Mohon tunggu...
Rizkya Bunga
Rizkya Bunga Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Budalo malah tak dudui dalane metu kono belok kiri lurus wae

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Jadi Helicopter Parenting untuk Si kecil

10 November 2019   11:10 Diperbarui: 10 November 2019   11:15 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata mempunyai sifat posesif yang dimiliki oleh seseorang nggak hanya berlaku antara pasangan saja. Hal ini juga terjadi di beberapa kasus antara orang tua ke buah hati . Sifat posesif ini dalam istilah parenting  (pengasuhan) disebut helicopter parenting. kenapa namanya helicopter parenting ya? helicopter parenting ini juga dari kata helicopter yang terangkat atau terbang. Kira-kira apa sih dampaknya untuk anak ke depannya? Para orang tua harus tau dan harus membaca supaya tidak salah untuk menerapkan pola asuh yang salah dan akan terjadi jika moms dan dad yang menerapkan pola asuh tersebut, yuk di simak bareng-bareng:

Sering kali orangtua mengatur tentang kegiatan si buah hati

Helicopter parenting adalah sebuah pola asuh di mana orangtua terlalu ikut campur dan terlibat di semua bidang yang berkaitan dengan sang anak. Menurut Ann Dunnewold Ph. D. orang tua cenderung akan terlalu mengontrol, terlalu melindungi, dan terlalu sempurna. Sering kali orangtua ikut campur dalam kegiatan anak, orangtua tidak memberikan kebebasan dan anak sering kali diawasi setiap kegiatannya. Contohnya anak memiliki masalah orangtua juga ikut campur hal ini tidak boleh terjadi karena apa? Anak tidak memiliki kesempatan untuk memecahkan masalah yang terjadi pada si buah hati. Anak tidak mimiliki tanggung jawab setiap kegiatan mereka dan anak juga mimiliki pemikiran "aku malas menyelesakan masalah, entar juga dibantu sama moms". pola asuh helicopter ini tidak boleh di terepakan dan tidak boleh dilakukan untuk si buah hati.

Jangan jadi orangtua yang helicopter parent

Pada tahap balita, orangtua akan menjaga anaknya agar nggak sampai terjatuh, tersentuh orang lain, dan nggak bermain sembarangan, para orangtua sering waspada dan memantau setiap kegiatan anak. Pada saat sudah menginjak usia sekolah, helicopter parent cenderung sangat merisaukan perihal akademik anak maupun non-akademik anak. Sering kali para orangtua untuk menuntun anaknya menjadi yang pertama tidak boleh nomer sekian. Para orangtua harus menuntun setiap kegiatan mereka, anak tidak boleh salah dan harus benar semua.

Namun kalo anak tidak nomer satu disekoahnya para orangtua akan malu dengan orangtua teman anaknya. Pengasuhan ini sering saya llihat dengan para orangtua yang mempunyai teman sosialita, sabahabat mereka akan malu jika anak mereka tidak sempurnah dibandingkan anak sahabat atau teman mereka. Para orangtua sering kali iri, risau dan berpikiran "kenapa anak ku tidak seperti anak mereka yang dapat peringkat satu?".

Kurang percaya diri hingga depresi menjadi efeknya 

Karena semua keputusan dipilihkan dan ini itu dipersiapkan, anak jadi tidak percaya diri saat membuat keputusan sendiri. Bahkan menurut sebuah penelitian, anak yang diasuh dengan pola helicopter parenting akan lebih besar terkena risiko mengalami anxiety hingga depresi. Contohnya anak lebih memiliki talenta dibidang non-akademik tapi para orangtua sering kali untuk memaksa atau memilihkan kalo dibinang akademik itu lebih bagus dari pada non. Hal ini tidak boleh terjadi. Karena apa? Karena anak akan mengalami depresi dengan semua kegiatan mereka yang mereka susuan dan mereka rencanakan tidak terewujud dan disebabkan oleh siapa? Oleh orangtua yang memiliki sifat helicopter ini.

Jadi dari parentiang helicopter ini tidak boleh dilakukan dan diterapkan, karena memiliki sifat ini para orangtua akan mengunggulkan dan melebih-lebihkan kemampuan anaknya. Hal itu juga orangtua akan sangat iri dengan temanya yang mempunyai anak yang dikatakan sempurnah. Jadilah orangtua yang sederhana, maksudnya sederhana? Orangtua yang memberikan setiap kegiatan sibuah hati harus didukung tidak boleh dilarang-larang.

Jadilah orangtua yang memberikan kepercayaan bahwa setiap anak memiliki tanggung jawab yang mereka hadapi dan mereka selesaikan. Jangan jadikan anak bahan gossip untuk pamer dan mengunggul-unggulkan anaknya, kalo anak tersebut jatuh dan mereka mendapatkan nomer sekian mereka anak  sedih dan depresi. Anak akan tersebut juga takut kalo peringkat mereka menurun. Sifat tersebut harus benar-benar kita tinggalkan ya moms, dad supaya anak tidak memiliki rasa kurang sosial dan mereka tidak boleh dikekang diawasi itu boleh tadi ada batasnya yaa. Biarkan mereka bersosialisai supaya memiliki teman yang banyak dan mudah untuk berkumpul disekitar mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun