Rixvan Afgani dan Sarkawi B.Husain dari Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga dalam jurnal Indoneisan Historical Studies 2018 berjudul “Manisnya Kopi di Era Liberal: Perkebunan Kopi Afdeling Malang, 1870-1930.” Mengantakan bahwa perkembangan sektor perkebunan kopi telah menarik orang-orang dari luar daerah Malang, baik di Jawa Tengah maupun Madura.
Berdasarkan catatan pemerintah Belanda yang berada pada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), jumlah penduduk tahun 1847 di wilayah malang terdapat 87.990 jiwa. Dan terjadi kenaikan penduduk sekitar 3.490 jiwa dibanding tahun 1846. Pertambahan penduduk ini terjadi karena migrasi dan angka kelahiran. Migrasi yang banyak berasal dari daerah Kediri, Surabaya, dan Pasuruan. Pembukaan lahan di Kawasan distrik seperti Kepanjen dan Gondang Legi juga mengakibatkan perpindahan penduduk dari daerah lain ke Malang.
Pada 1890, Malang mengalami pertambahan penduduk dari Eropa sekitar 150 % dari 103 menjadi 284 dan Tionghoa sekitar 40 % yang sebelumnya 465 bertambah menjadi 600 jiwa. Diantara Afdeling di wilayah Pasuruan, Malang menjadi yang tertinggi dalam pertambahan penduduk dengan jumlah keseluruhan 761.555 penduduk. Lalu di ikuti Bangil dan Pasuruhan dengan jumlah 116.031 orang dan 50.571 orang.
Sedangkan keluarga yang menanam kopi milik perkebunan Belanda di Malang sebanyak 37.327 keluarga. Jumlah terbanyak didukung oleh kondisi lahan yang subur untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. (Kolonial Verslag 1916).
Besarnya kontribusi kopi terhadap perubahan kota Malang tergambar dari sebuat pemberitaan di surat kabar Tjahaja Tomoer, surat kabar local Malang berbahasa Melayu yang terbit pertama kali pada tahun 1907.
“cucuku, dulu waktu aku masih anak-anak, Makmur benar keadaan kita. Pada waktu itu alun-alun masih dikelilingi pagar tanaman jarak dan masih didalam kekuasaan Kanjeng Regent (Bupati). Di sebelah Lor (utara) – dimana sekarang ada lapangan tenis, dahulu ada loods-loods tempat penyimpanan kopi milik Kanjeng Gouverment. Pada saat oogst (panenan) kopi, beberapa loods itu penuh sesak (kopi) sehingga tidak dapat termuat semuanya. Dari hari ke hari, dari pagi hingga sore cikar bermuatan kopi dari desa beserta pemiliknya datang tidak henti-hentinya. Aku Bersama teman-temanku bermain-main di dekat los-los itu dan biasanya diberi persen oleh penjual kopi tadi”. (Tjahaja Timoer 29 Juli 1921 dalam Hudiyono, Kopi dan Gula: Perkebunan di Kawasan Regenschaap Malang, 1832-1942.)
Daftar Pustaka:
Reza Hudiyanto.2015 “Kopi dan Gula: Perkebunan di Kawasan Regentschap Malang 1832-1942”
http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/1565/853 diakses pada 15 Oktober 2022
Rixvan Afgani dan Sarkawi B.Husain.2018 “Manisnya Kopi di Era Liberal Perkebunan Kopi Afdeling Malang 1870-1930”
https://www.researchgate.net/publication/327943289_Manisnya_Kopi_di_Era_Liberal_Perkebunan_Kopi_Afdeling_Malang_1870-1930 diakses pada 15 Oktober 2022