Mohon tunggu...
Rizky Agung Laksono
Rizky Agung Laksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Mengenal dan Mencegah Workplace Violence: Langkah Proaktif Menuju Lingkungan Kerja Harmonis

29 Juni 2024   13:28 Diperbarui: 30 Juni 2024   15:08 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penulis

  • Cintiya Putri Eliza

  • Fani Novelita

  • Raffi Syahir

  • Audrey Zanetha E. S.

  • Vania Rahma K.

  • Rizky Agung Laksono

Pengertian dan Konsep terkait Workplace Violence

Violence atau Kekerasan adalah tindakan penyerangan dengan menggunakan kekuatan fisik, ancaman, baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun terhadap individu atau kelompok yang dapat mengakibatkan trauma, hilangnya nyawa, dampak psikologis, dan gangguan perkembangan (Tiruneh et al., 2016). Menurut International Labour Organization, Workplace Violence atau Kekerasan di Tempat Kerja merujuk pada insiden di mana pekerja dilecehkan, diancam, atau diserang dalam situasi yang terkait dengan pekerjaan mereka, termasuk dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja, yang melibatkan tantangan eksplisit atau implisit terhadap keselamatan, kesejahteraan, atau kesehatan mereka (ILO, 2002). Workplace Violence kerap kali terjadi dan mengancam para pekerja.

Bentuk-bentuk Workplace Violence

  • Kekerasan Fisik
    Melibatkan tindakan fisik yang menyerang, seperti memukul, menendang, mendorong, atau melempar benda ke arah orang lain. Dalam kasus ekstrem, dapat melibatkan penggunaan senjata (Hidayati & Rahayuningsih, 2014).
  • Kekerasan Verbal
    Melibatkan komunikasi kasar atau mengancam yang bertujuan untuk mengintimidasi, merendahkan, atau menghina orang lain secara emosional. Hal ini dapat berupa kata-kata kasar, makian, ancaman, atau lelucon yang menyinggung (Damopoli, 2019).
  • Pelecehan Psikologis
    Perilaku yang bertujuan untuk memanipulasi, mengendalikan, atau menyakiti orang lain secara emosional. Hal ini dapat berupa intimidasi, pengasingan, kritik yang tidak konstruktif, atau beban kerja yang berlebihan.
  • Pelecehan Seksual
    Segala bentuk perilaku seksual yang tidak diinginkan atau dipaksakan, termasuk sentuhan fisik yang tidak pantas, lelucon yang bersifat seksual, komentar seksual yang menyinggung, atau pameran konten seksual.
  • Penguntitas atau Stalking
    Penguntitan melibatkan perilaku yang mengganggu dan tidak diinginkan yang dilakukan secara terus-menerus, seperti mengikuti, mengawasi, atau mengancam seseorang.

Faktor Penyebab Workplace Violence

  • Self-esteem
    Self-esteem adalah evaluasi yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri, yang dipengaruhi oleh perbandingan dengan karakteristik individu lainnya. Ini mencakup pandangan individu terhadap keterampilan pribadi, kemampuan, hubungan sosial, serta bagaimana hal-hal tersebut mempengaruhi pandangan mereka terhadap masa depan. Self-esteem dengan workplace bullying memiliki korelasi negatif dimana semakin rendah Self-esteem akan berpengaruh terhadap tingginya bullying di tempat kerja. Hal ini terjadi karena pekerja yang memiliki self esteem yang rendah cenderung akan memiliki banyak permasalahan di hidupnya seperti penghasilan yang lebih sedikit, penyalahgunaan obat, dan cenderung lebih tertekan. Sehingga karakteristik individu yang seperti ini dapat mempengaruhinya dalam bersosialisasi. Faktor dari workplace bullying karena faktor individu yang kurang dalam kompetensi sosial salah satunya karena Self-esteem yang rendah (Khairiyah, Dena dan Dewinda, 2023).
  • Konflik dan Perselisihan
    Konflik di tempat kerja adalah hal yang lumrah dalam kehidupan organisasi. Terdapat dua jenis konflik di tempat kerja yaitu konflik tugas dan konflik hubungan. Konflik tugas tertuju pada perselisihan tentang cara kerja, hal yang dituju, serta strategi untuk mencapai tujuan. Sedangkan konflik hubungan mengarah pada perselisihan antara perorangan mengenai suatu nilai, keperluan, kepentingan atau  pilihan pribadi (Maulod, Arshad dan Ismail, 2020).
    Dalam penelitian Tini, Saleh dan Rachmawaty (2021) menemukan bahwa dalam kalangan perawat konflik yang sering terjadi berupa kurangnya komunikasi sehingga menyebabkan ketidakpuasan rekan kerja, informasi yang tidak jelas, adanya perasaan tidak adil, ketidakpuasan terhadap tugas pekerjaan, rasa cemburu, dan prasangka terhadap prestasi korban. Sehingga mengakibatkan adanya perilaku bully berupa pelecehan verbal, serangan fisik, pelecehan seksual, hingga perilaku mengancam. Dapat pula berupa gangguan terhadap kepribadian dengan direndahkan di depan orang lain, disalahkan untuk hal-hal yang bukan tanggung jawabnya, adanya pengendalian terhadap diri dan pekerjaan korban  (Tini, Saleh dan Rachmawaty, 2021).
  • Stress Kerja dan Beban Kerja Berlebih
    Stres kerja adalah kondisi yang dialami oleh pekerja ketika faktor-faktor stres berinteraksi dengan karakteristik individu, baik secara individu maupun bersama faktor lain, yang mengakibatkan gangguan pada keseimbangan fisiologis dan psikologis. Sehingga dapat menyebabkan kekerasan di tempat kerja penurunan produktivitas, serta angka turnover yang tinggi. Salah satu penyebab dari stres kerja adalah beban kerja yang berlebih yaitu banyaknya tanggung jawab yang diemban, target yang harus dicapai, kurangnya pengetahuan, serta kurangnya pengetahuan mengenai pekerjaan (Herlina, 2019).
    Penelitian yang dilakukan oleh Teguh et al. (2020), menghasilkan bahwa terdapat hubungan stres kerja dengan perilaku agresi (p-value = <0,05). Perilaku agresi yang ditunjukkan seperti marah, permusuhan yang tidak tampak, emosi yang meledak-ledak, hingga menuju ke fisik. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Damopoli, Manampiring dan Doda (2019) terdapat hubungan stres kerja yang signifikan dengan kekerasan fisik, verbal, bullying, pelecehan seksual, dan ancaman. Dimana bentuk workplace violence yang paling banyak terjadi adalah kekerasan verbal.
    Workplace violence dan stres kerja yang dialami oleh korban dapat menyebabkan stres yang tinggi  yang berkontribusi pada timbulnya penyakit dan cedera. Korban dapat mengalami gangguan tidur, sakit kepala, peningkatan tekanan darah, dan gangguan pencernaan (Tini, Saleh dan Rachmawaty, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun