Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jonan Ditunggu di Terminal

11 Januari 2015   04:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:23 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_389893" align="aligncenter" width="560" caption="Ignasius Jonan dan Call Center Kemenhub 151 (Dokumentasi Kemenhub)"][/caption]

Jumat Malam selepas bekerja cari sesuap nasi, seperti biasa langkah kaki ini berjalan untuk menemui istri di antar kota antar propinsi, waktu itu masih LDR (Long Distance Relationship). Malam itu (3/5/2013), setahun lalu, nggak seperti biasanya dimana perjalanan malam itu gak naik sepur (kereta) tapi naik bis. Tiket kereta api saat itu habis. Waktu itu pilihannya banyak mau ke terminal Pulo Gadung, Lebak Bulus atau Kampung Rambutan. Setelah berhitung jarak dari kantor ke terminal, akhirnya saya memutuskan naik bis dari terminal Kampung Rambutan.

Dari kantor naik Commuter Line, lalu turun di Stasiun Tanjung Barat sembari berganti baju jadi kaos, sudah pake sendal jepit juga sebelumnya. Sepatu ditaro ditas bersama buah tangan titipan ayah ibu buat keluarga istri. Sampe diterminal, ada orang sok akrab yang menghampiri. Rupanya doi calo yang awalnya bersahabat dan awalnya biasa saja. Bayar tiket Rp165ribu katanya tempat duduk 2-2 ada AC, ada toilet. Jam 9 janjinya berangkat. Keanehan tiba setelah ada bapak dengan 2 anak yang masih kelas 4 dan 3 SD yang ingin pulang ke Boyolali dipaksa membeli tiket. Lebih anehnya lagi, ketika bis sudah datang, ternyata ada orang naik dr Lebak Bulus ke Boyolali cuman kena 70rebu. Gue kok 165 pdhl dg bis yang sama, padahal jarak saya jauh lebih dekat. Kok bisa.

Beberapa penumpang yg kena jebakan betmen dari kp.rambutan ada sekitar 4 orang, sblumnya dr lebak bulus 4 org juga. Suasana buat gue yg mencekam itu pas jam 21.30 ketika bis gak jelas dg tulisan PO bis yg gak terkenal datang, telat 30 menit dari jadwal yg dijanjikan dan fasilitas yg diluar ekspektasi. Kampret banget deh. Tp buat bapak dg 2 anak yg bersama saya kena calo sudah mencekam dari awal ketika bayar diloket PO yang tidak jelas. Bapak diancam, diintimidasi, mau pindah gak boleh, dikerubutin preman berkedok calo. Dan Saya tidak bisa berbuat apa-apa.

Pukul 21.30 kami naik ke bis. Ditemani 1 calo kernet, 1 pengamen, 1 pedagang. Rupanya semuanya bersengkongkol. Pengamen dan pedagang memaksa barang dagangannya kepada para penumpang. Si pengamen lebih konyol lagi. Belum nyanyi dah maksa minta duit. Kampretos gak tuh. 1 orang pria menuju Semarang celana robek menjadi korban pertama penawaran jam dagangannya. Diintimidasi, dan sampe dia kasih uang ke si pedagang tanpa membeli jam. Katanya si ikhlas tp dlm bayang2 intimidasi. 2 orang itu turun. Disela2 waktu itu gue coba berkomunikasi dengan penumpang yg lain. Makannya gue beberapa tahu tujuan penumpang lainnya. Dibis itu ada yg tujuan Semarang, Pekalongan, Yogyakarta dan Boyolali. It is amazing. Bagaimana mungkin satu bis berbagai tujuan. Emangnya bus study tour apa? Pasti ada yang gak beres, pikir gue waktu itu.

Eh baru ngobrol sebentar, 2 orang tadi si pengamen dan si penjual datang lagi. 1 pengamen mulai nyolek gue, kesempatan pertama dia gagal dapat duit dr gue. Alhamdulillah walau si calo dpt uang dari gue di awal krn gue lugu dengan tampang polos. Mereka berdua mulai memaksa minta uang. Padahal kalau gak maksa aja, 1000 perak mah mungkin gue kasih. Mereka colek2, minta uang. Gue sempet geli sebenernya. Krn dicolek. Tp krn mencekam, gue akhirnya mikir. Gue tunjukin aja logo Garuda yang ada ditas jinjing gue. Gue tunjukin tanpa bersuara darimana instansi gue bekerja. Disitu tertulis Republic of Indonesia. Alhamdulillah, 1 pengamen jabat tangan gue minta salaman. 1 pedagang masih penasaran. "Apaan tuh, kita mah g sekolah g ngerti apa itu republic of Indonesia". Tapi akhirnya mereka turun, mungkin mereka khawatir.

Disaat mereka turun. Disitulah gue turun juga, sudah pukul 22.00 WIB, terpaksa cari bis yang lain disekitar situ. Gue g kebayang bis cuman 8 kuota 22. Kapan jalannya kalo ngetem lama begitu. Belum lg dijalan nanti bagaimana? Gue merasa bersalah juga, pas turun g ngajak penumpang yang lain. Waktu itu posisi agak panik walau diberani beraniin. Krn sebelum naik bis, gue coba kontak temen yang berprofesi sbg polisi. 1 perwira reserse, 1 bapaknya polisi polda metro. Gak ada hubungan saudara sih. Hehee.. Tp apa salahnya dicoba. 1 gak respon, maybe lg bertugas. 1 alhamdulillah respon. Kasih nomer polisi terdekat. Dan kabar terakhir katanya sudah mau jalan menuju kp. Rambutan.

Sebelum polisi dtg. Gue sudah dibis Dewi Sri. Bis lainnya yg lebih familiar. Gue tlpn temen, jangan dilanjutin kabar polisinya. Nanti sama-sama repot. Sebelum itu, pas mau pindah bis ke Dewi Sri. Gue curhat sama Crew Dewi Sri, gue kena disitu tuh. 165 ribu tarifnya padahal di Dewi Sri cuman Rp35 ribu. Tunjukin tiket. Mereka Crew Dewi Sri marah. Dia bilang sama gue ayo diambil uangnya. Berani juga nih Crew, pikir gue. Krn gue pikir gue g mau ribut berlanjut. Gue bilang gue dah g usah dilanjutin, gue ikhlasin duit Rp165 ribunya. Eh mungkin ada yg nyelonong kali ya. Alhasil calo yg preman PO g jelas datangin gue 2 orang. 1 preman dg gaya mabok. Namanya calo, ngomognya dah kayak politisi. Pinter bener. Gue bilang lg aja gue org gak mau ribut sambil membawa terus tas Republic of Indonesia.

Terus gue dibawa ke loket mereka. Duit gue dibalikin dg dipotong sebelumnya setengahnya lebih. Dan gue "dikawal" oleh crew Dewi Sri. Terimakasih Dewi Sri... Crew Dewi Sri juga marah sama PO dan calo gak jelas sialan itu. Krn mengambil hak mereka. Sblmnya gue g boleh naik kalo belum ngambil kembali uang gue di PO g jelas. Alasannya karena khawatir Dewi Sri yg disalahin. Padahal Dewi Sri adalah PO yang punya reputasi baik, seperti PO Sinar Jaya dan PO Dedy Jaya.

Selang beberapa hari, ketika waktu balik ke Jakarta, ketika berselancar di internet sembari menunggu kereta pulang ke Jakarta, ternyata saya memang bukan korban pertama. Banyak korban yang sudah berjatuhan, dan berulang kali. Kisah ini terjadi berulang kali. Salah satu kisahnya bisa baca disini gan.

[caption id="attachment_389895" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustarsi Terminal (Dokumentasi Kemenhub)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun