Mohon tunggu...
Rizky Salman
Rizky Salman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta Program Studi Pendidikan Matematika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Islam terhadap Budaya Mudik di Indonesia

11 Mei 2022   19:01 Diperbarui: 11 Mei 2022   19:05 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu Budaya ?

Menurut antropologi, budaya merupakan singkatan dari 'kebudayaan; hingga tidak ada perbedaan definisi antara budaya dan kebuadayaan. Namun,dalam bahasa Inggris, budaya dan kebudayaan disebut culture, yang secara etimologi berasal dari kata Latin Colere, yang artinya mengolah atau mengerjakan.

'culture' juga kadang diterjemahkan sebagai 'kultur' dalam bahasa Indonesia, yang memiliki arti sama dengan kebudayaan.

Budaya sendiri adalah cara hidup sekelompok orang yang berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya dibentuk dari berbagai unsur yang cukup rumit yaitu politik,sistem agama, adat istiadat, perkakas, bangunan,pakaian,bahasa,serta karya seni.

Budaya memengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Seiring berjalannya waktu, budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas dalam peradaban manusia.

Apakah Islam dan Kebudayaan saling memengaruhi? 

Jawabannya  adalah tentu saja,Islam dan Kebudayaan saling memengaruhi satu sama lain. Hal ini dapat terjadi karena dalam keduanya terdapat unsur nilai dan simbol.

Agama Islam yang merupakan simbol melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Di dalam kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia dapat hidup di dalamnya.

Dalam keagamaan sendiri, agama membutuhkan simbol, dengan kata lain agama membutuhkan kebudayaan agama. Dalam hal ini menunjukkan hubungan antara keduanya yaitu Agama Islam dan kebudayaan yang sangat erat.

Namun,dalam keduanya memiliki perbedaan yang harus diperhatikan. Agama Islam adalah sesuatu yang final atau akhir, universal, abadi, dan tidak dapat berubah atau absolut. Sedangkan kebudayaan bersifat particular, relatif dan temporer.

Agama tanpa kebudayaan dapat berdiri sendiri sebagai agama pribadi. Akan tetapi, apabila agama tidak diiringi oleh kebudayaan maka agama akan sulit mendapat tempat di tengah masyarakat.

Seperti yang terjadi di Indonesia,Wali Sanga menjadikan kebudayaan sebagai sarana dalam menyebarkan Agama Islam. Melalui perbedaan kebudayaan disetiap daerah dapat disulap oleh para wali Allah sebagai perantara dakwah Islam di masa itu.

Lalu,Kebudayaan yang seperti apa, yang dapat digunakan sebagai perantara dakwah Islam? Kebudayaan yang dapat digunakan untuk perantara dakwah Islam adalah kebudayaan yang dapat tampil sebagai perantara yang nantinya akan dipelihara secara terus-menerus oleh generasi selanjutnya.

Masyarakat lebih mudah menerima dan mencerna arti dari ajaran agama Islam melalui kebudayaan yang berkembang di masyarakat.

Mudik di Indonesia

Mudik secara bahasa berasal dari Bahasa Jawa yaitu “udik” yang berarti desa atau “mulih dilik” yang berarti pulang sebentar saja. Sedangkan dalam Bahasa Betawi terdapat kata “menuju udik” yang berarti pulang kampung.

Sehingga arti mudik dapat dikatakan adalah sebuah kegiatan untuk pulang ke kampung halaman yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Indonesia manakala hari raya Idul Fitri tiba.

Pada umumnya mudik dilakukan oleh segenap umat beragama islam yang berada dalam perantauan dan jauh dari orang tua dan keluarga mereka. Biasanya mudik dilakukan pada saat tujuh hari sebelum Idul Fitri hingga tujuh hari setelah ldul Fitri.

Fenomena mudik ini pertama muncul dan menjadi trend sejak kota-kota di Indonesia berkembang dengan cepat dikarenakan integrasi pada system ekonomi kapitalis pada tahun 1970-an awal. Dimana perubahan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan di kota-kota besar masih menjadi penyebab dari petumbuhan penduduk yang mayoritas berasal dari migrasi.

Pada zaman itu warga kota yang banyak diantaranya para pendatang melakukan aktivitas mudik pada kesempatan-kesempatan tertentu, yaitu pada hari libur kerja yang panjang dan bermakna kultural seperti Idul Fitri.

Lama waktunya kepulangan mereka biasanya tergantung pada cuti atau libur Idul Fitri yang diberikan oleh atasan mereka atau pemerintah. Waktu maksimal yang diberikan yaitu selama 14 hari yaitu saat tujuh hari sebelum Idul Fitri hingga tujuh hari setelah ldul Fitri. Waktu tersebut termasuk dengan lamanya perjanan pergi dan pulang mereka dari kampung halaman.

Kebiasan mudik sudah menjadi keharusan bagi masyarakat muslim di Indonesia. Mereka akan berusaha untuk pergi mudik bagaimanapun keadaannya, tidak mengenal status sosial-ekonomi dan bahkan ketika pandemi sedang melanda ada yang tetap nekat melaksanakan mudik ke kampung halaman masing-masing. Alasannya beragam dari mulai rindu dengan orang tua dan keluarga sampai masalah ekonomi yang mengharuskan untuk pulang kampung.

Jika dilihat dalam kacamata budaya, fenomena mudik lebaran identik dengan perayaan kemenangan dari Idul Fitri itu sendiri yaitu kemenangan bagi umat manusia terutama yang beragama Islam setelah satu bulan lamanya menjalankan ibadah puasa.

Oleh karena itu kemenangan tersebut harus dan akan dilakukan bersama dengan keluarga dan orang-orang terdekat di daerah asal atau kampung halaman yang terkadang tempatnya amat sangat jauh dari tempat pemudik.

Menurut teori migrasi, perpindahan sponta dan bersifat sementara ini dapat dikategorikan sebagai “temporarily migration” karena setiap migran hanya berniat untuk  bepergian atau pindah dari tempat mereka ke suatu tempat lain dalam waktu yang relatif singkat tanpa niatan untuk menetap (Mantra, 1986).

Dalam pelaksanaan mudik yang merupakan migrasi spontan dan temporer ini biaya yang dikeluarkan bervariasi tiap orangnya, tetapi mereka yang mudik merasa tak terbebani mengeluarkan uang untuk mudik. kebahagiaan dan kegembiraan untuk dapat berkumpul dengan handai taulan dan keluarga di tempat asal.

Kegembiraan dan kebahagiaan yang akan dinikmati bersama sanak saudara dan keluarga inilah yang membuat pemudik tidak merasa terbebani dengan biaya yang mereka keluarkan dalam pelaksanaan mudik.

Mudik bagi umat beragama islam di Indonesia sudah bisa dikatakan “ritual tahunan” yang mana hal yang wajib dilakukan ketika merayakan Idul Fitri tidak peduli apapun hambatan dan rintangan yang meliputi mudik itu tersendiri.

Mudik menjadi jalan untuk menjalani kebahagiaan dan kegembiraan Idul Fitri bersama orang tua dan keluarga kita yang terpisah oleh jarak. Mudik adalah satu satu jalan untuk memperat kembali silaturrahmi setelah berpisah dengan jarak selama beberapa waktu.

Mudik dalam Perspektif Islam

Jika dilihat secara etimologi, mudik adalah kegiatan perantau atau migran untuk kembali ke kampung halamannya. Makna yang ada dari mudik itu dekat dengan makna dari Idul Fitri yang terdiri dari kata “Idh” itu sendiri yang berarti kembali ke asal, lalu kata ”Fitri’ yang  berarti suci atau kesucian.

Dalam hal ini, mudik jika kita cermati salah satu firman Allah SWT bersabda: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu persekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa‟: 36).

Dalam ayat ini, Allah S.W.T mengharuskan kita untuk berbuat baik kepada orang tua, keluarga, tetangga dan lain-lain. Menurut Quraish Shihab, ayat ini mengungkapkan bahwa hal tersebut menjadi satu kewajiban bagi semua hamba yang beriman dan bertakwa kepada Allah.

Kata berbuat baik dapat diinterpretasikan antara lain dengan mudik untuk bertemu, bersalaman dan bermaaf-maafan dengan segenap keluaraga serta melepas kerinduan dengan momen kemengan di hari yang fitri.

Pemudik yang baik biasanya tidak hanya ditujukan untuk mengunjungi orang tuanya tetapi juga berbagi denagn sanak saudara, keluarga dekat, tetangga dan teman sejawat. Bahkan sampai ada yang mengadakan acara keduri yaitu sebagai rasa syukur dan ingin bersedekah secara lebih luas dan merata kepada masyarakat sekitar atas rezeki yang di limpahkan oleh Allah SWT.

Semua hal ini menjadi daya Tarik dan kebanggaan sendiri bagi para pemudik dan keluarganya. Jika dilihat dari sisi lain, mudik dapat dikatakan sebagai penyambung yang memperat hubungan silaturahim antara pemudik dan keluarganya.

Setelah sekian berpisah dalam jarak yang jauh, akhirnya bisa saling bertemu dan bercengkrama kembali saat mudik. Terlebih lagi bagi orang-orang yang mengerti pentingnya silaturrahmi, yaitu akan dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya, maka pilihan untuk mudik lebih bermakna dan berguna bagi kehidupan seseorang.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : “Dari Anas ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkaan umurnya, maka hendaklah ia suka bersilaturrahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan mudik seseorang dapat mengekpresikan bentuk pengabdian dan berbuat baiknya kepada orang tua, anggota keluarga, dan kerabat lainnya. Kemudian dengan mudik pula hubungan silaturrahmi yang selama ini mungkin sudah renggang, dapat terajut kembali dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun