Mohon tunggu...
Rizky Hermawan
Rizky Hermawan Mohon Tunggu... -

Anak betawi asli yang berjuang meraih masa depan dan cita-citanya.kuliah di IPB Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan dan minornya agribisnis. Bismillah... SEMANGAT!!!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penantian di Ufuk Senja

30 Juli 2010   02:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:28 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

MUSIBAH DIPAGI HARI

Pagi ini, matahari di langit Jakarta terlihat pucat. Kelam dan suram pun menyelimuti Jakarta, seumpama orang yang sedang dirundung kesulitan mendalam. Langit seakan terlihat ingin malam kembali, padahal waktu baru menunjukan pukul 06.30. Maklum saja, bulan ini adalah saat-saatnya kota Megapolitan ini terjadwal musim penghujan, tak bisa dibantah lagi dari pagi hingga kembali malam hujan terus mengguyur dan banjir pun tak pernah absen di kota ini, sampai-sampai terkadang sulit membedakan apakah ada matahari pagi ini?

Seorang gadis cantik berjilbab putih bermata bening terlihat sedang membantu ibunya menyiapakan sarapan pagi untuk bapaknya yang ingin berangkat kerja dan lauk-pauk untuk dagangan di warung nasi ibunya. Bapaknya bekerja sebagai buruh pabrik tekstil di Jakarta Pusat dan ibunya membantu berdagang nasi. Ibunya bernama Bu Azizah, wajah gadis manis itu sangat mirip denagn Beliau, sedangkan ayahnya bernama Pak Timan. Gadis itu adalah Putri sematawayang dari keluarga ini. Pagi ini hujan begitu lebatnya, rasanya nikmat sekali untuk tidur dan bermalas-malasan di rumah, tapi tidak dengan keluarga kecil ini yang memiliki etos kerja tinggi.

“Ini kopi dan sarapannya, Pak.” Sapa gadis itu dengan sopan dan bernada halus sambil memberikan kopi dan sarapan itu kebapaknya.

“Ya terima kasih, Mi.” Jawab bapaknya sambil memberi senyuman.

Nama gadis cantik, manis dan bermata teduh itu adalah Latifah Nazmi Utami, namun keluarga dan teman-temannya akrab memanggilnya Tami. Adanya Tami di rumah memang sangat membantu ibunya. Maklum saja, ibunya membuka warung nasi kecil-kecilan di samping rumahnya untuk membantu perekonomian keluarga. Tami adalah seorang Mahasiswi tingkat satu Fakultas Kedokteran Hewan di Institut Pertanian Bogor ( IPB ). Saat ini, Dia sedang liburan akhir semester, jadi hal tersebut Dia manfaatkan untuk pulang ke rumah dan untuk bisa berbakti pada orang tuanya. Tami adalah satu-satunya harapan orang tuanya. Wajar saja karena Dia anak sematawayang dan yang akan menjadi satu-satunya sarjana di keluarganya. Maka dari itu, Dia sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, karena Tami tidak ingin mengecewakan amanah yang telah diberikan dan dipercayakan orang tuanya. Semasa SMA dulu, Dia juga termasuk salah satu siswi yang berprestasi di sekolahnya dan Dia pernah membawa nama SMAnya memenangkan perlombaan MTQ tingkat SMA seJABODETABEK. Jadi tidak heran kalau Tami sungguh-sungguh memfokuskan pada studi dan cita-citanya.

“PRANG!!!”

“Seperti ada yang pecah diluar sana, apa yah?” Tami berkata dalam hatinya.

“Mi! Kesini sebentar, ibu butuh bentuanmu, Nak! tolong ibu!” Teriak sang ibu sambil meringis kesakitan.

“Iya Bu tunggu, Tami sedang menggoreng telur.” Jawab Tami yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada ibunya.

Setelah selesai menggoreng telor, cepat-cepatlah Ia bergegas kewarung menemui ibunya. Tiba-tiba tersentaklah Tami, Dia kaget sekali melihat ibunya tergeletak tidak bergerak di lantai.

“Astagfirullah ibu! bangun Bu!” Teriaknya histeris.

Ternyata ibunya terpeleset dan terpelanting saat membawa piring-piring. Ibunya terpeleset akibat menginjak genangan air yang masuk kedalam warung melalui langit-langit yang bocor. Tami panik sekali, Ia bergegas meminta pertolongan tetangganya.

“Tolong! Tolong! Tolong!” Teriaknya sangat keras.

“Ada apa, Mi?! pagi-pagi buta begini sudah teriak-teriak.” Sahut Bu Yani, tetangga sebelah rumahnya yang terkenal dengan kebaikan dan keramahannya.

“Ini Bu Yani! Ibuku pingsan akibat terpeleset!” Jawab Tami dengan raut wajah panik dan cemas.
“Astagfirullah! Bagaimana kejadiannya, Mi?” Bu Yani kembali bertanya.

Tami pun menceritakan semua kejadiannya dengan mendetail. Karena ibunya pingsan sangat lama, dengan cepat Tami dan Bu Yani mengambil tindakan untuk melarikan Bu Azizah ke UGD Rumah Sakit JMC ( Jakarta Medical center ) yang terletak di Mampang dengan menggunakan mobil pribadi Bu Yani, karena jarak JMC lumayan jauh dari rumahnya.

* * *

Mobil yang membawa Bu Azizah melaju dengan secepat mungkin, raut wajah panik Tami masih tampak jelas dan seakan menutupi wajah cantiknya. Saat ini yang ada dikepalanya hanyalah kondisi kesehatan ibunya yang masih belum sadarkan diri. Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya tiba juga di UGD JMC, suasana berubah tegang dan bertambah cemas. Tami dan Bu Yani menunggu di ruang tunggu depan UGD.

“Ya Allah Bu Yani, kok ibu terpeleset sampai bisa pingsan seperti itu yah? Padahal aku masih sempat mendengar ibu teriak minta tolong padaku saat aku sedang menggoreng telur dan aku juga sempat mendengar ada suara pecahan piring. Ya Allah, aku sangat menyesal kenapa tidak segera aku menemui ibu saat Beliau teriak tadi.”

“Sudahlah Mi, jangan menyesali yang sudah terjadi, yang sudah terjadi ya sudahlah dan lain kali jangan terulang kembali. Mungkin saja kepala ibumu terbentur sesuatu saat terpeleset tadi dan akibat benturan tersebut Beliau tidak sadarkan diri. Hal terbaik yang harus kita lakukan saat ini adalah mendoakan Beliau agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan.”

“Ya betul, Bu.”

Setelah satu jam mereka menunggu hasil diagnosa Dokter di UGD, akhirnya Dokter pun memberikan gambaran tentang keadaan Bu Azizah saat ini.

“Ehm...Betul kalian keluarga Bu Azizah?” Tanya Dokter.

“Betul Dok! Kami keluarga Bu Azizah.” Jawab Tami dan Bu Yani serempak.

“Hasil dari diagnosa di UGD tadi, ternyata Bu Azizah pelipis kanannya mengalami benturan yang cukup keras dengan benda tumpul sehingga membuat Beliau tidak sadarkan diri dan mengalami amnesia ringan. Kami juga menemukan terjadinya pergeseran letak tulang pada bagian Sendi Plana Bu Azizah. Tapi kalian jangan terlalu panik, hal ini masih bisa disembuhkan dengan melakukan terapi-terapi secara berkala dan Insaya Allah peluang untuk sembuh dan sehat seperti sedia kala masih terbuka lebar. Akan tetapi, terapi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya dan waktu yang lama, paling cepat satu tahun Bu Azizah pulih seperti sedia kala.”

“Astagfirullah, mengapa harus jadi seperti ini? Kira-kira berapa biaya yang saya perlukan untuk pengobatan ibu saya, Dok?” Tanya Tami.

“Ya, lebih kurang tujuh jutaan. Itu pun belum termasuk biaya obat-obatan, Dik.” Jawab Dokter.

“Masya Allah, darimana uang sebesar itu bisa aku dapatkan Bu Yani?! Sedangkan pendapatan bapak per bulan ditambah dagangan warung nasi ibu sepertinya masih belum cukup membayar pengobatan dan terapi itu. Ditambah lagi aku belum menuntaskan administrasi di kampus karena aku belum mendapatkan beasiswa di IPB.” Tami terisak-isak menangis sambil memeluk Bu Yani erat-erat.

“Sabar Mi, ambil hikmahnya saja dari semua kejadian ini. Mungkin Allah sedang menguji kesabaran dan keikhlasanmu sebagai anak yang salihah. Allah akan menaikan derajatmu lebih tinggi bila kamu mampu melewati ini semua. Ingatlah sekenario Allah itu lebih indah, Allah akan menggantinya dengan yang terbaik pula untuk orang-orang yang bertawakal pada-Nya. Ibu rasa kamu lebih paham hal seperi ini daripada ibu.”

“Iya bu, aku jadi teringat firman Allah : Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan (ba’saaun), penderitaan (dhorroun) dan dalam peperangan (usaha). Mereka itulah orang yang benar-benar imannya dan mereka itulah orang yang bertakwa (Al-Baqarah : 177) .”

“Mi, kamu sudah kabari bapakmu kalau ibumu tertimpa musibah?” Tanya Bu Yani.

“Oia Bu! Tami lupa, ya sekarang tami telepon bapak dulu” Jawab Tami sembari mengambil hp-nya di dalam tas.

“Assalam’mualaikum, Pak.”

“Ya, Wa’alaikumsalam, ada apa, Mi?”

“I...ibu, ibu Pak, ibu masuk rumah sakit, tepatnya Rumah Sakit JMC Mampang, sekarang sedang di UGD.” Tami pun menceritakan semua yang terjadi pada ibunya sehingga ibunya harus dilarikan ke Rumah Sakit dan menceritakan pula hasil dari diagnosa dokter.

“Astagfirullah! Iya-iya! bapak segera kesana, Nak! Sabar ya tunggu bapak.” Tersentaklah Pak Timan mendengar kabar itu.

Tunggu kelanjutan cerita tersebut.......

BERSAMBUNG....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun