Teriring salam dan do'a semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua dalam beraktivitas di bulan suci Ramadan kali ini. Amin.
Alhamdulillah, kali ini dapatlah saya bersemangat menulis sebab tema yang diangkat berkaitan tentang Masjid.
Terimakasih kompasiana, meski salah satu faktor penulisannya adalah karena adanya event hehe.., tapi secara pribadi terus terang sangat tertantang untuk mengulas masjid yang telah banyak mengubah hidup saya.
Awal mula sempat gusar dalam menentukan masjid mana yang hendak di ulas, sebab telah banyak masjid yang pernah saya kunjungi selama hidup saya dan itu banyak masjid-masjid yang memiliki kesan bersejarah.
Mulai dari Masjid Gedhe Kauman di Yogyakarta, Masjid tiban Al-Abror di Sidoarjo, Masjid Sunan Ampel di Surabaya, Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran, dan banyak lagi.
Namun, pada akhirnya pemikiran saya berhenti pada satu titik dimana lebih epik ketika menggali kearifan lokal dari masjid yang mengawali saya belajar studi Islam. Ialah Masjid Al-Islam Sedati, madrasah ilmu pertama tempat saya belajar agama.
SEJARAH SINGKAT MASJID AL-ISLAM SEDATI
Masjid Al-Islam Sedati berdiri pada sekitar tahun 1970-an. Diprakarsai oleh KH. Ibrahim, salah satu santri alumni Pesantren Tebu Ireng, Jombang dan seorang pemikir Masyumi. Masjid Al-Islam berlokasi di Desa Sedati Gede, Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.
Awal mula, struktur bangunan dari Masjid Al-Islam bukan menyerupai masjid, melainkan lebih mirip rumah biasa karena dipergunakan sebagai langgar/musholla untuk belajar dan memperdalam ilmu agama.
Awalnya, bangunan berdiri tepat disebelah rumah KH. Ibrahim (kini sudah dipugar dan beralih fungsi menjadi taman bermain anak-anak) namun karena perkembangan zaman dan mulai banyaknya jama'ah yang beribadah dan belajar agama disana. Maka, pada sekitar tahun 80-an akhir dibangunkanlah bangunan masjid baru yang berlokasi agak ke belakang dari lokasi bangunan lama yang hingga kini tetap eksis berdiri.
Sempat Kontra Dengan Warga Sekitar
Dulu, di awal mula perkembangannya, masjid Al-Islam sempat mengalami pasang surut dari sisi sosial. Sempat dicap negatif oleh warga sekitar tak menyulut semangat santriwan-santriwati yang belajar ilmu agama disana. Mbah Nur Wati, salah satunya. Beliu salah seorang santri pertama yang dulu belajar disana sempat bercerita tentang bagaimana dulu perjuangan untuk nyantri kesana hingga lewat sawah-sawah tidak melalui jalan utama karena takut di hadang warga sekitar. Sebab banyak warga yang mencap bahwa kegiatan belajar agama disana adalah sesat.Â
Namun, lambat laun setelah memahami bahwa aktivitas kegiatan studi agama yang dilakukan di lingkungan Masjid Al-Islam merupakan studi seperti gerakan pembaharuan Islam. Lambat laun, warna warga dari yang negatif berubah menjadi kondusif hingga akhirnya tetap bertahan sampai sekarang.
Fase 99, Awal Mula Saya (Ngaji) Belajar Ilmu Agama Disana
Saya pribadi yang kelahiran tahun 95, baru memulai belajar mengaji disana sekitar tahun 1999. Yang saya ingat, waktu itu saya masih usia 3-4 tahun dan belum sekolah (di usia segitu dulu belum mengenal playgroup).
Saat itu, saya masih umbelen (ingusan), ngaji masih diantar oleh orangtua awalnya. Dan awal ngaji tidak tau jika diajari tentang ilmu agama. Yaa, secara tidak sadar, dulu kesan awal yang saya rasakan belajar disana ya belajar menyanyi malah pada awalnya hehe, maklum imajinasi anak kecil waktu itu. Tapi, memang metode pengajaran dasar yang sangat mengasyikkan saat itu mengantarkan saya secara tanpa sadar juga belajar agama dari dasar.
Ilmu pertama yang saya pahami waktu itu dan masih saya ingat betul adalah seputar pentingnya belajar Al-Qur'an.
Bagaimana tidak hafal betul, sebab pelajarannya dibungkus dengan nyanyian sehingga kita mudah mengingat. Kalau tidak salah nyanyinya duluÂ
"Kamilah santri TK Al-Quran rajin belajar giat beramal.."Â
(konon kini sekarang menjadi mars TPQ)
Setelah itu, ilmu yang dipelajari seputar keimanan. Bab nabi-nabi adalah yang favorit bagi saya juga. Sebab ada nyanyiannya pula waktu.
Dari Basic Hingga Studi Agama Lanjutan
Tanpa disadari, dari awal mula belajar ilmu agama dasar seperti itu ternyata mengantarkan saya kepada pemahaman bahwa ajaran yang diajarkan waktu itu tidak lain adalah ajaran fundamental Islam.
Betapa tidak? Setelah menginjak masa SMP, saya sudah tidak mengaji disana. Memilih waktu untuk berhenti sejenak dari mengaji. Namun implikasi dari selepas keluar darisana sangat terasa.
Setelah lama tidak mengaji, yang saya rasakan adalah tentang betapa pentingnya memperdalam ilmu agama bagi saya. Ternyata setiap beraktivitas itu ada do'anya, dahulu di TPQ diajarkan. Karena sekarang sudah merasa remaja, teranggap remeh dan hilang hafalan do'a tersebut.
Pada Akhirnya Ngaji Kembali
Kemudian, karena merasa ada romantisme yang tertinggal waktu itu TPQ. Sempat saya bersama kawan-kawan sebaya yang dahulunya juga mengaji bersama disana untuk inisiatif mengaji kembali disana. Akhirnya, terealisasilah kami mengaji kembali disana namun ngajinya selepas magrib.
Dari Ngaji Ini, Mengantarkan Saya Lebih Dalam Lagi Belajar Studi Agama
Bagi saya, lonjakan terbesar dalam hidup saya merasakan tentang betapa urgensinya studi Islam dalam hidup saya terjadi setelah saya kembali belajar disini.
Maaf sebenarnya bukan hanya saya tapi kami se-angkatan waktu itu. Sebab merasakan betul ajaran dasar yang aangat fundamen waktu itu ternyata dibutuhkan dalam menjawab tantangan zaman yang kian seperti ini.
Dari Yang Bermula Belajar, Akhirnya Diberi Kesempatan Untuk Mengajarkan Ilmu Agama Pula Disini
Dari yang awalnya secara pribadi disini belajar mengaji saja, kini karena perpindahan generasi karena perkembangan zaman. Tibalah saya pada pintu dimana diberi kesempatan untuk tidak hanya belajar, tapi juga mengajarkan ilmu agama disini.
Oleh karenanya, secara pribadi Masjid Al-Islam bagi saya bukan hanya sebagai tempat ibadah melainkan Madrasah Ilmu Pertama yang sekaligus lahan dakwah saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H