(Kemarahan, kemurkaan, dan caci maki yang diterima panglima laut).
Cut Nyak Dhien berkata : lebih baik aku mati di rimba ini daripada menyerah kepada cafe company (dengan suara keras dan murka). Walaupun demikian panglima laot dengan berat hati mengkhianati Cut Nyak Dien ia memutuskan untuk melapor kepada Belanda. Panglima laut mendatangi bivak Belanda dan berunding dengan Van veltman bahwa panglima laut bersedia menyerahkan Cut Nyak Dien dengan syarat Cut Nyak Dien harus dijaga layaknya seorang putri bangsawan, perundingan pun disepakati.Â
Akhirnya panglima laut dan Van vuuren serta Van veltman mengarungi hutan belantara sampai beberapa hari, akhirnya pada 7 November 1905 Cut Nyak Dien ditemukan dengan keadaan yang begitu uzur, matanya rabun, berjalan pun harus ditandu oleh pengawalnya. Amarahnya begitu memuncak kepada panglima laut dan kafe kompeni. Caci maki, sumpah serapah dilontarkan cut nyak Dien kepada mereka. Van veltman memberikan rasa hormat kepada Cut Nyak Dhien, namun Cut Nyak Dhien merasa penghormatan yang tidak ada artinya ia merasa lebih baik mati daripada harus tunduk kepada Belanda. Sesuai kesepakatan Cut Nyak Dhien di bawa ke kutaraja dan di perlakukan layaknya seorang putri bangsawan dengan makanan, pakaian dan pelayanan yang baik. Simpati rakyat terus memuncak di dalam tahanan di Kutaradja, rakyat berganti-gantian menjenguknya. Hal ini menimbulkan kecemasan pemerintah Belanda sehingga pada tahun 1907 Cut Nyak Dhien diasingkan ke Sumedang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H