Mohon tunggu...
ANDI MUH. RISKI AD
ANDI MUH. RISKI AD Mohon Tunggu... Mahasiswa - FOUNDER PALPASI

Membaca, Olahraga dan Diskusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesetaraan dalam Pendidikan

15 September 2017   19:40 Diperbarui: 15 September 2017   19:52 8460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertama, Prinsip Kegunaan (Principle of Utility),Prinsip ini menekankan kegunaan atau manfaat sebagai tolak ukur untuk menilai dan mengambil keputusan. Suatu tindakan atau keputusan dikatakan berguna bila semakin banyak orang yang mendapat keuntungan dari tindakan tersebut.

Prinsip ini berkaitan erat dengan dua premis yakni: pertama, manusia memiliki kemampuan yang sama untuk 'mengambil manfaat' (extracting utility)seperti kebahagiaan; rasa senang dari sesuatu yang pada dasarnya memberikan manfaat seperti pendapatan, status dan apa saja (utility goods). Kedua, hal-hal seperti itu (pendapatan, status) 'akan cenderung mengalami kekurangan manfaat' (subject to diminishing marginal utility) bila telah mencapai tahap yang maksimum. Dengan demikian wajarlah bila seseorang yang memiliki utility goodsdalam jumlah yang berlebihan memberikannya kepada orang yang berada dalam kekurangan utility goods tertentu.

Kedua, Prinsip Akal Murni (Principle of Pure Reason), prinsip ini bahwa suatu tindakan hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional. Artinya, A tidak akan diperlakukan dengan cara yang berbeda/sama dengan B kecuali bila ditemukan adanya perbedaan/persamaan antara keduanya. Prinsip ini kerap digunakan untuk menentang perlakuan diskriminatif, perlakuan sewenang-wenang atau prasangka buruk.

Ketiga, Prinsip Keadilan ( Principle of Justice), Ciri khas prinsip ini adalah menentang ketidakadilan. Ketidakadilan dapat berupa pelanggaran hukum atau kebijakan yang salah sehingga ada pihak yang dirugikan.

Keempat, Prinsip Perbedaan (Difference Principle),Prinsip ini merupakan suatu peembangan dari pemikiran John Rawls tentang Teori Keadilan. Salah satu syarat keadilan menurut Rawls adalah terpenuhinya Prinsip Perbedaan. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa ketidaksetaraan sosial-ekonomi dalam masyarakat harus ditata sedemikian rupa sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil pada akhirnya akan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi mereka yang paling tidak beruntung. Yang dimaksud dengan 'mereka yang paling tidak beruntung' adalah masyarakat atau sekelompok masyarakat yang tidak memiliki kesempatan untuk menggapai status sosial dan ekonomi yang lebih baik. Untuk menjamin terlaksananya keadilan dalam masyarakat Rawls menempatkan individu dalam 'kedudukan asali' (the original position) saat sebuah kebijakan distribusi kebutuhan dilakukan. Kedudukan asali berarti keadaan di mana individu atau kelompok tidak mengtahui kedudukan, status sosial, kekuatan, nasib atau kecerdasannya. Dengan kata lain, mereka berada dibawah 'tabir ketidaktahuan' (veil of ignorance).Jika prinsip ini diabaikan maka besar kemungkinan kriteria distribusi akan ditentukan oleh kekuatan atau kelemahan yang dimiliki oleh individu. Misalnya, orang yang mengandalkan pikiran atau tenaga cenderung menetapkan kriteria distribusi berdasarkan apa yang mereka miliki yakni, pikiran atau tenaga.

Sebagai sebuah kesimpulan bahwa kualitas pendidikan dalam hal ini dalam bentuk kesetaraan jika ditinjau dari segala aspek yang menunjang pendidikan haruslah memiliki standar yang sama. Wajar ketika hari ini kualitas pendidikan hari ini menunjukan pembangunan sumber daya manusia hanya berpusat pada daerah perkotaan tanpa mempertimbangkan sumber daya manusia yang ada di daerah(desa). Apabila manusia dan pendidikan di ibaratkan sebuah koin logam maka sudah sepantasnya system distribusi pendidikan secara merata haruslah di maksimalkan. Terlebih dalam fase dunia yang memasuki zaman informasi, maka tuntutan penguatan sumber daya manusia haruslah di perkuat melalui pemerataan pendidikan.

Ketika Di era modern, yang memperhatikan permasalahan pendidikan adalah John Dewey, ia mengatakan pendidikan adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, yang menyangkut : daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) manusia. Selanjutnya menurut Al-Syaibani pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya. Pendidikan dapat dicermati pula sebagai rangkaian proses untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan, dan keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan generasi muda agar dapat memahami fungsi hidupnya baik jasmani maupun ruhani.

Maka prinsip keseteraan dapat dijadikan sebuah pegangan untuk melahirkan konsep pemerataan dengan lahirnya sebuah konsep kesetaraan dalam dunia pendidikan. Strata social dan ekonomi bukan lagi menjadi alasan, maka jika sikaya harus pintar simiskin pun harus pintar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun