Mohon tunggu...
Rizky Agung Laksono
Rizky Agung Laksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Mengenal dan Mencegah Workplace Violence: Langkah Proaktif Menuju Lingkungan Kerja Harmonis

29 Juni 2024   13:28 Diperbarui: 30 Juni 2024   15:08 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dampak Workplace Violence Bagi Pekerja

Kekerasan di tempat kerja adalah masalah besar bagi pekerja di segala bidang. Hal ini disebabkan dampak yang merugikan sangat luas pengaruhnya dari fisik hingga non-fisik. Secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu dampaknya pada individu dan dampaknya pada organisasi atau perusahaan tempat kerja itu sendiri. 

Pada individu dampaknya diantara lain adalah menggangu kesehatan fisik dan mental, menurunnya performa kerja, meningkatnya burnout dan intensi turnover pekerja. Dampak yang paling terlihat akibat dari kekerasa ditempat kerja adalah jika korban menderita cedera fisik (Kumari et al, 2020). Sebuah survei potong lintang terhadap 106 dokter korban kekerasan di tempat kerja melaporkan bahwa 56,6% kasus kekerasan mengakibatkan cedera fisik. Dari kasus-kasus tersebut, 62,3% korban mengambil cuti kerja, dan 45,4% korban tidak muncul untuk bekerja selama dua hingga tiga hari berikutnya (Reddy et al, 2019). Beberapa dokter juga mungkin menunjukkan tanda-tanda stres psikologis seperti stres pascatrauma (15,4%), kelelahan mental (42,4%), dan stres emosional (39,3%) setelah mengalami episode kekerasan (Ashton, 2018). Selain itu, hasil survei nasional Canadian Federation of Nurses Unions (CFNU) tahun 2019 yang dilakukan terhadap perawat menemukan bahwa kekerasan di tempat kerja dapat berdampak serius pada kesehatan mental perawat, termasuk stres pascatrauma, insiden depresi berat, kecemasan umum, serangan panik, dan gangguan penggunaan alkohol dengan potensi ide dan upaya bunuh diri (Stelnicki et al., 2020). Dapat dikatakan bahwa kekerasan ditempat kerja dapat memberikan berbagai efek negatif pada individu pekerja.

Kekerasan di tempat kerja secara keseluruhan dapat memberikan dampak buruk pada tingkat organisasi atau perusahaan. Konsekuensi organisasi dalam bidang pelayanan kesehatan diantaranya yaitu cedera yang mengakibatkan ketidakhadiran dari pekerjaan, penurunan produktivitas, peningkatan ketidakhadiran, penurunan moral staf, peningkatan pergantian karyawan, dan bahkan hilangnya perawat dari profesi secara keseluruhan (CFNU, 2017) Keluhan yang disebabkan oleh kekerasan mengurangi produktivitas dan kepuasan kerja, menyebabkan kelelahan dini dan hilangnya hari kerja, yang secara kolektif dapat berdampak pada seluruh sistem perawatan kesehatan (Kumari et al, 2020). Selain itu pada bidang pelayanan kesehatan, ancaman kekerasan dan intimidasi terhadap pekerja kesehatan dapat mengganggu kemampuan mereka untuk memberikan perawatan pasien yang aman dan efektif. (ICN et al., 2022). Pada kasus-kasus tertentu, tempat kerja yang mengalami budaya kekerasan dapat menimbulkan suatu protes massa dimana pekerja menyuarakan pendapat mereka terhadap perlakuan tidak adil oleh sistem. Protes massa ini biasa dalam bentuk pemogokan kerja pemogokan dapat menyebabkan hilangnya hari kerja yang sangat banyak, kekurangan staf, dan beban yang signifikan pada

Langkah Pencegahan Workplace Violence

Workplace violence adalah ancaman yang serius dan memerlukan pendekatan yang komprehensif untuk pencegahan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kekerasan di tempat kerja:

  • Kebijakan Perusahaan yang Jelas: Buat dan komunikasikan kebijakan nol toleransi terhadap kekerasan di tempat kerja. Pastikan semua karyawan memahami bahwa kekerasan tidak akan ditoleransi dan akan ada konsekuensi serius.
  • Pelatihan dan Pendidikan: Berikan pelatihan kepada karyawan tentang cara mengenali tanda-tanda awal potensi kekerasan, bagaimana menghindarinya, dan langkah-langkah yang harus diambil jika kekerasan terjadi. Pelatihan ini juga bisa mencakup manajemen konflik dan komunikasi yang efektif.
  • Prosedur Pelaporan yang Aman: Sediakan saluran pelaporan yang aman dan anonim bagi karyawan untuk melaporkan kekhawatiran atau insiden kekerasan. Pastikan bahwa laporan akan ditindaklanjuti dengan serius dan tidak akan ada pembalasan terhadap pelapor.
  • Evaluasi Lingkungan Kerja: Lakukan penilaian risiko terhadap lingkungan kerja untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Ini bisa meliputi penambahan keamanan fisik seperti kamera pengawas, penjaga keamanan, atau akses terbatas ke area tertentu.
  • Pendekatan Proaktif terhadap Konflik: Dorong budaya kerja yang positif dan mendukung di mana konflik diselesaikan secara konstruktif dan dengan segera. Pimpinan harus terlibat aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan mengatasi masalah interpersonal sebelum berkembang menjadi kekerasan.
  • Bantuan Karyawan: Sediakan program bantuan karyawan (Employee Assistance Programs, EAP) yang dapat membantu karyawan menangani masalah pribadi yang mungkin berkontribusi terhadap perilaku kekerasan.
  • Respons Krisis: Siapkan rencana tanggap darurat untuk menghadapi insiden kekerasan. Ini termasuk prosedur evakuasi, komunikasi darurat, dan koordinasi dengan penegak hukum.
  • Pemantauan dan Evaluasi Berkala : Secara rutin evaluasi dan revisi kebijakan dan prosedur untuk memastikan efektivitasnya. Libatkan karyawan dalam proses ini untuk mendapatkan umpan balik dan memastikan pendekatan yang diambil relevan dan efektif.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, perusahaan tidak hanya dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan mendukung, tetapi juga secara signifikan mengurangi risiko terjadinya kekerasan di tempat kerja, serta meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan karyawan secara keseluruhan. Selain itu, langkah-langkah ini membantu membangun budaya kerja yang positif, produktif, dan berkelanjutan.

Referensi

Damopoli, R. F. . A. . M. D. . D. (2019). Hubungan Kekerasan Dengan Stres Kerja Pada Perawat Unit Gawat Darurat Dan Intensive Care Unit Rumah Sakit Di Kota Bitung Dan Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal KESMAS, 8(3), 50--59. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/view/23942 

Herlina, L. (2019) "Kondisi Dan Faktor Penyebab Stres Kerja Pada Karyawan Wanita PT 'SGS,'" Jurnal Psiko-Edukasi, 17(2), hal. 118--132.

Hidayati, N., & Rahayuningsih, I. (2014). Bentuk Dan Dampak Kekerasan Di Tempat Kerja ( Workplace Bullying ) Pada Buruh Pabrik Di Gresik. Jurnal Psikosains, 9(2), 125--139. http://journal.umg.ac.id/index.php/psikosains/article/view/244/197

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun