Mohon tunggu...
Rizky Ayaturahman
Rizky Ayaturahman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Psikologi UIN Malang

Menulis karena ingin menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Yuk Kenali Gejala dan Cara Mengobati Gangguan Obsesif Kompulsif

9 Desember 2019   07:58 Diperbarui: 11 Desember 2019   18:54 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering merasa bahwa kompor atau lampu belum dimatikan, bahkan sering bolak-balik mengecek pintu rumah atau kosan yang sebenarnya sudah terkunci? Mencuci tangan berulang-ulang bahkan sampai menyikatnya ketika mau makan dan setelah makan?

Merasa kesal ketika barang-barang yang telah kamu rapihkan diubah posisinya oleh orang lain? Dan memiliki perilaku mengumpulkan barang-barang bekas yang Anda temukan di jalanan?

Kalau iya, kemungkinan kamu mengalami apa yang dinamakan sebagai Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD). Gangguan yang disebabkan oleh terganggunya pikiran seseorang dan menimbulkan rasa gelisah, merasa cemas, khawatir, dan melakukan suatu hal yang sama secara berulang-ulang.

Dalam kriteria DSM-V, Gangguan Obsesif Kompulsif didefinisikan sebagai pemikiran, dorongan, atau gambaran-gambaran yang mengganggu, tidak diharapkan, dan terjadi secara terus-menerus disertai timbulnya kecemasan.

Gangguan Obsesif Kompulsif terdiri dari dua pola yaitu obsesi dan kompulsi. Obsesi merupakan sejumlah pikiran yang bersifat kontinu dan menganggu, menyebabkan kecemasan dan individu yang mengalami tidak memiliki daya untuk mengendalikan pikiran yang mengganggu tersebut.

Sedangkan kompulsi merupakan sejumlah dorongan yang ada pada individu, namun individu tidak dapat menolak untuk berperilaku sehingga menuruti dorongan itu secara berulang seperti mengecek pintu, mematikan lampu, sampai mencuci tangan.

Individu yang memiliki obsesif kompulsif tidak merasa nyaman dan tenang dalam kehidupan sehari-harinya.

Sebagai contoh, individu yang mengalami OCD dapat menghabiskan waktu percuma, disebabkan karena mengecek pintu secara berulang-ulang ketika akan meninggalkan rumah atau kosannya, namun setelah memastikan pintu telah terkunci ia pun masih merasa ragu.

Contoh tersebut dapat mengakibatkan penderita mengalami keterlambatan, membuang waktu, dan bahkan dapat merugikan orang lain. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan tersebut, tentunya perlu adanya pengobatan sehingga dapat menyembuhkan atau setidaknya mengurangi gejala OCD yang dimiliki seseorang.

Teknik yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD), salah satunya adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). 

Menurut Somers & Queree dalam (Novitasari, 2013), pengembangan CBT menggunakan pendekatan perilaku dan kognitif, sehingga pada penerapannya lebih menekankan intervensi terhadap perilaku dan kognisi.

Pada aspek perilaku, CBT mengarahkan penderita untuk mempelajari perilaku dan cara mengatasi segala sesuatu yang mengganggu.

Sedangkan pada aspek kognitif, CBT menekankan tentang bagaimana sudut pandang dan cara berpikir tentang suatu kejadian. Memperbaiki distorsi kognitif yang menyebabkan emosi negatif muncul.

Cognitive Behavior Therapy CBT dapat mengubah pemikiran negatif yang dimiliki penderita OCD menjadi pemikiran yang bersifat positif, mengkondisikan kecemasan yang ada (Anisa, 2016).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suryaningrum (2013), CBT efektif untuk mengubah pemikiran obsesif yang irasional menjadi rasional, turunnya keteganagan, dan perilaku kompulsif yang menurun. Teknik-teknik dalam terapi CBT guna mengurangi OCD pada dasarnya dapat diterapkan oleh penderita secara mandiri tanpa bantuan terapis secara terus-menerus.

Sebagai contoh kasus, penggunaan Cognitive Behavior Therapy (CBT) terhadap seseorang yang mengalami OCD perilaku tentang kebersihan yang berlebih, seperti piring atau gelas yang harus benar-benar bersih tanpa ada noda sedikitpun.

Adapun teknik-teknik dalam Cognitive Behavior Therapy (CBT) guna mengurangi gangguan tersebut terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: (1) Relaksasi Imagery, (2) Restrukturisasi Kognitif, (3) Eksposur.

Pertama relaksasi imagery, penderita diminta untuk duduk pada posisi ternyaman, kemudian menghirup udara (bernafas) sedalam-dalamnya dan dihembuskan memalui mulut (dilakukan sebanyak 3X).

Selanjutnya melakukan relaksasi imagery dengan cara memejamkan mata dan membayangkan sedang berada di suatu tempat yang dianggap sebagai tempat ternyaman. 

Kedua restrukturisasi kognitif, yaitu menentang distorsi bahwasanya ketika piring atau gelas terkena cipratan tidak mengindikasikan bahwa makanan atau minuman didalamnya juga kotor dan tidak sehat.

Langkah ketiga eksposur, di mana penderita dihadapkan langsung pada sumber atau hal yang menyebabkan kecemasan seperti makan dengan piring yang terkena cipratan. Eksposur bertujuan untuk mengurangi kecemasan ketika berhadapan dengan sumber kecemasan.

Daftar Pustaka

Anisa, A. (2016). Terapi Perilaku Kognitif untuk Menangani Gangguan Obsesif: Studi Kasus. SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY (pp. 62-68). Malang: Psychology Forum UMM.

Association, A. P. (2013). Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorder Edition "DSM-5". Washington DC: American Psychiatric Publishing.

Davison, Neale, & Kring. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hartono, & Soedarmadji, B. (2015). Psikologi Konseling. Edisi Revisi. Jakarta: Prenada Media.

Nevid, Rathus, & Green. (2003). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Novitasari, Y. (2013). Penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah. Tesis, 28-29.

Suryaningrum, C. (2013). Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun