garuda Muda yang tenaganya diperas untuk kejar tayang ditelevisi. Hal ini juga tidak terlepas dari minimnya kompetisi kelompok umur maka seolah pelatnas jangka panjang dengan friendly match kejar tayang bisa dibenarkan, padahal tidak.
3. Konflik Kepentingan PSSI
Barangkali banyak yang belum mengetahui bahwa Garuda Muda tumbuh dan berkembang ditengah konflik para elit PSSI. Berkat arahan, kerja keras dan kesabaran Coach Indra Sjafri tim ini tumbuh berkembang dan berprestasi di HKFA 2 tahun berturut-turut dan AFF Cup U-19 2013. Garuda Muda juga telah melahirkan harapan besar terhadap sepakbola Indonesia yang minim prestasi. Namun rupanya konflik PSSI turut juga mengombang-ambing kondisi Tim salah satunya akibat kabar burung akan dicopotnya Coach Indra. Meski konflik seolah mereda namun tingkah polah PSSI baik yang lama maupun yang baru masih sama selalu membawa kepentingan politik juga motif ekonomi disetiap pertandingan Garuda Muda. Maka tak heran selalu banyak warna di PSSI. Semua yang beda warna bisa bersatu, mereka yang satu warna juga bisa berbeda kepentingan meski sama-sama mengurus sepakbola. Konflik politik dan kepentingan ekonomi yang akhirnya selalu senantiasa merugikan Timnas semua kelompok umur.
4. Ketidakprofesionalan BTN
Masih ingat Garuda Muda anak asuh coach Indra Sjafri yang gagal mengikuti COTIF Cup di Spanyol? BTN lebih memilih membentuk U-19 B dan mengirimkannya ke COTIF. Hasilnya juga tidak mengembirakan. Bagaimana bisa menggembirakan dengan sesuatu yang dibentuk secara instan? Sementara Garuda Muda dikirimkan ke HBT. Secara psikologis batal ke COTIF yang diprakirakan menjadi penyebab kegagalan Garuda Muda di HBT. Bahkan sejak saat itu banyak pengamat menilai Garuda Muda mengalami penurunan performa. Apalagi terlihat jelas BTN melalui HPU dan beberapa pelatih timnas kelompok umur berbeda dan beberapa pelatih klub diundang untuk mengevaluasi kegagalan Garuda Muda di HBT. Apakah hal tersebut tidak menimbulkan conflict of interest diantara pelatih dengan Coach IS? Selain itu, coba juga tanyakan kepada BTN berapa kali timnas kelompok umur lain melakukan uji coba? Apakah sebanyak friendly match Garuda Muda? Jika minim laga persahabatan maka benar prediksi banyak pihak bahwa Kita tidak serius mengelola Timnas kelompok umur yang lain. Disamping itu, jangan heran jika ada fenomena disaat negara lain mengikuti jadwal FIFA melakukan pertandingan internasional, Kita malah sibuk dengan liga domestik.
Penyebab kegagalan Timnas harus menjadi catatan serius khususnya bagi pihak-pihak yang paling bertanggungjawab yakni PSSI dan BTN. Sulit untuk tidak melibatkan PSSI dan BTN disetiap evaluasi kegagalan Timnas kelompok umur manapun. Jika PSSI dan BTN tidak belajar dari hal ini dan senantiasa menginginkan hal yang instan maka keinginan Indonesia tampil di level dunia hanyalah mimpi belaka. []