[caption caption="Photo by: Rizky"][/caption]Apa yang pertama terpikir ketika kita mendengar kata Kalimantan? Hutan. Ya, pulau terbesar ke-3 di dunia ini memang memiliki belantara raya yang begitu kaya. Hasil hutan dan hasil tambang menjadi sumber kekayaan utama pulau ini. Dari Kota Balikpapan, trip yang sangat menaningfull menyibak belantara raya Pulau Borneo ini dimulai. Meskipun di Pulau ini ada banyak destinasi wisata yang mantap, tapi rasanya ada yang kurang kalau kita mengunjungi Pulau ini tetapi tidak menjamah hutannya.
Dalam Datsun Risers Expedition, saya dan 14 risers lainnya yang sebagian besar adalah Kompasianers berkesempatan mengendarai kendaraan sendiri secara bergantian untuk menikmati track Bumi Kutai Kertanegara. Menempuh ratusan kilometer menyibak hutan belantara, alas gung liwang-liwung menjadi pengalaman baru yang begitu mengesankan.  Â
Hari Pertama : Balikpapan - Samarinda - Sangatta
Pukul 09.00 pagi WITA, lima unit mobil Datsun Go+ Panca yang sudah tersedia di anjungan kedatangan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan siap dibejek gasnya untuk segera dimulainya trip. Secara berurut-urutan mobil-mobil tersebut melaju perlahan meninggalkan Kota Balikpapan menuju Ibukota Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Urutan di depan sendiri adalah mobil Riser Captain (RC) sementara dibelakang membuntuti ada tujuh mobil lagi, termasuk di dalamnya adalah kendaraan dokumentasi, logistik, mekanik dan sweeper.Â
Dari Kota pintu gerbang Kalimantan Timur ini, tempat yang akan dituju di penghujung trip ini adalah Gugusan Kepulauan Derawan yang merupakan gugusan Pulau terdepan, hanya diselai Laut Sulawesi saja sebagai batas dengan Malaysia dan Filipina. Karena itu, ekspedisi kali ini dinamai "Wisata Pulau Terdepan". Rute yang ditempuh dalam trip ini sebenarnya bukanlah satu-satunya akses yang bisa ditempuh untuk menyambangi eksotisme Derawan. Selain jalur darat ini, wisatawan bisa memilih jalur udara melalui Bandara Kalimarau, Berau. Akan tetapi, seperti yang disebutkan tadi, menjadi kurang terasa Kalimantan-nya kalau ujug-ujug bertemu air, ikan dan terumbu karang, tidak menikmati hutan belantaranya terlebih dahulu.
Setelah menempuh kountur jalan yang berbukit-bukit juga berkelak-kelok, di tengah hari kita sudah sampai di Kota Samarinda. Setelah melewati jembatan panjang yang membentang di atas Sungai Mahakam, sampailah kita di Showroom Nissan - Datsun Sempaja. Agenda di tempat ini adalah briefing dilanjutkan dengan flag-off alias upacara pelepasan konvoi. Dalam briefing yang dipimpin oleh Bung Tony, sang Riser Captain, seluruh riser diberi pembekalan mengenai tata cara konvoi, safe riding dan petunjuk teknik komunikasi antar mobil melalui rig. Sehingga di jalan tidak ada salip-salipan, semua beriringan saling membantu dan berbagi informasi satu sama lain.Â
Keakraban antar riser justru terbangun di gelombang radio melalui rig yang tersedia di tiap-tiap mobil. Selain lampu sen, lampu hazzard, lampu utama dan klakson, rig sangat membantu komunikasi seputar perjalanan. Teknisnya adalah kendaraan didepannya memberi aba-aba kepada kendaraan dibelakangnya, itu dilakukan secara estafet. Sehingga tiap-tiap riser memiliki kewaspadaan ketika didepan didepan ada lubang yang harus dihindari, ada penyeberang jalan atau ketika harus mengurangi kecepatan. Kendaraan di depan juga menginformasikan aman atau tidaknya untuk menyusul mendahului ketika arak-arakan konvoi harus menyalip kendaraan lain, ini berguna sekali mengingat 90% rute yang kita tempuh adalah jalan berkelak-kelok yang tidak clear of sight untuk mendahului. Bagi para riser kompasianer yang hampir semuanya adalah pengendara awam bermodal SIM A saja, ini adalah pengalaman baru sekaligus edukasi yang sangat bermanfaat seputar adab di jalanan.
Menurut Indriani Hadiwidjaja atau Mbak Indri yang merupakan Head of Datsun Indonesia, konvoi kali ini sengaja tidak menggunakan vorider dari kepolisian. Hal ini agar para riser berkonvoi secara santun, karena kalau ada pengawalan alias vorider, kecenderungannya konvoi akan menjadi arogan, merasa sok menguasai jalanan. Meskipun tanpa vorider, dengan keandalan sang Captain dan komunikasi yang baik antar riser, iring-iringan dapat melaju dengan aman juga cepat. Pikir saya di awal, ketika tak ada vorider, pasti lelet ini jalannya. Terlebih kawan jalanan kita adalah truk dan tanky yang besar-besar yang memakan badan. Nyatanya bahkan sempat kita bisa membejek gas hingga 120 km/jam.
Setelah flag-off di Bumi Persisam Mania, sekitar jam 15.00 perjalanan berlanjut menuju Sangatta, Ibukota Kabupaten Kutai Timur. Medan kali ini lebih berat dari track sebelumnya, tetapi jalannya sudah aspal mulus, hanya ada kerusakan di beberapa bagian saja. Melintasi jalan ini kita akan melintasi tempat yang dikenal sebagai Bukit Suharto, bukit berupa hutan yang terdiri dari pepohonan tinggi nan lebat.Â
Pada perjalanan kali ini, lupakan dulu kemanjaan menjelajah Jawa. Di rute yang kita tempuh, kiri-kanannya hutan. Minimarket dan SPBU amatlah jarang. Ketika beberapa riser dilanda hasrat untuk buang air kecil, hanya toilet di warung makan yang bisa diandalkan. Di Bukit Menangis orang menyebutnya, konvoi istirahat beberapa saat untuk minum-minum kopi sambil menunggu antrian toilet. Dua buah toilet dengan air terbatas diantri oleh belasan riser. Kesempatan berhenti dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memotret dan membuat video, juga untuk selfie dan welfie. Maklum, indah nian pemandangan hutannya.
[caption caption="Photo by: Rizky"]