Konsep Teacher Oriented ini membuat guru sebagai penguasa/raja selama proses pengajaran berlangsung dikelas. Kewenangan mutlak milik guru dan guru bebas melakukan apa saja dengan tidak memperhatikan kemauan dari peserta didik. Kritikan yang datang dari peserta didik sama sekali tidak dipedulikan.
Paulo Freire, seorang pakar pendidikan ternama Brazil di dalam tulisannya "Pendidikan Kaum Tertindas" menamakan konsep teacher oriented ini dengan istilah pembelajaran gaya bank.Â
Karena posisi guru yang mengajar layaknya seperti nasabah yang menabung uang ke bank dimana peserta didik menjadi pihak bank yang menerima tabungan ilmu dari sang guru. Uang dimasukkan ke bank dan menghasilkan bunga. Guru mengajar, murid belajar, guru menerangkan dan murid mendengarkan. Guru bertanya dan murid menjawab. Konsep tersebut tidak manusiawi (Paulo Freire:1972).
Konsep seperti ini jelas membuat belajar bukan sebagai proses belajar yang sebenarnya, tapi hanya proses pengajarannya saja, karena yang terjadi hannyalah proses transfer ilmu dari seorang guru, sedangkan murid cukup duduk saja, menyimak, menulis atau menghafal materi-materi yang dijelaskan oleh guru.Â
Adapun dampak yang dihasilkan dari pembelajaran gaya bank terhadap murid adalah hilangnya potensi yang dimiliki oleh mereka karena kesempatan untuk mengembangkan potensi, berbicara atau mengeluarkan pendapat dibatasi oleh guru. Ini adalah masalah besar yang harus diperhatikan oleh seorang para pendidik.
Maka dari penjabaran diatas kita bisa melakukan suatu perubahan atau inovasi untuk pendidikan kita dengan cara menjadikan murid sebagai subjek pendidikan (student oriented), lalu menjadikan sekolah benar-benar tempat mendidik bukan hanya mengajar materi-materi guna mengejar nilai saja. Dan seperti yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara pendidikan harus bisa meningkatkan daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif) dan daya karsa (psikomotor).Â
Ketiga daya tersebut harus tumbuh secara bersamaan tanpa ada yang dikesampingkan, karena menitikberatkan salah satu daya dapat menghambat perkembangan manusia. Dengan menumbuhkan ketiga aspek tersebut bersamaan maka proses humanisasi atau memanusiakan manusia dalam pendidikan dapat tercapai. Artinya mendidik manusia untuk mencapai kemanusiaan yang luhur tidak akan mudah goyah, haruslah bertumpu pada cipta, rasa dan karya.
Karena sejatinya Manusia adalah mahluk hidup yang dapat mengeluarkan pertanyaan, manusia mempunyai hasrat untuk untuk mengetahui segala sesuatu. Sebagaimana kita maklumi, bukankah anak kecil saja selalu bertanya tentang berbagai hal yang menarik perhatiannya, atas dasar hasrat ingin tahunya. Manusia tidak hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada diluar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri.
Referensi
Suriani, Dian Rinantasari, Achmad Siswanto, & Ahmad  Tarmiji Alkhudri. (2018). BUKU AJAR SOSIOLOGI PENDIDIKAN. PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA. Jakarta
Sztompka, Piotr. (2004). Sosiologi Perubahan Sosial. Penerbit, Jakarta: Penerbit Kencana Prenadamedia Group