Halo teman -- teman semua. Apa kabar nya nih? Semoga selalu sehat yaa.
Okey, kali ini aku bakal ngebahas tentang apa yaa kira-kira? Agaknya udah banyak hal yaa yang pernah aku tulis di blog kompasiana ini. Sampe bingung perlu nulis apalagi yaa wkwkw.
Nah, berhubung aku habis ada kegiatan coblosan, aku bakal ceritain singkat yaa tentang pengalaman pertama aku. Karena bisa dibilang baru legal, baru dapet KTP juga, jadi yaa ini pertama kali nya buat aku.
Selain ada cerita singkat tentang coblosan di desa, aku juga bakal masukin hasil wawancara juga tentunya. Narasumber wawancara kali ini adalah  Pak Yan yang juga seringkali di panggil dengan sebutan Cak Yan. Beliau adalah salah satu warga yang juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan Pemilihan Umum. Dan ternyata dulu beliau pernah dicalonkan atau menyalonkan diri juga untuk menjadi Kepala Desa.
Okey, daripada kelamaan nunggu, langsung aja sikaatt
Pertama-tama, rasanya ga afdol kalo kita bahas tentang pemilihan umum atau coblosan, tanpa ngejelasin definisi dan juga latar belakang nya yaa. Ya mungkin beberapa dari reader yang tercinta kek uda jago banget lah ya pengetahuan seputar pemilihan umum ini. Pembukaan ini tetep harus kalian baca yaa, gaboleh di skip karena aku bakal nambahin insight baru tentang sejarah lahirnya pemilihan umum pertama di Indonesia.
Pemilihan Umum atau yang lumrah disebut dengan pemilu ini mempunyai arti proses pemilihan pemimpin yang bertujuan untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat, demokratis
Menurut Undang -- Undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum telah menetapkan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilihan umum yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil partai politik peserta pemilihan umum dan wakil pemerintahan.
Jadi, pada intinya Pemilihan Umum adalah sistem untuk memilih pemimpin mana yang dikehendaki para rakyat melalui suara terbanyak yang di laksankan oleh KPU atau Komisi Pemilihan Umum. Masyarakat Indonesia sering menyebutnya dengan coblosan. Dimana rakyat pergi ke tempat yang telah ditentukan (biasanya balai desa) dengan membawa kartu identitas yang telah terdaftar, mengambil kertas suara yang berisi foto para kandidat, menuju bilik suara, mencoblos kandidat yang ingin dipilih, lalu melipat dan memasukan nya ke kotak suara. Dan yang terakhir dan identik dari setiap coblosan adalah jari kelingking kita dibubuhkan tinta biru. Apa sih gunanya tinta di tangan, kan bikin kotor aja? Nah, penggunaan tinta di kelingking seusai coblosan ini sangat berguna untuk membedakan dan mengidentifikasi siapa yang sudah dan belum melakukan coblosan.
Terus, gimana sih awal mula lahirnya sistem pemilihan umum di Indonesia ini? Jadi, sejarah singkatnya pemilu udah pernah diadain di Indonesia, yaitu pertama kali di tahun 1955 pada masa pemerintahan Orde Baru. Yang selanjutnya dilaksanakan secara rutin selama lima tahun sekali. Sehingga pemilihan umum telah dilaksanakan selama 19 kali di Indonesia. Saat itu, pemilihan pertama bertujuan untuk memilih Dewan Konstituante.
Jadi, nanti hasil coblosan atau hasil pemilu yang udah dikumpulin di kotak suara dikumpulin dan dihitung bersama secara terang-terangan dan transparan di depan umum. Sehingga kita bisa mengetahui berapa perolehan yang didapat oleh masing-masing kandidat. Dan kandidat dengan perolehan suara terbanyak lah yang menang.
Tetapi, tidak menutup kemungkinan juga bahwa bisa terjadi kecurangan. Misalnya, jumlah perolehan suara atau akumulasi suara dari semua kandidat melebihi jumlah penduduk yang hadir coblosan. Total nilai dari empat kandidat adalah 350 suara, sedangkan warga yang hadir melaksanakan pemilu hanya 300 orang. Tentunya, hal ini sudah bisa di nalar bahwa terjadi kejanggalan dan memungkinkan adanya indikasi kecurangan.
Biasanya jika terjadi hal seperti ini akan dilakukan pemilihan ulang. Tetapi, juga ada yang tidak melakukan pemilihan ulang karena akan memakan biaya yang lebih banyak. Dan melebihi biaya seharusnya yang telah dianggarkan.
Terus, gimana sih cerita coblosan pertama kali versi aku? Okey, aku baru mengguakan hak ku sebagai rakyat untuk memilih pertama kali sekitar bulan Maret. Kenapa pertama kali? Karena aku baru memenuhi persyaratan untuk memilih pada tahun lalu, yaitu harus berumur minimal 17 tahun. Sehingga aku baru bisa melakukan pemilu tahun ini karena pada tahun ini juga merupakan masa pergantian jabatan.
Di sini aku melakukan coblosan untuk memilih Kepala Desa. Jadi untuk coblosan Presiden masih belum pernah ya yorobun hehe. Para kandidat Kepala Desa terdiri dari empat orang yang mendaftarkan diri sebagai calon Kepala Desa. Yang salah satu calon nya merupakan wanita. Kepala Desa yang lama juga turut mendaftarkan diri lagi di pemilu kali ini. Â Hingga menghasilkan kandidat nomor satu yang menjadi pemenang atau Kepala Desa yang baru. Masa periode jabatan Kepala Desa adalah selama 5 tahun. Dan dapat menjabat kembali menjadi Kepala Desa sebanyak dua kali jabatan.
Untuk mendapat info yang lebih jelas serta pengetahuan yang bertambah, aku melakukan wawancara kepada Cak Yan sebagaimana yang sudah aku sebutkan pada intro di atas. Aku menanyakan beberapa hal seputar pemilu kepada beliau.
Untuk proses wawancara, aku mendatangi rumah beliau agar mendapatkan hasil wawancara yang baik dan jelas.
Simak hasil wawancara aku yaa !
Aku menanyakan tiga pertanyaan untuk dijwab oleh beliau, diantaranya adalah
- Pengalaman Cak Yan tentang pemilihan umum ?
Beliau sudah mengikuti beberapa kali macam pemilu. Mulai dari pemilu legislative dan presiden. Dulu untuk legislative dipilih berdasarkan nomor urut masing-masing partai. Misal, orang dengan nomor urut satu di suatu partai meskipun tidak terlalu dikenal, akan mendapat peluang lebih besar menjadi anggota DPR karena yang dipilih adalah nomor urutan awal per partai.
Yang kedua, sistem pemilihan legislative berdasarkan figure dan tidak berdasar nomor urut. Misal, Partai Golkar memiliki tujuh calon untuk wilayah A, dan hasil diperoleh berdasarkan suara terbanyak. Jadi memilih partai serta kandidat nya juga.
Bisa disimpulkan bahwa menurut cerita pengalaman beliau, terdapat dua kali perubahan sistem pemilihan legislative.
- Bagaimana kisah beliau yang dulu pernah menjadi calon Kepala Desa?
Beliau mengatakan bahwa semua pemilihan, baik pemilihan kepala desa, legislative, maupun pemilu pasti tidak lepas dari embel-embel uang. Zaman sekarang ini, modal ke-tokohan, program kerja, dan intelektual saja tidak akan bisa menang pemilu. Kecuali jika disertai dengan adanya pemberian uang dibelakang.
Narasumber mengatakan bahwa saat itu, program desa yang ditawarkan sudah sangat bagus ketimbang calon yang lain. Tetapi, dua calon yang lain menawarkan uang sedangkan narasumber saat itu tidak memberikan uang apapun dan hanya bermodalkan program kerja yang bagus.
- Bagaimana tanggapan beliau mengenai sistem pemilu di Indonesia
Sebenarnya, sistem pemilu di Indonesiea ini sudah sangat bagus. Tetapi, budaya masyarakat Indonesia yang telah mencemari kualitas sistem pemilihan. Budaya memberikan uang dibelakang seperti pertanyaan di atas sudah menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan buruk itu seperti sudah menjadi hal yang sangat lumrah dan wajar.
Hasil wawancara aku susun menjadi bentuk daftar agar memudahkan kalian membaca serta memahami. Disini tidak ada niatan untuk memberikan stigma buruk atau apapun. Semoga bermanfaat yaa !
Terima kasih udah mampir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H