Mohon tunggu...
Rizky Malik Syahputra
Rizky Malik Syahputra Mohon Tunggu... Lainnya - Masih pelajar dan terus belajar.

Sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan.

Selanjutnya

Tutup

Film

Dunia Perfilman di Indonesia Mulai Unjuk Gigi

15 November 2020   20:26 Diperbarui: 15 November 2020   21:26 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                                                                                                                                  

Dewasa ini, menonton film adalah suatu kegemaran bagi semua orang. Tidak dapat dimungkiri, menonton film menjadi aktivitas yang bisa menghibur diri, terutama di saat kesibukan menyita banyak waktu. Film yang terdiri dari berbagai genre bisa ditemukan di berbagai platform resmi, seperti Netflix, HOOQ, Iflix, dan lain-lain. Selain itu, menonton langsung di bioskop juga menjadi salah satu hiburan yang bisa mengurangi kejenuhan akibat rutinitas yang tiada henti. Biaya yang relatif murah, kenyamanan dalam pelayanan, serta bisa ditonton bersama teman-teman dan keluarga adalah alasan mengapa menonton di bioskop dapat melepaskan jenuh. Hal tersebut juga menegaskan bahwa kegemaran menonton film sudah tidak asing lagi.

Film adalah suatu tontonan yang berisi berbagai peristiwa hidup yang bersifat fiksi dan nonfiksi. Sifat fiksi dan nonfiksi dari film inilah yang menjadi daya tarik bagi orang yang menontonnya. Film terdiri dari beberapa bagian, dimulai dari pengenalan (beginning), perkembangan konflik (middle), dan ditutup dengan resolusi (end). Setiap bagian memiliki keterkaitan dengan bagian yang lain. Alur cerita film pun memiliki keberagaman yang membuat setiap adegan yang dinanti menjadi sulit untuk ditebak. Adegan-adegan yang dinanti tersebut dapat menarik perhatian penonton dalam jumlah besar. Terlebih lagi, jika film yang disajikan diperankan oleh aktor-aktor ternama. Bukan tidak mungkin film tersebut dapat ditonton hingga jutaan pasang mata.

Saat ini, dunia perfilman dunia dikuasai oleh film-film hollywood yang disajikan oleh Amerika Serikat. Sejak abad ke-20, Negeri Paman Sam ini sudah memperkenalkan film-filmnya ke berbagai penjuru mata di dunia. Tidak mau ketinggalan, Indonesia yang kini tengah mengembangkan industri kreatif turut meningkatkan kualitas perfilmannya. Beberapa rumah produksi film mulai ikut ambil bagian dalam proses pengembangan ini. Salah satunya dilakukan oleh rumah produksi Falcon Pictures. Pada pertengahan tahun 2019 kemarin, Falcon Pictures baru saja melakukan kerja sama dengan perusahaan hiburan di dunia, yaitu Liongates. Kerja sama di kedua perusahaan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk lebih memperkenalkan film-filmnya ke berbagai negara.

Salah satu bukti dari kesuksesan film di Indonesia adalah dilihat dari peningkatan jumlah penonton seperti yang dialami film Dilan 1991 (2019). Film garapan Fajar Bustomi dan Pidi Baiq ini mampu menembus 800.255 penonton dalam penayangannya di hari pertama. Angka tersebut jauh di atas posisi kedua yang ditempati Danur 3: Sunyayuri (2019) dengan jumlah penonton 251.157 di penayangan hari pertamanya. Lebih dari itu, hingga hari terakhir penayangannya, dua dari banyak film Indonesia yang tayang di bioskop pernah menembus angka enam juta penonton. Film yang dimaksud ialah Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2016) dan Dilan 1990 (2018). Meskipun jumlah penonton tidak sebanyak film hollywood, tetapi antusiasme dari para penonton terus membanjiri kritik dan saran kepada sutradara dari film-film tersebut. Hal inilah yang membuktikan kualitas film di Indonesia mengalami peningkatan dari segi penonton.

Selain dilihat dari segi penonton, bukti kesuksesan film di Indonesia juga bisa disaksikan dari penayangannya di berbagai negara. Beberapa film ciptaan Bumi Pertiwi yang pernah ditayangkan di luar negeri di antaranya, Laskar Pelangi (2009), Gundala (2019), Marlina si Pembunuh Empat Bapak (2018), Rumah Dara (2009), dan Pengabdi Setan (2017). Khusus untuk Gundala, film ini telah menembus layar kaca di salah satu negara di benua Eropa dan benua Amerika. Toronto Internasional Film Festival adalah saksi bahwa film besutan Joko Anwar ini pernah tayang di Kanada. Bukan sembarang tayang, Gundala yang merupakan film pertama dari jagad sinema Bumilangit ini diangkat dari komik ciptaan Hasmi Suraminata. Dengan mengusung tema superhero dan bertaburan aktor terkenal, film ini berhasil menyabet sejumlah penghargaan. Joko Anwar selaku sutradara memberikan tanggapan dalam akun twitternya terkait keberhasilan film ciptaannya itu. Ia mengatakan, "Semoga ini berarti sineas Indonesia sekarang punya kesempatan bikin film dengan tema & genre baru, tidak terpaku dengan tema yang sudah sering dibuat. Perfilman Indonesia menarik sekali ke depannya!". Meskipun tidak semua penonton menyukai filmnya, ia tetap bertekad untuk memperbaiki karyanya di kemudian hari.

Gambar 2. Film Gundala yang meraih kesuksesan hingga ke berbagai negara
Gambar 2. Film Gundala yang meraih kesuksesan hingga ke berbagai negara
                                                                     

Di balik dunia perfilman Indonesia yang mulai unjuk gigi, ternyata masih terdapat beberapa masalah dan tantangan di dalamnya. Menurut Fauzan Zidni, Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), setidaknya ada tiga masalah utama yang dihadapi dunia perfilman Indonesia. Ketiga masalah tersebut di antaranya, sekolah film yang terbatas menyebabkan minimnya pekerja film yang berkualitas, layar dan akses ke bioskop yang kurang tersebar merata di seluruh daerah, dan pembajakan film yang merajalela akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menghargai kekayaan intelektual. Ketiga masalah tersebut layaknya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah agar segera memperluas pendidikan di bidang perfilman dan aksebilitas film ke seluruh pelosok tanah air. Selain itu, tantangan yang dihadapi oleh rumah produksi juga menanti. Rasa penasaran dari penonton akan cerita film dan nuansa bioskop yang lebih mendekap mungkin bisa menjadi solusi bagi rumah produksi terhadap kasus pembajakan film. Akan tetapi, untuk mencapai itu semua, diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak pembuat film, pemerintah, dan masyarakat sebagai penikmat film.

Berbicara mengenai film memang tidak ada habisnya. Keseruan akan cerita yang disajikan, aktor-aktor yang memiliki keahlian akting memukau, dan sinematografi yang tidak kalah menarik menjadi kunci keberhasilan dari suatu film. Hollywood yang kini menjadi pusat film-film blockbuster dunia tidaklah sehebat demikian pada awal perkembangannya. Begitupun dengan Indonesia, bukan tidak mungkin dengan perkembangan yang terus menunjukkan peningkatan kualitas dari tahun ke tahun, film ciptaan anak bangsa bisa mencapai kesuksesan seperti film-film hollywood. Kerja sama, dukungan, serta masukan dari berbagai pihak sangatlah diperlukan untuk meraih seperti apa yang diharapkan. Semoga kelak suatu saat nanti, generasi penerus bangsa bisa menyaksikan film buatan tangan Indonesia tampil di seluruh negara. Jayalah selalu dunia perfilman Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun