Jika mendengar cabang olahraga lari 100 meter, apa yang ada di benak masyarakat Indonesia? Sprinter kulit hitam? Jamaika? Usain Bolt? Cabang olahraga yang tidak akan pernah bisa ditembus oleh Indonesia? Tidak dapat dipungkiri bahwa negara-negara Afrika dan Amerika terus mendominasi cabang lari 100 meter.Â
Sebut saja nama-nama beken seperti Usain Bolt, Yohan Blake, dan Justin gatlin merupakan "langganan" di podium teratas dalam urusan lari 100 meter. Namun di tengah hegemoni negara-negara tersebut, muncul seseorang pemuda asal Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat yang berlari bak peluru kendali di tengah lintasan atletik.
Lalu Muhammad Zohri. Namanya cukup sering didengar oleh netizen akhir-akhir ini. jika dilihat dari perawakannya, tubuhnya tidak tinggi besar seperti sprinter Jamaika. Langkah kakinya pun tidak sepanjang para pelari Amerika Serikat.Â
Namun siapa sangka, dengan kakinya yang ramping dan tubuh yang "pas-pasan", ia mampu menempuh jarak 100 meter dengan waktu 10,03 detik. "Hanya" terpaut 0,03 detik dari Justin Gatlin, Sprinter nomer 1 dunia saat ini. Yang lebih mencengangkan lagi, semua pencapaian tersebut ia capai di usianya yang masih 18 tahun.
Bagi sebagian warga Indonesia, nama Zohri sudah tidak asing di telinga mereka. Bermula dari Kejuaraan Dunia Atletik Junior 2018 yang diadakan di Tampere, Finlandia tanggal 11 Juli 2018 lalu, ia mengejutkan dunia dengan meraih medali emas serta menundukan dua pelari Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison.Â
Langkah Zohri pun berlanjut di Asian Games 2018 di mana ia berhasil meraih medali perak Bersama Bayu Rimbawan, Fadlin, dan Bayu Kertanegara di cabang olahraga lari 4x100 meter.Â
Terpaut 0,45 detik dari regu Jepang. Pencapaian tersebut terasa lebih spesial karena ia Bersama rekan-rekannya mampu memecahkan rekor nasional dengan catatan waktu 38,77 detik.
Namun Zohri tidak dapat meraih medali di nomor andalannya 100 meter. Ia finish di posisi ketujuh, sementara medali emas diraih oleh Su Bingtian, manusia tercepat di Asia. Berkaca dari kegagalan tersebut, Zohri bertekad untuk memperbaiki catatan waktunya serta lolos di kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020.
Determinasi tinggi yang ia miliki pun membuahkan hasil. Ia berhasil mengamankan tempat di Olimpiade Tokyo 2020. Pencapaian ini sekaligus menghapus dahaga akan sprinter Indonesia yang berlaga di Olimpiade internasional. Mardi lestari adalah sprinter terakhir yang dapat mengikuti Olimpiade. Kala itu, Mardi lolos ke babak semi-final di Olimpiade Seoul 1988.
Tanpa bermaksud untuk menegasikan cabang olahraga yang lain, dengan segudang prestasi yang telah dan kemungkinan akan diberikan oleh Zohri, agak aneh nampaknya jika perhatian masyarakat Indonesia terpaku pada cabang olahraga yang itu-itu saja.Â
Ada baiknya jika kita juga memperhatikan cabang olahraga yang memiliki potensi untuk mengharumkan nama Indonesia di mata dunia. Sebut saja angkat besi dimana hampir setiap penyelenggaraan olimpiade, mampu meraih setidaknya satu medali. Ataupun cabang lompat jauh dimana Maria Natalia Londa mampu meraih medali emas di Incheon 2014 lalu.
Sosok Zohri memberi harapan akan sprinter-sprinter muda yang berkualitas. Tidak hanya dari Indonesia, harapan pun datang dari Kawasan Asia yang nampaknya sudah lelah melihat dominasi negara-negara Afrika dan Amerika di cabang lari 100 meter.Â
Namun, sudah berapa banyak atlet yang mekar sebelum waktunya? Berkaca dari para atlet senior yang gagal memenuhi ekspektasi, alangkah baiknya jika kita tidak menaruh hal yang sama di kaki-kakinya yang ramping.
Zohri masih terlalu muda, masih banyak waktu yang tersedia untuk mempertajam catatan waktunya. Seorang Usain Bolt saja hanya menempati peringkat 5 di olimpiade pertamanya di Athena pada tahun 2004.Â
Oleh karena itu, melihat sikap warga Indonesia yang suka dan familiar akan hal yang instan, ada baiknya kita melakukan hal yang "tidak biasa" dan menunggu sampai Zohri dapat memaksimalkan bakat serta potensinya.
Saya yakin tentunya Zohri memiliki harapan yang tinggi terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, biarkan ia berlari sekencang-kencangnya. Tidak usah kita menambah beban dengan memberinya harapan yang berlebihan.
Lebih baik kita memberinya motivasi sembari melihat kiprahnya di Tokyo 2020 nanti. Mengutip perkataan Jenny Curan kepada tokoh Forrest Gump di film dengan judul yang sama pada tahun 1994. Run, Zohri! Run!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H