Pagi-pagi sekali Rini sudah membantu Ibu mertuanya menyiapkan makanan untuk sekeluarga. Karena Agus memilih memandikan anak-anak dan sejak shubuh sudah menyuruh Rini ke dapur. Rini memperhatikan gerak-gerik Ibu mertuanya. Sejak mendapat tahu masalah penyakit Tiara, Ibu jadi bersikap dingin terhadapnya. Entah hanya perasaannya saja. Karena jujur Ibunya sedikit banyak pasti menyalahkannya gara-gara vonis Dokter kemarin terhadap Tiara. Ibunya tak mungkin lupa bagaimana dulu dia bertengkar hebat karena ketahuan minum minuman yang dilarang itu. Dari tadi dia hanya mengupas bawang dan membersihkan sayur. Biasa akan ada instruksi selanjutnya, namun sejak tadi Ibu hanya diam saja. Duh malas kalau gini. Hati Rini berkecamuk. Ditinggal salah, ditanya makin salah nanti. Mana lagi bang Agus.
Akhirnya Agus muncul dengan Tiara dan Edo.
"Eh cucu ibu dah rapih dan wangi ya. Tunggu bentar lagi kita sarapan ya. Main dulu bentar di depan Gus."
"Iya Bu, Agus siap-siap pake baju kerja dulu."
"Nanti Ibu telepon Uwak kamu di Kampung. Kamu jangan khawatir tentang Tiara dulu. Fokus kerja saja. Ya?"
"Makasih ya Bu."
Setelah Agus, Edo dan Tiara berlalu ke depan, Ibu hanya geleng-geleng kepala melihat Rini yang terdiam.
"Sudah Rin, ambil piring nasi dan lauk, kasi makan anak-anakmu, ini tinggal cabe goreng aja."
"Ibu marah dengan Rini?"
Lama Ibu mertuanya memandanginya.
"Ibu sudah tua Rin, tak bisa mau marah-marah. Namun Ibu sedih melihat keadaan Tiara. Ibu masih belum percaya sakitnya bisa mempengaruhi masa depannya. Ibu sedih Rin!"