Mohon tunggu...
Rizky WilliamAdventino
Rizky WilliamAdventino Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kadet Mahasiswa UNHAN RI

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Konflik Laut China Selatan dan Ancaman Kedaulatan Indonesia

30 Mei 2024   08:29 Diperbarui: 30 Mei 2024   08:53 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/22/100000579/kri-usman-harun-asal-usul-persenjataan-dan-kontroversi?page=all

Laut China Selatan merupakan perairan dangkal yang terletak di Utara Kabupaten Natuna. Penamaan ini dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sejak 2017, Indonesia mengganti wilayah Utara Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Laut Natuna Utara terletak di antara Kepulauan Natuna dan Laut Natuna serta Tanjung Ca Mau di sebelah Selatan delta Mekong di Vietnam.

Setelah Indonesia merdeka, delagasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada Republik Indonesia yang berpusat di Pulau Jawa, Pada 18 Mei 1956 pemerintah Indonesia resmi mendaftarkan Natuna sebagai wilayah kedaulatan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia mengklaim ujung Selatan Laut China Selatan adalah Zona Ekonomi Eksklusif milik kedaulatan Republik Indonesia di bawah konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan menamai wilayah itu Laut Natuna Utara pada tanggal 14 juli 2017 di kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman (Hunas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2017).

Konflik yang terjadi antara Indonesia dan Tiongkok di perairan Natuna Utara berkaitan erat dengan tumpang tindih wilayah di Laut China Selatan, yang menjadi sengketa antara Tiongkok, Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia. Pada tahun 1993 , Tiongkok memaparkan sebuah peta yang memperlihatkan Klaim yang menurut Tiongkok berdasarkan sejarah yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" atau sekarang dikenal dengan "nine-dash line".

Permasalahan di Natuna dimulai dari Malaysia yang menyatakan bahwa Natuna secara sah seharusnya milik Malaysia, namun untuk menghindari konflik panjang pada era konfrontasi 1962-1966 Malaysia tidak menggugat status Natuna. Selepas konfrontasi Indonesia-Malaysia, kemudian muncul slentingan warga Tionghoa menghubungi Presiden Tiongkok saat itu, Deng Xiaoping untuk mendukung kemerdekaan Natuna. Meski banyak pihak yang memaksa merebut Natuna, secara Hukum Internasional negosiasi yang dibangun Tiongkok tidak dapat mendukung kemerdekaan Natuna.

Indonesia menjadi salah satu negara yang terancam dirugikan akibat Sembilan garis putus-putu yang Digambar Tiongkok. Menurut Kemetrian Luar Negeri, klaim Tiongkok atas Natuna telah melanggar Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. Posisi Natuna sangat jauh dari Tiongkok. 

Laut Natuna Utara kerap kali menjadi sasaran negara-negara asing untuk berlayar masuk ke wilayak kedaulatann Indonesia. Bahkan Indonesia beberapa kali masih menangkap kapal-kapal asing yang menangkap ikan di wilayah Laut Natuna Utara, kapal-kapal nelayan Tiongkok kerap masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia dan intevensi kapal penjaga pantai Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia telah terjadi di 2010 dan 2013.

https://tirto.id/ancaman-beijing-di-laut-cina-selatan-esbF
https://tirto.id/ancaman-beijing-di-laut-cina-selatan-esbF

 gamhttps://regional.kompas.com/read/2020/07/19/22285421/2-kapal-vietnam-ditangkap-saat-mencuri-ikan-di-laut-natuna
 gamhttps://regional.kompas.com/read/2020/07/19/22285421/2-kapal-vietnam-ditangkap-saat-mencuri-ikan-di-laut-natuna
Pada akhir 2013 Tiongkok membuat sebuah pulau buatan dan di jaga oleh pasukan militer Tiongkok untuk memperkuat klaim territorial atas wilayah yang dibatasi oleh Sembilan garis putus-putus. Tiongkok melakukan aksi-aksi yang melibatkan kapal penjaga pantai dan kelompok-kelompok nelayan di sekitar perairan Natuna Utara serta upaya penelitian dan akademik untuk mendukung klaim berdasarkan sejarah versi Tiongkok, serta menarik Indonesia agar sepakat bahwa terdapat ketumpang tindihan antara Indonesia dan Tiongkok pada wilayah tersebut.

Pada tahun 2021 Tiongkok meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah maritim di Laut China Selatan. Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Muhammad Farhan, mengatakan bahwa ia menerima pengarahan perihal surat dari diplomat Tiongkok kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia, dengan sangat jelas meminta RI untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai, karena aktivitas tersebut dilakukan di wilayah Tiongkok.

Aksi-aksi yang dilakukan Tiongkok, sangat mengacam kedaulatan Republik Indnesia di Laut Natuna Utara. Klaim Tiongkok dalam hal apapun di wilayah ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara merupakan tindakan melanggar Hukum Kelautan Internasional, karena hak berdaulat Indonesia di wilayah Laut Natuna Utara sah berdasarkan Konvensi UNCLOS (United Nations Convertion on the Law of the Sea). Sembilan garis putus-putus yang dibuat Tiongkok berdasarkan sejarah Tiongkok, tidak memiliki dasar yang pasti dan jika kesembilan garis itu di hubungkan tidak dapat menggambarkan kordinat yang jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun