Mohon tunggu...
Healthy

Menyoal Pandangan Islam terhadap Rekayasa Genetika, Kloning Manusia dan Bayi Tabung

26 Desember 2018   07:46 Diperbarui: 26 Desember 2018   08:16 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam kutipan ayat diatas Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat, bahwa ayat tersebut menampakkan paradigma al-Qur'an tentang penciptaan manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.

Mengutip dari ayat lain yang dapat menjadi landasan persoalan kloing manusia,

"Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia" (QS. 3/Ali 'Imran: 59).

Dalam islam kita tahu bahwa proses keturunan dihasilkan dengan jalan perkawinan yang sah sesuai agama, hal ini karena dalam perkawinan terjadinya pertemuan antara dua sel yang nantinya akan memberikan identitas terhadap anak, jika dalam cloning sendiri hanya menggunakan sel tunggal dan memiliki satu DNA tunggal jadi juga dapat mengganggu persoalan waris dalam keluarga.

Namun dalam islam manusia juga diajarkan untuk tidak boleh mengingkari dan harus terbuka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam kasus cloning sendiri jika dikaji dari dua ayat diatas dan juga keterbukaan kita memahaminya dengan akal maka kita dapat melihat bahwa cloning juga termasuk dalam kehendak (takdir) Allah yang dikuasai manusia. Selama zat yang direkayasa  atau digunakan (sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi) masih turun dari Allah maka itu tidak menyalahi agama.

Sama halnya seperti bayi tabung, dalam tujuannya tindakan ini bisa disebut juga dengan ikhtiar bagi pasangan yang belum mampu memiliki keturunan dan hukumnya menjadi mubah. Namun, sesuai dengan Fatwa MUI, bayi tabung yang berasal dari sel pasangan suami istri yang sah namun dititipkan kedalam rahim wanita lain maka hukumnya jadi haram.

Selain hal diatas, melakukan bayi tabung karena ikhtiar, hal ini juga harus dilakukan atas persetujuan suami istri dan juga tidak boleh dilakukan karena keinginan, misalnya karena menginginkan jenis kelamin anak dan sebagainya.

Jadi sudah jelas mengenai rekayasa genetika serta pandangan islam mengenai hal tersebut. Yang terpenting adalah kita sebagai umat islam dapat memahaminya sebagai kemajuan ilmu dengan akal dan pemikiran terbuka dan tidak pula mengurangi keimanan kita di samping berbagai hal-hal positif dan negatif yang dapat ditimbulkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun