Mohon tunggu...
Rizky Mohammad
Rizky Mohammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mulai belajar cara menulis dan berharap menjadi penulis seperti Raditya Dika

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Peran Keluarga dalam Memberikan Pendidikan Seks dan Kontribusinya Mengurangi Kasus Kekerasan Seksual

23 Juni 2023   08:13 Diperbarui: 23 Juni 2023   08:18 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kasus seksulitas dengan angka yang meningkat pada setiap tahunnya. Kekerasan seksualitas sering terjadi pada golongan yang dianggap tidak memiliki kekuasaan dalam suatu hubungan. Dengan kata lain, banyak yang beranggapan bahwa kekerasan seksual merupakan kekerasan berdasarkan pada gender (gender based). 

Pernyataan tersebut didukung dengan data yang diperoleh melalui Komnas Perempuan (2020) yang menyatakan bahwa mulai dari Januari hingga November tahun 2022 terdapat sebanyak 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. 

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan salah satunya adalah sistem patriarki yang dinilai memiliki peran besar dalam kasus ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya pandangan mengenai perempuan bahwa perempuan hanyalah pendamping hidup, bersifat lemah, selalu memakai perasaan, berpikiran sempit dan lain sebagainya. 

Kekerasan terhadap perempuan merupakan satu tindakan yang merendahkan perempuan. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan pada tahun 2022, jumlah data kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tahun 2021 sebanyak 338.496 kasus. Jumlah ini meningkat 50% jika dibandingkan tahun 2020. Kasus kekerasan seksual termasuk yang relatif masih tinggi. (Komnas perempuan, 2022).

Kekerasan seksual marak terjadi di berbagai tempat bahkan lembaga yang seharusnya menjadi ruang aman dan menunjang pada perkembangan diri, namun pada kenyataannya sebaliknya. Kekerasan seksual justru sering terjadi di tempat-tempat tersebut, salah satunya adalah lembaga pendidikan. 

Terdapat salah satu kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan yakni kasus pemerkosaan terhadap 12 santriwati yang dilakukan oleh seorang guru di pesantren di Cibiru (KPPPA, 2021). Merujuk pada kasus tersebut, dapat terlihat bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia marak terjadi ruang publik salah satunya di lembaga pendidikan.

Perkembangan teknologi kian semakin cepat melesat dalam mendukung segala aspek kehidupan mulai dari gaya hidup, informasi, dan banyak hal yang tidak bisa disebutkan semua dalam tulisan ini. Namun, ada aspek kehidupan yang akan saya bahas pada keterkaitan dengan perkembangan teknologi pada saat ini yaitu Pergaulan. 

Pergaulan kini sangat berbeda dengan jaman dahulu kala yang dimana mengharuskan seseorang bertatap muka atau melakukan kontak fisik tetapi sekarang, dengan adanya aplikasi chat yang merupakan realitas dari hasil teknologi yang kian maju, memudahkan orang untuk berinteraksi dengan mudah dan lebih cepat. Lingkungan pergaulan adalah tempat dimana seseorang menjadikan sebagai tempat belajar atau sebagai sarana pembangunan karakter yang masih belum matang. Banyak remaja yang masih dalam mencari jati dirinya sehingga aspek pergaulan menjadikan salah satu tempat untuk berkembangnya diri remaja.

Disamping kemudahan yang didapat dari kemajuan teknologi dalam menunjang interaksi antar manusia melalu aplikasi chat, banyak sekali pihak yang tidak nyata dan tidak bertanggung jawab. Artinya pihak tersebut seolah – olah menjadi partner oleh remaja yang sangat memungkinkan dijadikannya sebagai sosok yang dapat dicontoh. 

Ini merupakan Langkah awal sebuah alur perusakan moral dan sikap remaja dalam membangun karakternya untuk menjadikan identitas dirinya. Pergaulan bebas sangat memungkinkan masuk ke dalam kehidupannya. Namun, bagaimana jadinya jika remaja belum siap menghadapi Dunia Luar? Akankah sama pada akhirnya dengan remaja yang sudah diberikan bekal dari rumah untuk menghadapi Dunia Luar?

Keluarga menjadi indikator krusial terhadap pengetahuan tentang Pendidikan seks kepada anak karena keluarga adalah tatanan sosial paling besar pengaruhnya dalam kehidupan anak. Keluarga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi, baik dalam bentuk akademik maupun non akademik. Pendidikan seks harus diberikan dari rumah mengingat sebagian besar lembaga pendidikan enggan untuk memberikan hal tersebut akibat kurangnya kesiapan akan hal program maupun sumber daya manusia terkait pendidikan seks.

Merujuk pada artikel (Froyonion, 2023), Pendidikan Seks masih dianggap tabu oleh kebanyakan masyarakat dikarenakan sesuatu hal yang bersifat privasi dan banyak yang beranggapan hal ini ke arah pornografi yang mungkin saja mendorong anak untuk melakukan seks. Dan pemikiran seperti inilah yang terus berulang dari jaman dulu hingga sekarang. Sebenarnya jika anak sudah diberikan edukasi seks, mereka menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga diri dan tidak ingin untuk melakukan seks bebas.

Selain itu juga menjadi modal untuk anak menjadi lebih kritis lagi tentang seks dan tidak membuat mereka penasaran. Maka dengan ini, ada keterkaitan faktor mengapa kasus seksualitas dan penyakit alat vital reproduksi di Indonesia masih memiliki angka yang cukup tinggi dan kian meningkat. Hingga Juni 2022, total pengidap HIV yang tersebar di seluruh provinsi mencapai 519.158 orang (CNN Indonesia, 2022). Maka hal itulah yang mendorong mengapa Lembaga keluarga memiliki peran yang lebih dalam membekali anak untuk menghadapi lingkungan dunia luar.

Bebasnya pergaulan kini mendorong terhadap sikap remaja untuk melakukan hal yang menjurumuskan diri mereka sendiri. Fakta tentang kondisi Indonesia terkait dengan maraknya kalangan remaja yang mengakses pornografi dan kejadian-kejadian kriminal yang terjadi terkait dengan permasalahan seksual di masyarakat yang pelakunya sebagian besar adalah kalangan remaja (Pendidikan Seksual Berawal dalam Keluarga, 2020). Hal inilah merupakan akibat dari kurang baiknya kualitas komunikasi antar orang tua dengan anak. 

Pada umumnya, orang tua merasa kesulitan dalam membicarakan hal yang berhubungan dengan seks. Mereka merasa adanya hal yang menjadi barrier untuk bisa mengkomunikasikan hal tersebut dengan baik. Faktor utamanya adalah etika yang diterapkan dari nilai keagaaman, dan budaya. Dua faktor tersebut sangat jelas melarang hal-hal yang terkait tentang hubungan seks untuk dibicarakan secara bebas dan juga adanya rasa tabu yang diwariskan dari turun temurun.

Sudah seharusnya orang tua bergagas diri untuk lebih dekat dengan anak dengan memposisikan diri sebagai teman dan juga tempat bercerita. Ada kalanya anak membutuhkan telinga, namun dia tidak yakin akan permasalahannya dimengerti oleh semua orang. Dan disinilah kesempatan bagi orang tua untuk meningkatkan pengetahuan yang bisa mendorong kepercayaan dirinya dalam memberikan edukasi seks terhadap anak. 

Di masa sekarang dengan kemudahan dalam melakukan semua hal sangat memungkinkan untuk menjadikan internet sebagai guru di semua hal. Terlebih, belajar tidak hanya terpaku dari tulisan maupun dengan cara formal. Banyak media video dan juga film yang berpotensi sebagai acuan dalam menambah wawasan mengenai seks.

Kasus seksualitas adalah musuh nyata terbesar bagi seluruh umat manusia di dalam kehidupan ini. Tak mudah melawannya dengan mempercayai atas kemampuan diri sendiri. Manusia ditakdirkan dalam kehidupan untuk saling membutuhkan dengan manusia lainnya. Sebagaimana gambaran yang sudah terlukis sejak dulu bahwa manusia adalah makhluk sosial dan tidak bisa hidup tanpa bantuan tangan sesama. Namun, tidak selamanya kita menaruh kepercayaan kepada pihak yang lain sebagai tempat yang dirasa bisa mengembangkan kualitas diri sebagai manusia adalah benar. 

Kita juga perlu tahu seberapa mampu kita ketika berada di lingkungan yang bukan tempat awal kita membuka mata. Komunikasilah yang menjadi pelajaran terbesar pengaruhnya pada setiap manusia di dalam kehidupan yang terus dinamis ini. Remaja diibaratkan sebagai kertas putih bersih yang siap untuk digambari oleh sekitar. 

Ketika ia siap dalam kompleksnya sosial maka tinta yang akan tergambar akan menjadi indah. Namun jika ia tidak, maka tidak hanya lukisan yang dianggap buruk tetapi juga kertasnya yang berpotensi untuk rusak. Dan disinilah orang tua sebenarnya harus bisa berperan memberikan segalanya untuk anak yang terbaik. Menjadikan orang tua sebagai role model bagi anak untuk bisa menjadikan contoh yang baik dalam tuntunan anak di dalam kehidupan. Karakter, sikap, sifat, mental, pengetahuan yang baik sangat penting dimana orang tua bisa mengontrol dalam situasi apapun dengan sangat baik.

Orang tua merupakan sosok penting dan paling berpengaruh dalam terbentuknya identitas anak. Orang tualah yang harus bisa menjadi panutan sebagai contoh yang baik di masa perkembangan anak. Upaya untuk terus mendorong orang tua menjadi orang tua yang berkualitas dalam segala hal harus terus dijadikan sebagai motivasi hidup dan dijadikan bahan dasar dalam menghadapi masalah-masalah yang akan terus datang. Kematangan segala aspek kehidupan sebelum menjadi orang tua juga harus dijadikan suatu hal yang diproritaskan sebelum mereka akan melahirkan insan baru ke dunia. Mengetahui batasan-batasan yang perlu dijaga juga harus diperhatikan agar tidak terjadi blunder dalam kehidupan nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun